4. Mencari Saksi

3.2K 345 11
                                    

Jihan termenung menatap cangkir berisi latte yang ada di hadapan. Jari telunjuknya bergerak memutari pinggiran cangkir dengan pikiran yang jauh berkelana mengarungi masa lampau.

Dia teringat saat Burhan pertama kali membawa Galih pulang. Saat itu usia pernikahan mereka sudah mencapai lima tahun, tapi keduanya masih belum juga diberi momongan. Tak ada kecurigaan berarti saat Burhan mengatakan bahwa Galih adalah anak terlantar, asumsi itu diperkuat dengan penampilan Galih yang amat memprihatinkan. Bocah berusia empat tahun itu tak mengingat apa pun bahkan sebaris nama yang diberikan orangtuanya sebelum menelantarkan.

Burhan berhasil meyakinkan Jihan untuk merawat Galih saat itu, apalagi mengingat sang istri yang kesepian sangat merindukan sosok buah hati.

Tiga tahun berselang. Burhan kembali datang membawa dua orang anak kembar. Rara dan Riri. Balita berusia dua tahun yang amat menggemaskan dan terawat itu diakui Burhan dia bawa dari panti asuhan. Lelaki itu terus saja meyakinkan istrinya bahwa merawat anak yatim akan membawa keberkahan bagi keluarga kecil mereka. Juga sebagai pancingan supaya Tuhan lekas mengabulkan doa mereka untuk menitipkan rezeki berupa janin yang tumbuh di rahim Jihan.

Namun, harapan hanya tinggal angan. Doa yang selalu dia langitkan masih tertunda dan entah kapan sampai pada Sang Pemegang Segala Takdir. Segala upaya telah mereka lakukan, dokter mengatakan bahwa rahimnya juga sehat dan tak ada yang salah dengan sistem reproduksi Jihan maupun Burhan.

Misteri tentang asal-usul Galih dan si kembar juga masih menjadi tanda tanya besar dalam benak Jihan bahkan sampai jasad Burhan dikebumikan. Tak ada surat atau dokumen adopsi yang ditemui meskipun dia sudah bersikeras mencari.

Sebenarnya sudah lama Jihan ingin melakukan tes DNA pada mereka. Tetapi rasa sayang Jihan pada ketiga anak asuhnya mengalahkan rasa penasarannya. Jihan hanya terlalu takut, takut bila hasil yang ditunjukkan mengecewakan, takut bila Galih dan si kembar terbukti sebagai anak Burhan, hubungan mereka akan pudar. Dan Jihan terpaksa harus menerima penawaran Pak Ridwan untuk memberikan hak asuh mereka pada Bu Yuli.

"Maaf menunggu lama."

Lamunan Jihan tersentak saat melihat seorang lelaki tinggi gagah dengan jaket kulit hitam duduk di hadapan. Dia baru sadar bahwa sejak tadi sebelah tangannya mengusap perut yang datar.

Jihan mengangkat kepala, lalu terperangah dibuatnya.

Jihan mengurut pelipis, dan meringis, ketika mengetahui detektif yang ayahnya sarankan untuk menangani kasus suaminya. Dia adalah Fahri Azikri lelaki dari masa lalunya.

Masih lekat dalam ingatan bagaimana Jihan menolak dua kali lamaran yang Fahri ajukin lima belas tahun silam, hanya karena lebih memilih Burhan.

"Apa kabar?" Fahri membuka percakapan dengan pertanyaan yang sebenarnya agak rancu.

Penyataan seperti itu jelas tak patut ditanyakan mengingat Jihan baru saja kehilangan suaminya.

"Tidak menentu, berantakan, dan sangat memprihatinkan." Jihan tetap menjawabnya dengan beberapa kata yang sedikit ditekan. "Kalau kabar Mas sendiri bagaimana? Anak, istri?" Jihan balik bertanya dengan hati-hati.

"Saya belum menikah sampai sekarang."

Pupil mata Jihan melebar. Dia membekap mulut lalu tersenyum sungkan. "Ah, maaf."

"Tak apa. Kita langsung ke intinya saja, ya!"

Jihan mengangguk antusias. Lebih baik seperti itu daripada membahas masa lalu yang hanya membuat suasana menjadi canggung dan tak menyenangkan.

"Saya mendapat berkas-berkas ini dari detektif yang sebelumnya menangani kasus Pak Burhan. Kita kaji sama-sama, ya."

Detektif Fahri mulai mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalam tas raselnya. Lalu mengeluarkan satu per satu foto anggota keluarga Burhan.

"Yang ini ... ibunya Pak Burhan, benar?" Detektif Fahri menunjuk foto Bu Yuli.

Jihan mengangguk pelan.

"Awalnya saya pikir kakaknya. Soalnya penampilan beliau terlihat ...."

"Jauh lebih muda dari usianya," potong Jihan. Detektif Fahri mengangguk setuju. "Itu juga salah satu hal yang membuat saya heran. Wajahnya bahkan tak berubah sejak lima belas tahun silam."

"Mungkin perawatan beliau mahal," terka Detektif Fahri.

Jihan mengedikkan bahunya.

"Mungkin," sahut perempuan itu tak yakin.

"Kalau ini adiknya?" Detektif Fahri beralih pada foto berikutnya.

Jihan mengangguk lagi. "Ya, dia Nisya umurnya menginjak tiga puluh, tahun ini."

"Beliau belum menikah?"

"Belum."

"Auranya beda, ya. Hanya melihat dari foto saja saya sudah bisa menyimpulkan kalau tipe wajahnya banyak disukai para lelaki."

"Termasuk Anda?" cibir Jihan yang membuat Detektif Fahri salah tingkah dibuatnya.

"Ah, bukan begitu. Kita lanjut yang berikutnya." Dia langsung mengalihkan pembicaraan pada foto selanjutnya. "Ah, kalau yang ini saya tahu. Dua minggu lalu, kan beliau baru saja dilantik sebagai pejabat pemerintahan. Pak Bahar Hakim, kan?"

Jihan kembali mengangguk.

"Setiap akhir pekan mereka selalu mengadakan privat party bersama para kalangan atas lainnya. Saya maupun Nova tidak pernah diikutsertakan karena acara itu hanya diperuntukkan untuk keluarga yang terikat darah saja katanya. Sampai saat ini saya tak tahu acara macam apa itu. Namun, besoknya selalu ada korban yang meninggal di kompleks perumahan kami," papar Jihan mulai menjabarkan keterangan yang dia ketahui terkait keluarga suaminya.

"Suami kamu juga ikut?" tanya Detektif Fahri.

"Iya."

Detektif Fahri terdiam sejenak. Sedikit demi sedikit dia mulai mencerna keterangan Jihan.

"Kamu sama sekali tak siapa saja yang terlibat dalam privat party tersebut?"

Jihan menggeleng.

"Selain keluarga Mas Burhan, tak seorang pun yang saya tahu."

"Kamu tahu dengan siapa akhir-akhir ini Pak Burhan pergi?"

Jihan terlihat berpikir.

"Setahu saya, akhir-akhir ini Mas Burhan sering pergi dengan sekretarisnya Cintya."

Detektif Fahri yang sudah menyadari sesuatu, langsung mencocokkan data yang dia dapatkan dengan keterangan Jihan, lalu menyimpulkan.

"Menyangkut itu. Saya baru mendapat kabar tentang tentang sekretaris Pak Burhan dari suaminya. Menurut keterangan beliau, Cintya dinyatakan hilang setelah malam kejadian."

"Apa?"

.

.

.

Bersambung.

RANJANG BERDARAH (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang