Entah berapa lama...Danisha tak bisa mengira-ngira. Dia tengah berada didalam sesuatu yang seolah menyesatkan jiwa.

"Lagi?" Suara itu bertanya dalam tenang dan lirih ditemaram malam.

Sedangkan Danisha tengah berusaha keras menangkap akal sehat yang entah melanglang buana kemana. Sedikit lagi ditangkap, pikiran Danisha lebih dulu buyar dan dihempas hingga bercecer kala bibir itu kembali dengan lancang menyentuh sudut bibirnya.

Inginnya perempuan itu mengumpat, menjerit dan mengamuk. Tapi seolah disihir, pikirannya menjadi kosong melompong.

Bisa jelaskan magic sialan yang tengah orang ini perbuat padanya?

Akhirnya bibir itu bisa hengkang dari sudut bibirnya. Paru-paru Danisha pun terasa bebas. Dia meraup oksigen untuk segera kembali bernafas. Sedangkan sepasang mata itu masih menatap Danisha tampa lepas, tapi tak menunjukan sepersen pun perubahan pada raut wajahnya.

"Lagi." Dia berucap lagi. Kali ini bukan sebuah pertanyaan, melainkan tuntutan. Tapi sebelum tuntutan itu terpenuhi, saat itulah kewarasan Danisha kembali pulang kepada otaknya, menjemput jiwanya. Membuat syarafnya kembali bekerja dengan refleksitas tinggi dan langsung menampar serta menedang tulang kering si brengsek sialan yang sudah berani menci--bangke! Dia sudah dilecehkan! Danisha dilecehkan, tapi dia diam saja.

Stupid, Danisha!

"Setan!!" Perempuan itu berseru penuh amarah. Matanya berkilat bahaya. Jikalau kilatnya bisa berubah menjadi lecutan petir, maka akan Danisha habisi makhluk yang berdiri tampa riak itu menjadi abu. Meremasnya hingga menjadi debu. Dan sekarang amarah Danisha sudah terkumpul jadi satu.

Ia sudah mengambil alih diri. Di enyahkannya sihir sialan yang tadi membuatnya lupa diri. Kini ia berdiri, menjulang bak dewi durja yang tengah murka. Tamatlah seseorang itu yang sudah menjemput petaka.

Danisha hendak menerjang seseorang itu, kembali ingin menghadiahi banyak pukulan pada seluruh raganya. Tapi segala sesuatu memang tak akan selalu berjalan sesuai rencana. Karna Danisha malah lebih dulu terjebak dalam lingkup hangat sebuah pelukan. Membungkusnya dengan rapat.

Danisha melotot. Tendangan mu meleset, eh?

"Lepas!"

Pemberontakan Danisha tak ada artinya, dia bagai dililit rantai oleh sepasang tangan kekar yang tak sedikit pun membuat posisi mereka bergeming. Danisha duluan kehabisan tenaga, seolah uap hangat yang diuarkan oleh tubuh tegap itu malah menyedot seluruh energinya.

"Lepasin." Danisha berucap rendah. Berhenti memberontak tapi bukan berarti pasrah. Berhadapan dengan makhluk satu ini memang perlu memanfaatkan sedikit celah.

"Dengar, lepasin gue sebelum gue benar-benar marah. Tindakan lo ini termasuk dalam sebuah pelecehan." Suara gadis itu teredam dalam dada yang dirasa Danisha terus berdentam.

"Emm.." seseorang itu hanya bergumam. Dagu lancipnya ditaruh nyaman di atas ubun-ubun Danisha, menekan tubuh Danisha yang hanya sedada itu untuk tunduk padanya. Tapi tentu tak semudah itu. Yang ingin ia taklukan selicin belut dan seganas singa. Belum lagi ucapannya yang seberbisa ular taipan.

"Lo mabuk sialan." Desis Danisha saat hidungnya merasa muak menghirupi bau yang menginvasi saluran pernapasannya.

Perempuan itu merasa benar-benar pengap.

"Mabuk?" Suara rendah itu kembali mengalun disamping telinga Danisha, membuat perempuan itu merinding ngeri. Suara itu yang selalu menjatuhinya segala macam perintah aneh diluar job desk nya.

Lalu wajah familier yang selalu menggangu hidupnya didunia kembali menampak dihadapan Danisha. Tidak salah lagi, Demit sialan ini kembali mengekori hidupnya, terkutuk lah cerita ini yang malah mempertemukan mereka.

The Plot TwistDonde viven las historias. Descúbrelo ahora