"Sayang, kamu masih sakit, ya?" Danisha menjeda kunyahan.

"Ya?"

"Biasanya kamu paling ceria kalau kita kumpul begini, dan paling semangat untuk ajak kami bicara. Apalagi sama Takshaka." Tukas ibu Takshaka sendu. Prita entah kenapa terlihat sedikit panik dan mengkode Danisha dengan wajah sinis untuk segera memperbaiki suasana. Tapi
Danisha memilih bungkam dan pura-pura tak mengerti.

"Kamu masih butuh pemulihan ingatan ya sayang?"

Nggak butuh tante. Batin Danisha sedikit keki. Pasalnya dia tidak hilang ingatan, tapi hampir hilang akal karna terdampar didunia yang tak masuk diakal ini.

"Ehm, iya jeng. Gladis ini memang masih harus didampingi secara rutin supaya dia lekas pulih, baik secara fisik maupun psikis." Prita angkat bicara.

Hello? Yang benar saja. Di dampingi? Batang hidung mereka saja tidak keliatan se-centi pun saat putrinya berada di Rumah Sakit. Apa Prita ini seorang penulis? Kenapa pintar sekali mengarang cerita.

"Gladis sangat perlu bersama dengan orang yang dia cintai supaya dia lekas sembuh, jeng, dan jelas kita semua tau kalau Takshaka lah yang menjadi kunci kesembuhan Gladis,"

Danisha melongo. Kunci kesembuhan? Siapa, Takshaka?! Yang benar saja. Bocah tengil itu lebih cocok jadi sumber penyakit!

"Aku yakin banget kalau Takshaka mampu membuat Gladis kembali seperti Gladis kita yang dulu,"
Danisha bersumpah melihat ekspresi jijik diakhir kalimat Prita. Dan apa katanya tadi, mengembalikan Gladis seperti dulu? Mimpi saja wanita itu, langkahi dulu jiwa Danisha yang ada pada tubuh Gladis.

"Oleh karena itu jeng. Kita harus memperkuat ikatan mereka ke jenjang yang lebih serius lagi."

Sudah cukup! Pembohong besar itu terlalu banyak mengibul.

"Maaf ta--"

"Aku sangat setuju. Kita memang harus memperkuat hubungan mereka agar Takshaka lebih leluasa menjaga Gladis." Sela ibu Takshaka. Danisha memejamkan mata, lalu kebetulan melirik Takshaka yang juga tengah menatapnya.

Ngapain ini bocah diem aja. Karna biasanya Takshaka tak pernah absen untuk melengser Gladis dari hidupnya.

"Mohon maaf sebelumnya, boleh saya minta kesempatan untuk bicara?" Danisha tiba-tiba mengeluarkan aura tegasnya. Memasang wajah dan badan tegap dengan posisi formal  dengan tangan tertumpu di atas meja serta wajah serius seakan-akan dia tengah menghadiri rapat dengan para client penting.

"Begini, saya rasa rencana yang kalian usahakan tidak bisa terealisasikan."

"Maksud nya apa sayang?"

Danisha menarik nafas. Inilah saatnya. Tidak akan dia berikan kesempatan lain menggagalkan rencana nya seperti di drama-drama yang episodenya seabad.

"Tidak ada memperkuat hubungan kejenjang yang lebih serius. Bahkan untuk tunangan, saya rasa kita harus membatalkannya,"

"Hah?"

"A-pa??"

"--karna saya rasa, melibatkan kami berdua dalam ikatan serius di saat kami sendiri masih SMA adalah suatu pengekangan kuat yang tentu saja merenggut kebebasan kami. terlebih lagi, saya dan Takshaka tidak menghendaki pertunangan ini."

Semua orang terkejut. Terdiam sejenak meresapi kalimat yang tidak pernah mereka sangka akan keluar dari mulut Gladis. Meski yang sebenarnya baru saja bicara adalah Danisha.

"Kamu apa-apaan Gladis." Prita lebih dulu menyadarkan keterpakuan orang-orang. Baru setelahnya raut emosi, dan bingung memenuhi meja makan itu. Terlebih dari keluarga Gladis, mereka sudah memerah padam.

The Plot TwistOnde histórias criam vida. Descubra agora