BAB ?: Give and Take

Start bij het begin
                                    

Pria itu menoleh kearahnya sambil tersenyum kecil dengan wajah yang terlihat kesal. "Tidak bisakah kau diam sebentar saja, aku barusaja selesai memperbaiki ini" ucap Luis lembut sambil menunjuk tangan Amon yang terlepas.

Terdiam, Amon menoleh kearah lain menghiraukannya. Luis menghela nafas panjang sebelum mengambil tangan Amon yang barusaja selesai dia sambungkan kembali, dia lalu mengatakan. "Kau akan kehabisan waktu jika tubuhmu tidak segera pulih"

Membuat Amon mengernyit penasaran saat mendengarnya, dia menoleh kearah Luis sambil mengingat ingat apa yang terjadi kepadanya. "Barms tewas?" ucapnya kebingungan saat melihat Luis menganggukkan kepalanya.

"Bagaimana bisa?"

"Pria itu pergi sendirian keperbatasan Red Moon Pack siang tadi, Albert yang barusaja sampai disana mengatakan Barms tewas terbunuh" jawab Luis tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.

Mengerutkan keningnya sambil menatap langit langit, satu nama terlintas dibenak Amon. Siapa lagi jika bukan Alex pelakunya, berdecak Amon berharap Erza tidak berada disana dan melihatnya. Dia tidak mau gadis itu melukai dirinya setelah melihat seseorang yang disayanginya terbunuh didepan mata.

Amon baru menyadari apa yang gadis itu pikir dan rasakan setelah mendengar permintaan pertamanya, dimana saat beberapa penjahat meneror kota dan membunuh banyak orang.

"Amon, kenapa kau hanya menolongku?" tanya Erza kecil mencoba melepaskan dirinya saat Amon sedang berlari kencang menjauh.

Ia hanya terdiam membisu, namun apa yang setelahnya terjadi Erza benar benar lepas dari gendongannya dan terjatuh cukup jauh.

Dengan alis menaut gadis kecil itu menghiraukan dirinya yang terluka akibat jatuh saat Amon berlari. "Aku akan tetap disini jika Amon tidak menolong mereka"

Hanya dengan mengingatnya kembali Amon merasakan kepalanya menjadi pening, terkadang dia tidak paham dengan apa yang Erza pikirkan saat memprioritaskan keselamatan orang lain daripada dirinya sendiri.

.

.

.

"Mungkin, aku tidak tau"

Wanita itu reflek melangkah mundur hingga punggungnya membentur almari, terkejut pada Erza yang tiba tiba saja menjawab pertanyaannya. Terlebih entah bagaimana gadis itu sudah terduduk sambil menatapnya datar dengan mata merah.

"Apa aku menusuknya terlalu dalam?" tanya gadis itu dengan ekspresi yang sama mengganti topik, wanita itupun mengangguk sebagai jawaban.

Mencabut selang darah ditangannya, Erza mengambil kantong darah yang tergantung disampingnya untuk diminum langsung. Habis dalam satu tegukan gadis itu kembali menoleh kearah dokter tadi. "Apa kau punya lagi?" tanyanya.

"Aku sudah menyuruh beberapa orang untuk membawakan darah, mungkin sebentar lagi" jawab dokter itu dengan suaranya yang terdengar gemetar, dia tidak pernah mendengar ataupun tau jika calon Luna dihadapannya ini meminum darah.

Mendengus setelah mendengarnya, Erza kembali membaringkan tubuhnya yang terasa sakit. Memejamkan matanya, dia berharap tubuhnya akan segera pulih setelah meminum beberapa kantong darah lagi.

Namun saat Erza kembali membuka matanya lagi dan melihat kearah jam, tidak sadar sudah hampir 4 jam dirinya tertidur. Sambil meringis merasakan sakit didadanya, gadis itu turun dari tempat tidurnya berjalan menuju jendela kamarnya.

Stap!

Erza melotot terkejut dengan sebuah anak panah yang melesat sangat cepat kearahnya, yang untung saja tidak mengenainya. Mengeluarkan sedikit kepalanya untuk melihat keadaan dibawah sana. Gadis itu menautkan alisnya bingung dengan pertempuran yang sedang dilihatnya.

"Apa yang terjadi dibawah sana?" gumannya kebingungan, menoleh sekitar dia juga tidak menemukan dokter tadi berada dikamarnya.

Ia berada didalam sini sendirian. "Celin, Celina?" panggil Erza lirih berjalan masuk kedalam beberapa ruangan dikamarnya, dia benar benar sendirian didalam sini.

Hilangnya Celin dan Celina kembali memancing rasa panik Erza yang berada dibatas normal, didalam situasi semacam ini tidak mungkin bagi mereka untuk melawan jika sampai tertangkap.

Membuka kemeja longgar yang dipakainya, dapat Erza lihat darah merembes dari luka yang dibuatnya sendiri. Mengambil gulungan kain kasa lain yang tergeletak dimeja gadis itu merangkap perban didadanya hingga 2 kali, setelah itu kembali memakai kemejanya dan mencari satu benda tajam untuk dibawanya keluar.

"Kemana perginya gunting dikamar ini?" tanya Erza melihat kesekitar kebingungan.

Kembali mengingat ingat dimana dirinya terakhir meletakkannya, Erza mulai menyadari sekotak jarum yang dipakainya menjahit pakaian sikembarpun juga menghilang dari kamarnya. Mengatupkan giginya kesal Erza sungguh tidak percaya jika Alex akan sampai mengambil semua benda tajam dikamarnya.

Lagipula tidak mungkin dirinya akan mati sekonyol itu, dia hanya memberi gertakan kepada pria itu karena sudah membunuh ayahnya. Tapi bukan berarti Erza tidak marah kepada pria itu, dia hanya memerlukan waktu yang tepat untuk meluapkan amarahnya.

Berjalan perlahan mendekati pintu, Erza mengurungkan niatnya saat mendengar sebuah percakapan dan memilih berdiri dibelakang pintu. 

.

.

.

Tbc

Aku gk tau harus bilang apa, jadi happy reading:) 

Sniper Mate: Demon BloodWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu