"Sepertinya, aku kenal orang itu," kata Emily. "Tidak asing."

Sebagai reporter yang sudah bekerja lebih dari lima tahun, Emily sudah menenumi begitu banyak orang. Wanita itu cukup pintar mengingat, hampir tak pernah ia melupakan orang yang pernah diwawancarainya atau liputan apa yang pernah ia lakukan. Emily akan segera ingat jika diberi suatu pertanyaan atau suatu petunjuk.

"Detektif, aku ingat dia adalah detektif," kata Emily.

"Kau yakin?" Issac tampak tak percaya.

"Aku akan mencoba bicara dengannya, mungkin ada informasi baru yang bisa kudapat." Emily segera berjalan kea rah orang itu.

Pria itu memiliki tinggi 180 senti, tubuhnya tegap dan tangannya kekar. Emily kembali mengingat kapan ia bertemu pria itu. Sekitar dua tahun lalu, di sebuah liputan pembunuhan. Ya, ada pria itu saat ia sedang meliput.

"Sedang menyelidiki kasusnya?" tanya Emily.

Pria itu menoleh. Wajah yang ditumbuhi kumis dan brewok tipis itu tampak kurang senang, apalagi saat melihat kartu nama yang dikalungkan di leher Emily. "Bukan urusanmu."

"Kau bercanda, aku meliput, segala hal tentang kasus adalah urusanku."

"Jika kau ingin mewawancaraiku, tidak ada yang bisa kau dapatkan," kata pria itu.

"Ehm, tak masalah aku sudah mendapatkan banyak informasi."

"Jadi, pergilah dan tak perlu mengganggu pekerjaan orang lain," kata pria yang kemudian membuang rokok di tangannya dan menginjaknya.

"Detektif Remi Malik, apa yang sedang kau selidiki?" tanya Emily. Ya, Emily sudah mengingat nama pria di sampingnya itu.

Remi tampak kaget, wanita di sampingnya tahu namanya. "Perselingkuhan," jawab Remi yang merasa tak perlu lagi bungkam.

"Ada kasus perselingkuhan dalam insiden bunuh diri itu?"

"Steve berselingkuh, istrinya ingin menggugat cerai dan mengambil hak asuh kedua anak mereka. Itu yang membuatnya bunuh diri."

"Kau dibayar oleh istrinya untuk membongkar kasus perselingkuhan itu?"

Remi hanya mengangguk.

"Sekarang, kenapa kau kemari?"

"Mencari pesan terakhir Steve untuk istri dan kedua anaknya," jawab Remi.

"Polisi tidak menemukan hal-hal semacam itu di lokasi."

"Polisi tidak sejeli aku," kata Remi. "Ayo ikut aku!"

"Emi, kita harus kembali!" teriak Ron.

"Kembali duluan, aku akan menyusul!" kata Emily.

Akhirnya, Remi berjalan menuju ruko itu. Emily mengikuti. Ada pintu rahasia karena pintu utama ditutup dan diberi garis polisi. Remi sudah hafal dengan ruko tiga lantai itu. Lantai bawah menjual deretan jam tangan mewah, lantai dua hanyalah gudang penyimpanan, dan lantai tiga tempat bunuh diri terjadi adalah sebuah tempat tinggal, ada kamar, dapur dan kamar mandi.

Emily menyaksikan sendiri TKP, ada darah di lantai yang sudah mengering. Remi tampak mencari-cari sesuatu. Emily sibuk memperhatikan detail TKP dan menulis apa yang ingin ia catat sebagai bahan informasi.

"Apa yang kau ketahui soal selingkuhannya?"

"Dia sempat bekerja di ruko ini," jawab Remi. "Affair antara bos dan majikan, ya?"

Remi tak menjawab, ia menemukan sebuah buku di lemari. "Kemarilah!"

Emily mengangguk, lalu melihat apa yang ditunjukkan Remi. Sebuah novel dengan coretan-coretan.

"Ada kata-kata yang dilingkari di bagian ini, di sini, juga ini," ujar Remi menunjukkan bagian-bagian itu.

Dengan sigap, Emily menuliskan kata-kata itu. "Aku akan memberikan semuanya kepada pelayan itu."

Remi tampak sedikit bingung. "Semuanya, itu berarti ruko ini atau hartanya."

"Memberikan semuanya? Tunggu, apa ada kata-kata lain yang dilingkari."

"Ada!"

Emily tersentak. Kaget. Begitu juga Remi. Keduanya tampak tak percaya.

Sampai jumpa lagi!

1. Bagaimana pendapat kalian tentang bab ini?

2. Bagian mana yang paling kalian suka?

3. Bagian mana yang paling buat kalian penasaran?

⌘♛∞♛⌘

Making Crazy ScandalDove le storie prendono vita. Scoprilo ora