14: Ini Caraku

222 43 68
                                    

"Aku tidak bermaksud mencampuri kehidupanmu. Tapi seperti inilah caraku membantumu"

🍃


Malam ini, keluarga Moon kedatangan tamu yang tak diundang. Bukan manusia tentunya, hanya arwah yang mana kehadirannya tidak begitu kuat dan hanya Heejoo seorang yang dapat melihatnya, membuat tamu itu bertindak seenaknya di dalam rumah. Menegur pun rasanya tidak ada gunanya, jadi Heejoo membiarkan arwah yang sejak tadi dengan tidak sopannya duduk  manis di atas meja makan.

Lee Haechan. Benar. Arwah itu memang Haechan.

Haechan memutuskan untuk ikut pulang bersama Heejoo setelah kejadian yang membuatnya mengetahui fakta tentang dirinya. Maka dari itu Haechan memilih untuk mengikuti Heejoo pulang ke rumah. Sebab Haechan ingin bercerita panjang lebar dengan Heejoo malam ini—itupun jika Heejoo mau mendengarkannya.

Heejoo memang tidak melarang Haechan datang ke rumahnya dan gadis itu juga tidak berbaik hati menawarkan Haechan untuk datang ke rumahnya. Kehadiran Haechan disini murni inisiatif Haechan sendiri. Lagipula, Haechan sudah bosan menghabiskan malam di sekolah yang sepi. Kalau dipikir-pikir cukup menyeramkan juga kalau malam-malam sendirian di sekolah. Karena seingat Haechan ada banyak makhluk seperti dirinya ini di sekolah. Dan diantara makhluk-makhluk itu ada juga yang aneh dan kecentilan mendekati dirinya. Susah juga ya kalau jadi hantu berwajah tampan.

Makan malam di keluarga Moon sudah selesai sejak 5 menit yang lalu dan Haechan yang merasa terasingkan, hanya bisa menonton Heejoo dan ayahnya yang larut dalam kesibukan masing-masing. Sesekali Haechan juga ikut menyingkir ketika ayah Heejoo datang untuk membersihkan meja makan yang ditempatinya.

"Heejoo...." panggil Haechan sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Suaranya terdengar seperti anak kecil yang merengek karena sedih diabaikan.

Heejoo yang tengah disibukkan dengan tumpukan piring kotor yang tengah dicucinya memilih untuk tak membalas panggilan Haechan. Inilah alasan kenapa Haechan merasa terasingkan. Sejak Haechan masuk ke rumah ini, Heejoo sama sekali tidak menghiraukan kehadirannya. Gadis itu sedetikpun tidak ada melihat ke arahnya.

Ayolah, jangan seperti ini. Haechan tahu kalau posisinya sekarang ini cuma sesosok arwah yang tak bisa dilihat. Tapi, hei! Heejoo 'kan memiliki kemampuan untuk melihat arwah seperti Haechan. Melihat Heejoo yang berpura-pura mengabaikan kehadirannya seperti ini, cukup membuat Haechan semakin sadar kalau dirinya ini hanyalah arwah. Ah, itu menyakitkan.

"Oi! Moon Heejoo! Apakah piring-piring itu lebih menarik daripada aku?"

Hening. Tak ada yang menyahut.

"Aku ini Lee Haechan. Arwah yang baik dan tidak sombong. Jadi aku sabar kalau kamu mengabaikan aku seperti ini."

Haechan memejamkan matanya sejenak, lalu mencoba mengintip apakah Heejoo akhirnya luluh untuk melihat kearahnya atau tidak. Namun ketika mendapati Heejoo yang masih sibuk membelakanginya, Haechan pun kesal. "Nggak apa-apa. Silahkan lanjutkan acara cuci piringmu itu."

Oke. Sekarang Haechan merajuk.

"Tapi jangan menangis ya kalau nanti tiba-tiba aku menghilang."

