Chapter 4. Beginning

1 0 0
                                    

Jhon pulang ke rumah sewanya dengan langkah gontai dan lemas. Banyak pikiran yang menghantuinya, memaksanya berpikir terlalu banyak. Setibanya dia di rumah sewanya dia mendapati rumahnya tak di kunci, padahal rasanya, dia yakin sudah mengunci pintu rumahnya dengan benar.

Dia mulai berpikir berbagai macam hal negatif, khawatir orang di dalam rumahnya adalah orang jahat. Dia mulai berniat untuk masuk kedalam rumahnya, mengendap-endap bagaikan seorang pencuri di rumah sewanya sendiri dan melangkah tanpa suara.

Dia membuka pintunya hampir tak meninggalkan suara. Berjalan dengan kewaspadaan penuh, merapat dengan dinding terdekatnya dan berjalan secara mengendap-ngendap. Wajahnya tegang. Mungkin saja dia telah meneguk air liurnya sendiri saking tegangnya.

Andai saja dia memiliki senjata api, maka dia akan bersedia memegang dan mendekapnya dekat dengan dadanya.

Ada bunyi-bunyian dari kamarnya. Ada rasa cemas-cemas khawatir dari dirinya. Dia berjalan dengan penuh waspada. Ketika dia membuka pintunya di dapatinya sahabatnya, Arif Winata sedang duduk di kasur Jhon. Jhon menghela nafas lega, sedangkan Arif sendiri menatap Jhon tanpa rasa bersalah.

"What the heck?!! Arif, lu ampir bikin gue jantungan tau ga??!" ujar Jhon dengan perasaan sedikit lega namun dengan nada sedikit membentak.

"Ups .... sorry ...." tawanya renyah.

"Ngapain lu kemari?" tanya Jhon dingin sembari menaikan dagunya secara singkat.

"Ya tinggal di sini lah .... lu gak inget apa rumah sewa ini kita bayar berdua?"

Jhon menghela nafas kasar dan mengacak-acak rambutnya.

"Kapan lu balik dari Bali? Kenapa lu ga hubungin gue dulu sih?"

"Gue? Gue baru balik tiga hari yang lalu. Kenapa harus hubungin lu dulu?" tanyanya bingung dia berjalan mendekati Jhon. "Biasanya juga gue tiba-tiba dateng ke sini dan lu ga masalah. Cie..... perhatian ya sama gue? Ciee...." ujarnya kembali sembari meragkul sahabatnya dan satu tangannya dia gunakan untuk mencolek hidungnya.

"Pergi!! Jauh-jauh dari gue!!", ujarnya sembari mendorong tangan sahabatnya jauh-jauh. "Arif, gue masih normal dan gue gak gay! Jauh-jauh dari gue!" ujar Jhon menjauh dan yang selalu di dekati oleh Arif hingga Arif berhenti mendekati Jhon.

Arif tertawa renyah, "Tenang aja bro, gue juga masih normal.", ujarnya kembali lalu tertawa.

"Btw, gue tadi nemuin data ini", ujar Arif sembari melambaikan data Verren yang mungkin saja baru dikirim oleh Anon. Dia menatap Jhon, kali ini dia serius.

Sangat jarang bisa melihat Arif sangat serius seperti ini, karena dia biasanya selalu bercanda, bahkan disaat yang tidak tepat. "Jujur sama gue, lu bekerja untuk buat cewek patah hati lagi dan buat mereka bunuh diri kan?", lanjutnya kembali.

"Iya."

"Bukannya lu udah tobat?"

"Udah, tapi gue terima bayaran kali ini. Jadi mau ga mau gue bakal jalanin."

"Gimana dia orangnya?"

"Baru kali ini gue temuin orang senyebelin dia! Bossy, jutek, kasar, dingin, pokoknya nyebelin deh!!!", jelas Jhon.

"Hmm ...." sahut Arif tampak tak peduli, namun sebenernya dia berpikir keras bagaimana cara membebaskan Jhon dari lingkaran setannya.

"Misi gue kali ini kayaknya bakal terasa menyiksa. Siapa sih cowok yang betah deket terus sama cewek yang selalu marah? Apalagi dia jutek dan bossy?", ujar Jhon lalu menghela nafas kasar.

"Lo harus deketin dia secara perlahan-lahan. Inget coy, cewek itu kaya burung merpati. Dideketin pergi, dijauhin malah deket."

"Males banget lah, cantik sih iya, tapi sikapnya itu loh ...." Ucap Jhon lalu jeda sejenak, "Kalau dia bukan merpati tapi harimau!" lanjutnya lagi.

