02: Haruskah aku mengakhirinya?

651 97 300
                                    


Jangan salahkan Heejoo jika tiba-tiba terdengar suara keributan di sepanjang koridor. Salahkan Minjung dan antek-anteknya yang menjadi dalang dari semua kekacauannya pagi ini.

Kini, sebisa mungkin Heejoo berlari menjauhi kelasnya yang bagai tempat terkutuk. Tidak peduli dengan Pak Choi yang akan masuk ke dalam kelasnya dan meneriaki namanya agar kembali ke kelas. Tidak peduli dengan kekesalan setiap guru yang sedang mengajar di kelas yang Heejoo lewati. Tidak peduli juga dengan para murid yang terkejut dan mengangkat wajahnya yang terkantuk-kantuk ketika mendengar derap langkah kaki Heejoo yang menggema.

Heejoo tidak peduli. Lagipula untuk apa peduli dengan mereka. Sementara mereka saja tidak peduli dengannya.

Benar, tidak ada yang peduli. Meskipun Heejoo mengetahui semua kenyataan itu dan sudah terbiasa karena sering mengalaminya, tapi tetap saja semua itu terasa sangat menyakitkan.

Air mata yang sejak tadi menggenangi pelupuk matanya jatuh berhamburan membasahi wajahnya. Hancur sudah semua pertahanan Heejoo. Begitu pun dengan rasa nyeri yang menggerogoti sekujur tubuhnya, hingga dadanya yang kini terasa sesak dan sulit bernapas.

Toilet yang ada di bawah anak tangga menjadi tujuan akhir dari pelariannya. Dengan napas yang sesak dan kedua tangan yang bergetar, Heejoo memeriksa setiap bilik yang ada di dalam. Kosong. Tidak ada siapapun. Baguslah, itu artinya biarkan Heejoo menguasai toilet ini sekarang. Untuk kalian yang ingin menggunakan toilet ini, silahkan gunakan toilet yang lain.

Setelah mengunci pintu masuk dari dalam, Heejoo berjalan lemah menuju wastafel. Membuka kran dan membiarkan air mengalir begitu saja menyentuh kedua telapak tangannya. Hingga detik berikutnya, ia tertawa sumbang ketika mendapati pantulan dirinya di cermin. Lucu sekali. Pantas saja orang-orang di kelasnya tertawa begitu puas melihat penampilan kacaunya ini. Saking lucunya, Heejoo bahkan sampai tak bisa mengenali wajahnya sendiri.

Air mata Heejoo kembali mengalir deras bersamaan dengan tawa yang perlahan berganti dengan jeritan yang tertahan. Tangisnya semakin menjadi dan terdengar pilu. Hatinya sakit. Sakit sekali. Heejoo sudah sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Minjung dan antek-anteknya. Tapi entah kenapa yang kali ini rasanya lebih sakit.

Jika Heejoo boleh berpendapat, kalau mau jahat ya jahat saja. Tidak perlu berbuat manis terlebih dahulu jika ujung-ujungnya juga akan bersikap jahat. Sama seperti saat kamu dibawa ke langit paling tinggi lalu dihempaskan begitu saja ke tanah. Iya, remuk. Begitulah hati Heejoo. Mudah tersentuh dengan hal-hal yang kecil dan mudah pula remuk.

Di sela-sela tangisnya, tangan Heejoo tak henti-hentinya menarik gulungan tisu yang tersedia. Heejoo mulai membersihkan wajahnya. Tidak peduli berapa banyak tisu yang ia pakai, tidak peduli jika stok tisu di toilet ini habis karenanya. Heejoo hanya ingin wajahnya kembali bersih.

"Apa mereka mengganggumu lagi?"

Suara yang terdengar itu seketika membuat Heejoo terkesiap. Tentu saja sebelumnya Heejoo sudah memastikan kalau toilet ini kosong. Lalu siapa yang bersuara?

Heejoo kembali melihat ke cermin yang kini tidak hanya menampilkan pantulan dirinya saja. Kedua sudut bibirnya perlahan tertarik membentuk senyuman tipis saat mengenali sosok yang tiba-tiba muncul itu. Gong Yongmi, gadis berwajah pucat dan mengenakan seragam sekolah yang sama dengan Heejoo.

Tidak, Yongmi bukan manusia lagi. Dia hantu atau mungkin arwah, ya semacam itulah. Yang jelas Yongmi sudah meninggal satu tahun yang lalu, saat dia masih berada di pertengahan semester kelas satu. Penyebab kematiannya adalah bunuh diri dengan cara jatuh dari atap sekolah ini.

Yongmi juga merupakan salah satu dari orang terpilihnya Minjung. Iya, Minjung.