Kedua tangan Heejoo yang tadinya sibuk membasuh piring, seketika berhenti. Gadis itu terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya berbalik hanya untuk memastikan arwah yang sejak tadi bersuara itu masih di posisinya.

Benar. Haechan masih aman di posisinya. Duduk manis di atas meja, tersenyum sumringah ketika maniknya saling bertemu dengan Heejoo.

"Nah, gitu dong!"

Heejoo hanya menghela napas. Ia bukannya tidak peduli dengan eksistensi Haechan di ruangan ini. Namun situasi dan kondisi di rumah inilah yang mengharuskan Heejoo untuk mengabaikan Haechan. Karena tidak mungkin juga dirinya melayani pembicaraan Haechan di depan ayah. Hal itu hanya akan membuat ayah kembali mengkhawatirkan kondisi Heejoo.

"Heejoo, ada apa?" tanya ayah yang membuat Heejoo seketika kembali tersadar. Heejoo yang tampak gugup lantas menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak ada apa-apa, Ayah."

Ayah mengangguk mengerti sembari menarik kursi yang ada di meja makan. Haechan segera turun dari atas meja ketika melihat ayah Heejoo yang memilih duduk di kursi sebelahnya. Sadar kalau dirinya sudah bersikap tidak sopan sejak tadi.

"Kalau sudah selesai, duduk disini dulu ya, Heejoo. Ada yang ingin Ayah bicarakan."

Haechan tahu kalau ayah Heejoo tidak menyadari kehadirannya dan kalimat yang diucapkan beliau beberapa detik lalu itu juga tidak ditujukan untuknya. Tapi, entah kenapa, Haechan tiba-tiba merasa gugup.

Kalau diingat-ingat lagi, sejak Haechan menginjakkan kaki di rumah ini, ayah Heejoo lebih banyak diam. Pria itu juga belum ada membahas sedikitpun masalah Heejoo di sekolah. Ah, bukan. Lebih tepatnya, ini masalah Haechan. Karena Haechan-lah dibalik semua ini.

"Bagaimana ini?" gumam Haechan bingung dan juga panik. Dilihatnya Heejoo yang sudah menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian duduk manis di kursi yang berhadapan dengan ayah.

"Ayah mau membicarakan apa?" tanya Heejoo.

Dari tempatnya berdiri, Haechan memperhatikan ayah dan anak itu dengan gugup.

Di sisi lain, ayah menarik napas pelan. Maniknya tak lepas memperhatikan Heejoo yang sekarang terlihat seperti Heejoo yang ia kenal. Berbeda dengan Heejoo yang ia temui saat di sekolah. Entahlah, ayah tidak tahu apa yang terjadi. Dan kenapa gadis kecilnya itu bersikap berbeda dari sebelumnya.

"Heejoo, bagaimana kalau setelah ini Heejoo pindah ke sekolah yang baru?" ucap ayah yang mencoba memberi saran.

"Pindah sekolah? Tapi kenapa?"

Ayah mengangguk. "Bukankah Heejoo merasa tidak nyaman di sekolah itu?"

Heejoo terdiam. Ayah benar. Heejoo selama ini merasa tidak nyaman berada di sekolahnya yang sekarang. Tapi bagaimana ayah bisa tahu?

Ayah menghela napas pelan sebelum kemudian tangannya bergerak meraih tangan Heejoo yang menganggur di atas meja. Digenggamnya kedua tangan putrinya itu dan kemudian berkata dengan lirih, "Ayah tahu Heejoo tidak salah. Ayah tahu pasti mereka yang mengganggumu duluan. Ayah tahu."

Kalau Paman tahu Heejoo tidak salah, lalu kenapa Paman malah berlutut di hadapan mereka.

Haechan melirik kesal pada ayah Heejoo ketika mengingat kembali bagaimana Ayah Heejoo berlutut dihadapan Ibu Minjung dan memohon-mohon.

"Maaf karena Ayah terlambat menyadarinya. Harusnya kejadian seperti ini tidak terulang lagi." Ayah menundukkan wajahnya, tampak menyesal.

