dua

205 37 3
                                    

Aku gak pakai nama Nana lagi tapi Milo aja yak :v

Sudah tiga hari menginap dirumah sakit, akhirnya Milo bisa bernapas lega karena hari ini dirinya akan pulang kerumah.

Hanya bersama bibi sedangkan Mamanya kemarin sudah pergi karena ada jadwal pemotretan diluar kota.

Milo berdecak kagum, saat mobil yang dinaikinya masuk keperumahan elit. Bik Ningsih yang melihat itu hanya tersenyum saja. Beberapa menit kemudian, mereka sampai disebuah rumah mewah yang merupakan rumahnya.

Milo hampir tidak percaya, dengan wajah berseri dirinya menatap bik Ningsih yang sedang mengeluarkan tas miliknya untuk diserahkan kepada pak Burhan. Mengingat sesuatu, dengan segera Milo menghampiri pria paru baya itu yang juga merupakan suami Bik Ningsih.

"Pak, makasih ya sudah menyelamatkan hidup saya. Kalo bapak nggak ada, saya pasti  nggak akan disini." Pak Burhan mengangguk dan tersenyum hangat.

"Sebenarnya itu sudah takdir Non, dan saya senang Non Milo kembali sehat walau harus kehilangan ingatan."

Milo meringis, merasa bersalah karena sudah berbohong lalu tersenyum canggung." Kalo nggak ditemuin Pak Burhan saya pasti udah jadi mayat." Perkataan Milo mendapat protes dari kedua paruh baya itu.

"Hus, mulutnya nggak boleh gitu." Teguran Bik Ningsih hanya dibalas cengiran olehnya.

Mereka bertigapun masuk kedalam rumah. Pak Burhan pamit pergi, sedangkan Bik Ningsih mengantar Milo kekamarnya yang terletak dilantai dua.

Milo sekali lagi berdecak kagum. Rumah orang kaya memang beda sekali. Dirinya tidak menyangka akan diberikan kehidupan kedua seperti ini. Dirinya tidak sabar melihat kamarnya dan sangat tidak sesuai ekspetasi. Kamar yang sangat suram dan berantakan. Pecahan kaca dan banyak coretan didindingnya yang sangat absrud menurut Milo.

Milo tercekat, sangat shock begitu juga Bik Ningsih.

"Kemarin gempa ya bik? Kok berantakan banget? dan juga orang gila mana yang nulis kek gini didinding."

Bik Ningsih yang selesai dari keterkejutannya menatap geli kearah Milo." Nggak ada gempa Non, dan yang mencoret dinding itu Non sendiri."

Milo menggigit bibir bawahnya kesal. Gila memang sudah gila. Ingin rasanya menjatuhkan diri dari atas balkon. Dirinya tidak menyangka orang itu segila itu.

"Bibi nggak nyangka, kamar Non jadi seperti ini. Coba aja bibi lebih memperhatikan hal ini dari dulu." Melihat kesedihan diwajah Bik Ningsih, Milo merasa canggung dan bersalah. Memang bukan dirinya yang berbuat semua ini, tapi kan sekarang dirinya pemilik tubuh ini dan harus menanggung semua akibat perbuatan jiwa lama dimasa lalu.

"Non Milo dulu melarang siapapun masuk kekamar ini. Maka dari itu Bibi nggak berani masuk dan ngecek kamar ini. Makanya jadi berantakan."

Milo meringis dan menggeleng kecil." Maaf   bik. Dulu aku memang rada sinting."

Bik Ningsih tertawa." Ayo kita bersihin."

Milo mengangguk dan memukul kecil kepalanya.

'Kampret lu Milo!




Kehidupan Kedua :pOù les histoires vivent. Découvrez maintenant