"Kalo ada yang ngelaporin ke guru sekarang, gue abisin kalian semua!" bentak Mars kepada siswa-siswi yang menonton. "Ada yang ketauan ngerekam juga, gue banting tuh HP!" ancam Mars mengerikan. Membuat semuanya bergidik takut. Garda terdepannya Eagleons.

Ellgar menatap adiknya yang sedang dirangkul Rival. "Sini baby girl!" suruh Ellgar membuat Cahya langsung menghampirinya.

"Kamu diapain sama mereka?" tanya Ellgar tanpa basa-basi.

"Gue aja yang jawab," sela Rival ikut maju lalu tersenyum smirk. Melihat Sela, Rebecca, Mega dan Sintia yang sangat ketakutan.

"Adek lo ditampar." Rival membisiki Ellgar.

Ellgar mengepalkan kedua tangannya hingga kubu-kubu jarinya memutih. Dadanya bergemuruh, deru napasnya tak beraturan. Rahangnya mengetat, kepalanya sudah panas. Di otaknya hanya ingin menghancurkan para gadis gila ini.

Ellgar maju lalu menampar kuat mereka satu persatu hingga sudut bibirnya berdarah, semuanya langsung memekik histeris. Tak menyangka Ellgar akan semarah itu.

Rebecca meringis lalu menatap berang Ellgar, laki-laki yang dicintainya.

"Apa?" balas Ellgar remeh. "Mau bilang gue banci karena nyakitin cewek?" tebak Ellgar.

"Gue bisa jadi malaikat maut kalo tentang adek gue. Lo salah main-main sama gue Rebecca." Ellgar mendesis menyeramkan.

"Adek lo juga disiram," adu Rival. Ellgar langsung menyuruh Mars agar mengambil air dengan ember. Lagi, Ellgar menyuruh Dion---sahabatnya juga untuk membeli saos.

Genta hanya diam memperhatikan. Lagian sudah banyak korban yang dibully di sini, empat cewek itu pantas mendapatkannya. Bahkan sudah banyak korban yang pindah sekolah karena tak tahan dengan pembullyan, ada juga yang sampai depresi. Sekali-kali mereka harus diberi ganjaran yang setimpal. Apalagi kali ini korbannya ialah calon selingkuhannya.

Mars datang membawa air dibarengi oleh Dion yang membawa satu botol saos.

"Campurin saos itu ke air," titah Ellgar. Mars langsung menjalankan tugasnya.

Empat cewek itu ingin lari tapi ditahan Genta dan teman-teman Ellgar.

"Siram," suruh Ellgar santai kepada Cahya. "Jangan takut, ada Abang di sini. Bales mereka lebih kejam. Inget, lo anak Bumi."

Cahya mengangguk. Tanpa rasa kasihan ia langsung menyiramkan air berisi saos itu ke cewek-cewek gila yang melakukan bully terhadapnya. Cahya mengingat, tadi saat di kamar mandi, semuanya membully tanpa rasa  kasihan bahkan malah tertawa kesenangan. Balasan ini sangat setimpal.

Empat cewek itu langsung basah kuyup, bahkan seragamnya sudah penuh saos. Ellgar tersenyum bangga.

"Tampar satu-satu. Bales mereka." Ellgar memberi perintah. "Mereka nggak bakal kabur."

Cahya mengangguk lagi lalu maju. Satu persatu tangan cewek itu dipegang oleh teman-teman abangnya jadi tak ada kesempatan untuk lari. Lagi, Cahya menampar mereka dengan kuat, hingga pipinya memerah.

"Bibit Om Bumi," cetus Rival kagum. Benar-benar tak diragukan.

"Saya di sini."

Suara bariton itu membuat semuanya langsung merinding. Terlebih Rival dan Ellgar. Semua orang langsung memusatkan pandangannya ke arah lelaki dewasa yang baru saja datang. Jas hitam melekat di tubuh atletisnya. Wajahnya begitu menyeramkan. Derap langkahnya terdengar karena suasana hening.

Bumi langsung menghampiri Cahya. Penampilannya terlihat mengenaskan. Matanya juga sembab karena habis menangis.

"Sakit?" tanya Bumi sembari merangkum wajah pucat anaknya. Pipinya membangkak, membuat Bumi sedikit meringis.

RIVAL (End) Revisi Where stories live. Discover now