CLS | 13

3.6K 483 12
                                    

"Anjing! Sepeda gue?!"

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Anjing! Sepeda gue?!"

Davina melihat sepedanya yang sudah tidak berbentuk. Roda belakangnya sudah lepas, rantainya putus, pokoknya tidak jelas bentuknya. Gadis itu menatap sekelilingnya, mencari siapa makhluk yang berpotensi menjadi pelaku.

"Ren, Ren!" Davina memanggil Reni, temannya yang tiba-tiba lewat. "Lo liat orang yang ngerusakin sepeda gue, nggak?"

Reni menggeleng. Ia melihat sepeda Davina, lalu tertawa. "Segabut apa tuh orang? Ancur gini sepeda lo!"

Davina berdecak. "Dah sana lo pergi! Hush hush!" usir Davina. Reni pun pergi sambil tertawa. Sungguh, sepeda Davina benar-benar tidak ada bentuknya sekarang.

"Sepeda lo kenapa, Dav?" tanya Raja yang tiba-tiba muncul.

"Ancur," jawab Davina sebal. Raja berjongkok, memeriksa seberapa parah kondisi sepeda Davina. Rantainya putus, roda belakang hilang, stang juga lepas. Dari skala satu sampai sepuluh, tingkat kerusakannya dua belas.

"Bawa ke mobil gue aja, bawa ke bengkel. Kali masih bisa dibenerin," ucap Raja. Ia mengangkat sepeda Davina, memasukkannya ke bagasi mobil. Davina masih diam di tempat, melihat apa yang dilakukan Raja.

"Masuk, Dav," ajak Raja. Lumayan, siapa pun yang merusak sepeda Davina, tolong menampakkan diri, karena Raja ingin berterima kasih. Kan, dia jadi bisa mengantarkan Davina pulang.

"Beneran nggak papa, nih?" tanya Davina. Raja mengangguk. Davina pun berjalan mendekati mobil Raja. Tapi baru dua langkah, tiba-tiba tangannya ditarik dari belakang.

"Lo pulang bareng gue!" ucap Cellus, sang pelaku. Davina dan Raja sampai melongo. Tak hanya mereka berdua, semua orang yang berada di parkiran pun sama kagetnya.

"Gue pulang bareng Raja, sekalian ke bengkel," tolak Davina. Ia hendak melepas genggaman tangan Cellus di pergelangan tangannya, namun laki-laki itu semakin mengeratkannya.

"Heh, lepas! Lo kenapa, sih?!" tanya Davina tak terima. "Lepas sebelum gue tendang masa depan lo!"

"Lo kan masa depan gue," jawab Cellus tengil. "Gue bakal tanggung jawab. Gue yang ngerusak sepeda lo."

Davina membeku di tempat. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha mencerna ucapan Cellus. "H-hah?"

"Ho'oh." Cellus manggut-manggut. "Gue yang ngerusakin. Jadi, gue yang tanggung jawab."

"Oh, jadi lo?" Cellus manggut-manggut. Agak aneh melihat respon Davina yang kelewat santai.

Davina menatap Raja. "Ja, gue nggak jadi nebeng lo, deh. Gue bareng Cellus aja."

Raja yang tadinya tersenyum gembira, langsung runtuh akibat ucapan Davina. Meski begitu, ia masih tak ingin menyerah. "Sama gue aja, Dav. Gue ada kenalan bengkel sepeda, kok."

"Gue punya bengkel sepeda," ucap Cellus tak mau kalah. "Udah, lo balik aja. Siniin sepedanya."

Raja berdecak kesal. Ia menatap Cellus dan Davina bergantian. Melihat Davina mengangguk, mengambil sepeda gadis itu dari bagasi mobilnya, dan menyerahkannya pada Cellus dengan sangat tidak ikhlas.

"Gue balik dulu ya, Dav. Ati-ati lo pulang bareng dia," ucap Raja sambil menunjuk Cellus dengan dagunya. Davina tersenyum, lalu mengangguk. "Thanks, Ja."