Benar. Ini bukan pertama kalinya Heejoo terlibat perkelahian dengan teman kelasnya. Dan ini juga bukan pertama kalinya ayah mendengar kabar dari guru kalau Heejoo sering membolos.

Dulu sekali, saat Heejoo akhirnya bisa kembali ke sekolah setelah pulih dari perawatan setelah koma. Karena terlambat masuk beberapa bulan, Heejoo sedikit mengalami kesulitan saat bergaul dengan teman kelasnya. Gadis kecilnya itu tidak banyak bicara, begitupun saat pulang ke rumah. Awalnya ayah pikir, Heejoo mungkin butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Namun ternyata ayah salah. Ayah terlambat menyadarinya.

Wali kelas Heejoo di SMP mengatakan kalau Heejoo sering membolos. Penampilan Heejoo juga sering kacau saat berada di kelas. Benar. Putri kecilnya menjadi korban perundungan. Anak-anak di kelas mengatai Heejoo aneh. Bahkan wali kelas Heejoo juga mengatakan bahwa Heejoo aneh karena sering berteriak-teriak tidak jelas di kelas. Sejak saat itu, ayah memutuskan untuk membawa Heejoo keluar dari sekolah itu. Ayah tidak ingin putrinya dijadikan bahan olok-olokan oleh orang lain.

Ayah kembali menarik napasnya dan berucap, "Ayah akan coba semampu Ayah untuk membebaskanmu dari mereka."

Heejoo seperti kehabisan kata-kata. Gadis itu bingung. Kemanakah kiranya arah pembicaraan malam ini? Kenapa ayah mengatakan ini seolah-olah ayah tahu apa yang Heejoo alami selama ini. Apa yang sebenarnya terjadi padanya hari ini?

Tunggu.

Ah, benar juga. Lee Haechan.

Arwah itu yang telah mengambil alih tubuh Heejoo seharian ini. Pasti Haechan tahu apa yang terjadi dengannya hari ini.

Heejoo segera melemparkan pandangannya pada Haechan yang tengah berdiri di samping ayah. Arwah itu seketika menundukkan wajahnya, seolah-olah sedang tertangkap basah.

"Hmm ... Sebenarnya ... Hari ini, kau ... Ah, maksudku ... Aku berkelahi dengan Minjung."

Manik Heejoo seketika membola ketika mendengar jawaban Haechan. Berkelahi? Dengan Minjung? Haechan mau cari mati?

"Ada apa Heejoo?" tanya ayah yang melihat gelagat aneh putrinya. Sesekali ayah juga melihat ke sisi sampingnya. Kosong, tidak ada apa-apa.

Heejoo kembali menghadapkan wajahnya pada sang ayah. Sekarang Heejoo mengerti kenapa ayah bersikap seperti ini. Ayah pasti sudah tahu semuanya. Ayah pasti khawatir.

Tidak. Jangan. Heejoo tidak ingin ayah kerepotan lagi karena dirinya. Heejoo tidak mau membuat ayah sedih karena memikirkannya.

"Ayah, aku tidak apa-apa. Sungguh. Biar aku yang mengatasi ini. Aku akan bicarakan masalah ini baik-baik dengan Minjung."

"Tapi—"

"Ayah pasti capek 'kan? Lebih baik ayah istirahat malam ini. Kita bisa membahas ini di lain waktu, ya?" pinta Heejoo. "Kumohon..." tambahnya terdengar lirih.

Ayah mengangguk mengerti sembari melepaskan genggaman tangannya dari Heejoo, kemudian bangkit dari kursi. Dengan berat hati ayah pun pergi kamar, meninggalkan Heejoo yang termenung di meja makan.

"Moon Heejoo, kau jangan khawatir. Aku akan—"

"Ikut aku!" potong Heejoo yang seketika membuat Haechan bungkam.

SUN AND MOON || HAECHANحيث تعيش القصص. اكتشف الآن