Prolog

185 9 1
                                    

Langit bergemuruh. Petir menyambar. Para gagak beterbangan dari pepohonan. Disana terdapat sesosok makhluk yang berdiri di atas tebing jurang dengan badan yang tinggi tegap dan bertubuh kekar. Rambutnya perlahan berubah menjadi putih dan lebat berayun-ayun diterpa angin kencang. Malam bulan purnama terbit, namun sinarnya terhalang oleh awan. Tangan kirinya menghitam dan terlihat warna merah yang melingkari lengan kirinya seperti pembuluh darah yang mengalir. Telapak tangannya membesar dengan cakar yang memanjang. Makhluk itu memandang langit dengan matanya yang bersinar keemasan seraya membatin,"Saya tidak bisa kembali ke surga. Sayapku terluka karena tekanan energi yang kuat di perbatasan antara manusia dan alam dewa. Sekarang, saya tinggal dengan siluman lainnya di dunia manusia dengan wujudku yang menyeramkan di setiap malam bulan purnama."

"Apakah kau menyesalinya karena tidak bisa kembali ke surga?"

Tiba-tiba muncul sosok pria tampan dengan rambut hitamnya yang tergerai panjang sedang menunggang kuda hitam. Kudanya sama hitam dengan jubahnya yang memanjang membuat penampilannya menawan dalam warna gelap.

Makhluk itu menoleh ke belakang dan berkata,"Tidak..."

"Apakah kau sedang mengingat kenangan masa lalumu?" lanjut pria tampan itu yang menghampirinya.

"Bukan urusanmu," jawabnya.

"Oho... Kau masih saja dingin seperti dulu. Lihatlah wujudmu sekarang, kau tampak seperti iblis."

Dia tersentak dan menjawab,"Diam kau."

"Namun asura seperti dirimu sungguh menarik perhatianku," balas pria tampan yang masih berada di atas kudanya sembari menunduk dan menatap tajam dengan mata yang berwarna hijau perlahan-lahan sinar pupilnya berubah keemasan.

"Apa maumu sebenarnya? Kenapa kau baik padaku?" tanya asura itu.

"Hah..." desah pria itu. Kemudian ia melanjutkan dengan nada santai,"Karena aku mencintaimu, asura."

"Hentikan omong kosongmu itu, Tyrone!" ucap asura.

"Baiklah... baiklah... Sekarang kita lupakan masa lalumu. Lebih baik kita berburu hantu di malam ini."

"Apa kau gila atau tidak ada kerjaan?"

"Aku ingin menghilangkan penat. Bukankah kau juga bosan? Ayolah ikut bersamaku," jawab Tyrone dengan senyum sembari mengulurkan tangannya ke asura.

Asura diam sejenak dan kemudian ia menerima ajakannya. Ia menggapai tangannya dan naik ke kudanya sembari berujar,"Kita jalan-jalan saja."

"Yuhuuu... Baik...," jawab Tyrone dengan gembira. Kemudian ia berkata pada kudanya sembari mengelusnya,"Centaur, mari kita kelilingi dunia ini..."

Kuda hitam meringkik dengan semangat. Kuda itu adalah kuda siluman yang mampu terbang dan kecepatannya setara dengan burung surgawi. Dalam perjalanan mereka di sepanjang malam hingga subuh, Tyrone bertanya kepada asura,"Hei asura. Siapa namamu?"

Asura itu tersentak. Karena dia pun juga bukan lagi dewa sepenuhnya. Ia pun hanya terdiam dan berujar dengan pelan,"Asura. Panggil saja aku dengan sebutan itu."

Tyrone berpikir,"Hmmm... Aku harus membantunya melupakan masa lalunya. Kalau dia menggunakan nama yang sama ketika dia ada di alam dewa, itu akan membuatnya teringat kembali kenangan yang tidak ingin dia ingat. Namun nama apa yang sesuai?? Hmmm..."

Kemudian Tyrone melihat fajar yang merekah...

"Bahkan ketika malam gelap yang panjang telah dilalui, fajar akan selalu menyingsing..."

Asura mendengar ucapan Tyrone dan tidak meresponnya. Namun ketika Tyrone melanjutkan perkataannya, ia menjadi tertarik.

"Ah... Bagaimana kalau namamu Lucien yang berarti cahaya!"

AzuraWhere stories live. Discover now