"Thinks, Ji," cibir Cellus. Biasa, cemburu.

Sepeninggal Raja, Davina langsung berbalik, menghadap Cellus. Dilayangkannya sebuah tonjokan telak di pipi laki-laki itu, membuat semua orang yang melihat memekik kaget. Kecuali teman-teman Cellus yang sejak tadi menonton, tentunya. Mereka langsung tertawa terbahak-bahak.

"Kok ditonjok, Pin?" tanya Cellus. Ia mengusap pipinya dengan lengan karena kedua tangannya masih membawa sepeda Davina.

"LO APA-APAAN, SETAN?! KENAPA LO NGERUSAK SEPEDA GUE?! BANGSAT!" umpat Davina marah. Napasnya memburu, wajahnya merah padam. Sumpah ya, kalau membunuh itu legal dan tidak dosa, sudah Davina racuni dengan sianida si Cellus ini.

"Biar lo pulang sama gue," ucap Cellus jujur. Sebenarnya rencananya tadi tidak begitu. Seharusnya, Cellus itu datang sebagai pahlawan. Eh, tapi waktu lima menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi, Cellus tiba-tiba ingin buang air besar. Sudah kebelet. Jadi mau tak mau, ia menuntaskan dulu keperluannya.

Waktu asyik-asyiknya, pintu toilet Cellus digedor-gedor oleh Felix, bilang bahwa Raja sudah mendekati Davina duluan. Langsung saja Cellus mempercepat urusannya yang belum tuntas itu. Dirinya bahkan sampai berlari ke lapangan parkir agar tidak keduluan. Jadilah, ia terpaksa jujur. Habis, peran jadi pahlawan sudah diambil Raja duluan.

BUGH! BUGH! BUGH1

Davina kembali melayangkan pukulan bertubi-tubi pada punggung Cellus sambil terus mengumpat saking jengkelnya. "Aduh, duh! Pin! Sakit, Pin! Ya ampun, Pipin!" racau Cellus.

Setelah puas memukuli Cellus, baru Davina berhenti. Ia mengambil stang sepedanya yang hampir jatuh dari genggaman Cellus. "Anterin gue balik sekarang!"

Cellus mengangguk patuh. "Oke!"

***

Setelah mengantar sepeda Davina ke bengkel sepeda, Cellus memaksa untuk mampir dulu ke restoran dengan dalih lapar dan sekalian membelikan makan siang untuk Diego. Dengan berbagai cara dan rayuan, akhirnya Davina mengiyakan. Lumayan, gratis.

Davina dan Cellus tiba di restoran khas masakan Indonesia. Saat ini, keduanya sibuk membolak-balik buku menu.

"Ayam bakar kecap satu ekor, gurame goreng satu, mie goreng satu, nasi goreng teri satu, cah kangkung satu, nasi putih dua. Sama bungkus nasi soto ayam, minta dipisah. Sama ayam goreng dada dua potong. Minumnya es teh manis jumbo dua."

Baik sang pelayan maupun Davina, sama-sama melongo mendengar pesanan Cellus. Kalau pelayan melongo karena pesanan Cellus begitu banyak, Davina melongo karena Cellus memesan semua makanan kesukaannya.

"Lo mau nambah apa lagi?" tanya Cellus. Davina menggeleng, masih dalam ketercengangannya.

Sepeninggal pelayan, Davina kembali menatap Cellus curiga. "Itu semua makanan kesukaan lo?"

Cellus menggeleng. "Kesukaan lo."

"Kok lo tau kesukaan gue?"

Cellus tak langsung menjawab. Ia lebih dulu memajukan tubuhnya, menatap Davina dengan begitu intens.

"Kalo gue bilang gue suka sama lo, lo bakal percaya, nggak?"






Incognito - Cellus.
6-7-2021.

INCOGNITO ✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora