Chapter 2. Mission

2 0 0
                                    

Cahaya matahari mulai masuk melalui celah gorden kamar Jhon. Sedangkan pemilik rumah sewa ini sedang tertidur pulas. Sepertinya damai sekali dia dalam tidurnya. Namun tiba-tiba dering telepon mulai berdenting. Dengan malas dan masih mengantuk Jhon menangkatnya.

"Ya halo?" ucapnya sama sekali tak berminat untuk diganggu sepagi ini.

"Ah ya halo .... dengan Bapak Jhon." Ujar sebuah suara di sebrang sana dengan pengubah suara menjadi suara yang tak jelas milik siapa.

"Hmm ya memangnya kenapa?"

"Apakah anda mau ditawari pekerjaan oleh saya?"

"Hm. Apa dulu?"

"Bantai satu cewe."

Jhon terkejut. Sontak ia langsung menegakkan tubuhnya duduk di kasur.

"Ba .... bantai???! Gue bukan pembunuh bayaran gitu woy!" jelasnya dengan alis mengkerut.

"Iya, gua tau, lu bukan pembunuh bayaran."

"Oh, kalau gitu berarti lo salah sambung.", ucapnya sambil segera menutup telepon dan segera berbaring lagi. Belum beberapa lama dia terbaring terdengar dering telepon lagi.

"Apaan sih ah??!! Ganggu orang aja!!" bentaknya ditelepon.

"Jangan marah dulu dong pa. Saya kan belum menjelaskan apapun."

"Gue ga minat!"

"Tapi dengerin dulu...."

"Ga usah basa-basi, cepet ngomong!."

"Andakan terkenal sebagai heartbroken. Bahkan karena itu anda dihindari cewek-cewek karena kabarnya mereka akan dikabarkan bunuh diri sesudah anda membuat mereka patah hati."

"Terus?"

"Apakah anda mau ...."

"Berisik lo!! To the point bisa ga sih???"

"Bapa juga yang sabar dikit napa? Ga sabar banget jadi orang."

"Ya, apa!"

"Anda ditawari pekerjaan untuk membuat seorang wanita patah hati lagi sehingga dia akan bunuh diri. Bagaimana? Menarik kan??"

"Coba jelaskan, menarik bagaimananya?!"

"Karena ada bayaranya loh pa..."

"Tidak akan kuterima tanpa uang muka!" ujar Jhon yang niatnya asal ceplos.

"Baikkah berapa yang anda mau?" sanggup sang penelepon misterius itu, sungguh tak disangka ia menyanggupi syarat dari Jhon.

"Lima juta dolar!" Sekali lagi, Jhon asal sebut angka.

"Terlalu mahal!" Protes yang disebrang telepon.

"Mau atau tidak?"

"Saya mau tawar harganya jadi setengahnya."

"Tidak bisa!"

"Empat juta setengah?" tanpa rasa pantang menyerah, penelepon itu tetap ingin menawar harga.

"Apaan, udah gue bilang ga bisa kurang! Lima juta, ya lima juta dolar!"

Pria misterius dengan nomor tak bisa dilacak itu bergumam, "Baiklah, tunggu beberapa hari atau beberapa minggu lagi dan akan kukirimkan data tentangnya!"

"Ngomong-ngomong, gue lagi ngobrol sama siapa?" ujar Jhon dengan rasa penasaran.

"Kamu ga perlu tahu nama saya, tapi sebut saja saya Mister Unknown."

"Anonim atau Misterious Boy kayanya lebih cocok."

"Bagaimana anda saja...."

"Jangan lupa uang mukanya!", ujar Jhon lalu menutup sambungan teleponnya.

Hard to BelieveWhere stories live. Discover now