Sebelum Heejoo dipilih, Yongmi terlebih dahulu terpilih saat Yongmi sekelas dengan Minjung. Sama seperti yang Heejoo alami di hari-hari sekolahnya. Yongmi juga mengalaminya lebih dulu. Sayang, Yongmi tidak kuat dan memilih untuk mengakhirinya.

Heejoo mengangguk lemah sebagai jawaban dari pertanyaan Yongmi beberapa detik yang lalu.

"Dan dia mengabaikanmu lagi?"

Heejoo tersenyum pahit dan mengangguk pelan, membenarkan tebakan Yongmi.

Dia yang Yongmi maksud adalah Renjun. Untuk beberapa hal tentang Heejoo, Yongmi mengetahuinya dengan baik. Semuanya bermula dari pertemuan Heejoo dengan Yongmi 6 bulan yang lalu. Sebagai senior dalam kategori orang terpilihnya Minjung, Heejoo banyak bercerita dengan Yongmi. Terkadang Heejoo tanpa pikir panjang juga bercerita tentang hal lain. Karena Heejoo pikir hantu tidak akan bisa membocorkan ceritanya kepada manusia manapun.

"Apa kau tidak ingin mengakhirinya?"

Heejoo tertunduk dalam-dalam membiarkan dirinya larut dalam keheningan yang penuh kebimbangan. Mengakhiri? Pemikiran seperti itu tidak hanya sekali dua kali muncul di dalam benaknya. Sudah sering Heejoo mencoba untuk melakukannya, namun selalu gagal.

Pernah waktu itu Heejoo kembali ke rumah setelah membeli pisau cutter dari toserba yang lokasinya tak jauh dari rumah Heejoo. Heejoo berniat untuk mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangannya di kamar.

Tapi saat tiba di depan rumah, Heejoo melihat ayahnya yang baru saja pulang kerja duduk di depan pintu. Wajahnya terlihat letih, tangannya menyeka keringat yang bercucuran di dahi dan pelipisnya. Pakaian dan sepatu boot yang dikenakannya juga kotor karena habis bekerja seharian jadi kuli bangunan. Walaupun begitu, ayah tetap menyambut Heejoo yang baru saja pulang. Ayah merentangkan tangannya lebar-lebar, memanggil nama Heejoo dan tersenyum lebar untuk Heejoo. Detik itu juga, keputusan Heejoo untuk mengakhiri hidupnya sirna. Heejoo memilih untuk berlari menuju pelukan sang ayah dan melupakan rencana bodohnya itu.

"Kau akan tenang jika semuanya berakhir, Heejoo."

Lagi, suara Yongmi kembali menyadarkan Heejoo.

"Tidak ada lagi yang mengganggumu."

"Kau bisa bertemu lagi dengan bundamu."

Heejoo mengangkat wajahnya menatap Yongmi seolah-olah Yongmi baru saja menunjukkan jalan keluar untuknya yang terjebak dalam kegelapan. Yongmi tersenyum mengangguk, berusaha menyakinkan Heejoo bahwa yang ia katakan itu benar.

"Bundaku?"

"Ya. Kau merindukannya, kan?"

Heejoo mengangguk. Tentu saja Heejoo merindukan sang bunda yang telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Padahal di usia yang beranjak remaja itu Heejoo masih membutuhkan kasih sayang seorang bunda.

"Setelah ini aku bisa bertemu dengan bundaku lagi?" tanya Heejoo seolah ada harapan besar dihadapannya.

"Tentu saja, Heejoo!"

Heejoo kembali menghadap cermin, menatap dalam dirinya. Bertanya pada dirinya sendiri, apakah Heejoo yakin dan sanggup untuk mengakhiri hidupnya yang menyedihkan ini.

"Rasa sakitnya hanya akan terasa sebentar, setelah itu kau akan tenang. Kau juga bisa bertemu dengan bundamu lagi Heejoo."

Baiklah. Heejoo sudah memutuskan. Sepertinya keinginan Heejoo untuk bertemu sang bunda lebih kuat hingga ia memutuskan untuk menerima saran  dari Yongmi. Jika sebelum-sebelumnya Heejoo memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena lelah dengan keras dan kejamnya dunia, tapi kali ini berbeda. Heejoo melakukannya karena ingin bertemu dengan bunda.

Ayah, maaf. Tapi Heejoo juga sudah lelah dan ingin bertemu dengan bunda.

Setelah membersihkan wajahnya, sekali lagi Heejoo menatap dirinya untuk yang terakhir kalinya. Lalu menoleh ke Yongmi yang masih bertahan dengan ekspresi datarnya.

"Ayo, ikut aku!"

SUN AND MOON || HAECHANWhere stories live. Discover now