Arif menepuk-nepuk pundak sababatnya. "Gue yakin nanti juga lama-lama dia bakal buka hatinya buat lu. Dia mungkin cuma butuh waktu untuk percaya."

"Lu kaya tau cewe aja deh, Rif."

"Gue udah kenal cewe sejak kecil. Lo ga inget apa gue punya dua kakak dan satu adik cewe? Mereka tu tiap patah hati pasti ngeluhnya sama gue!"

"Rasanya gue ngerti sekarang kenapa lu agak kecewe-cewean." Ucap Jhon dengan nada mengejek.

"Jangan menghina gue kaya gitu dong lu! Gue juga masih normal kali!!" Arif menyahutinya dengan nada tinggi.

"Hmm .... sayangnya gue gak percaya. Suara lu aja bisa tinggi gitu udah kaya cewe." Ujar Jhon ragu, sedikit terkesan mengejek.

"Bangsat lo! Kurang ajar! Sini gue tunjukin!" ujar Arif sembari menunjukkan gelagat ingin membuka celananya.

"Udah, udah!! Tahan..... iya gue percaya lo cowok."

Keadaan menjadi hening sejenak lalu merekatertawa secara Bersama.

♡♥♡♥♡

Milda terdiam, di hadapannya berserakan tugas dan buku kuliahnya. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga dia dia mengabaikan semua pekerjaan, tugas, dan belajarnya. Padahal, pasalnya dia orang yang paling rajin dan suka mengerjakan tugas setelah diberi dosen secara langsung.

Tiba-tiba, pipi kanannya ditempeli sesuatu yang dingin. Betapa terkejutnya Milda hingga ia tersentak dan secara refleks menangkis tangan Verren yang memberinya minuman. Beruntung, minuman itu tak mengotori lantai karena minuman yang diberikan oleh Verren adalah minuman kaleng yang masih tertutup.

"Verren! Bikin kaget aja!" bentak Milda lalu menatap Verren.

"Salah sendiri lu bengong kaya tadi. Jarang-jarang loh lo anggurin tugas, dan malah diam seperti ini." bela Verren lalu mengambil minuman berenergi yang tadi jatuh lalu memberikannya kepada Milda, "Lu sebenernya mikirin apa sih? Kalo ada apa-apa cerita dong sama gue...."

"Ah ga usah repot-repot lah .... Lu ada masalah dan trauma sama cowo aja gue ga ikut campur urusan lu.", timpal Milda mengambil minuman yang diberikan oleh Verren lalu meminumnya.

"Kok lo kaya gitu sih? Ayolah lo jangan kaya gini dong .... Kita kan udah sahabatan ampir 15 tahun. Lu tau seluk beluk gue. Berarti gue juga harus tau seluk beluknya lo dong ...."

"Dan masalahnya ga semua masalah lu harus tau Ver."

"Ayolah kasih tahu ke gue.... kita udah temenan berapa lama sih? Gue janji ga bakal bocorin masalah ini....." ujar Veren mengulurkan jari kelingkingnya

Milda menatap Verren memikirkan apa ia harus kasih tahu atau tidak akan masalah yang ia pikirkan.

"Sorry Ver, bukannya gue ga percaya sama lu. Gue belum bisa kasih tau sama lu masalah gue sekarang ini.", ucap Milda lagi lalu membuang muka dan menatap tugas dengan tatapan kosong.

"Gue kayanya tau nih .... biasanya kalo ada orang galau kaya lu, pasti penyebabnya cowok. Bilang ke gue, siapa yang berani macem-macem sama sobi gue!", ucap Verren asal.

"Ngasal lu ah! Mana ada!!"

"Gue tetep gak percaya! Lu kaya gini sih soalnya .... Jarang jarang nih lu kaya gini. Siapa sih cowok itu? Asal lu tau ya semua cowok tuh sama-sama berengseknya tau. Jangan sampe lo nyesel nantinya. Cuma karena cowok-cowok berengsek macam mantan gue...."

"Terserah lu deh Ver....." putus Milda menghentikan cerocohan tidak jelas Verren.

Sungguh sayang sekali prilaku Verren ini, karena ia telah menerapkan kesalahan logika pada pemikirannya. Bukan berarti jika Ia pernah mendapat pengalaman tak menyenangkan dari cowok, maka ia dapat menilai bahwa semua cowok itu sama. Sama-sama berengsek. Dan Milda menyayangkan akan pola pikir Verren, teman baiknya.

Hard to BelieveNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