Dua Inspirasi

15 3 0
                                    


Kalau kemarin Eva yang main ke rumah Elena, malam ini sebaliknya. Dengan tanpa diundang, gadis berlesung pipi itu tiba-tiba saja sudah ada di depan pintu kamar saat Eva sedang melakukan sesuatu di sofa kamar.

"Wih, produktif banget gue liat-liat." Kalimat pembuka Elena dibarengi dengan lemparan totebag miliknya ke samping Eva. Sofa lembut berwarna ungu muda tersebut tidak hanya ditempati Eva tapi juga tas Elena.

Kamar Eva memiliki desain unik, beda dari keseluruhan desain rumahnya yang lebih mengedepankan style scandinavian dan didominasi warna netral seperti abu-abu. Kamar ini memiliki style modern bohemian yang berciri kebebasan. Digambarkan dengan banyaknya warna-warni tua yang berasal dari benda di sekelilingnya. Berkesan eksentrik yang menarik perhatian karena barang-barang DIY yang tidak sedikit.

Si empunya kamar tersenyum masam tanpa mengalihkan perhatian dari hakpen dan benang rajut di tangannya. "Ngapain kesini malem-malem?"

"Gak boleh gitu?"

"Kalo gak boleh emangnya lo mau gue suruh pulang lagi?" tanya Eva balik.

Elena menampilkan raut cemberut. "Mau nginep."

"Berapa lama?"

"Semalem doang."

Eva mengangguk-angguk. Ia sama sekali tidak keberatan oleh kedatangan Elena di rumahnya, bahkan sampai menginap seperti katanya tadi. Pertemanan merek sudah terjalin sejak kelas 9 SMP, jadi bukan hal membuat canggung untuk saling bertandang ke rumah masing-masing.

Elena yang melihat Eva seperti tidak akan asyik kalau diajak mengobrol, lantas mengeluarkan ponsel serta earphone dari totebag untuk digunakannya menonton Netflix. Akibat laptopnya yang harus berakhir di tangan teknisi elektronik--karena Elena tidak cukup yakin dengan saran Eva untuk mendiamkannya saja--ponsel yang memiliki tiga buah bulatan kamera itu bertambah fungsi. Tidak lain tidak bukan adalah untuk marathon series.

10 menit dua remaja perempuan itu sibuk dengan fokus masing-masing. Ketukan pintu menarik fokus mereka masing-masing hingga kini keduanya menatap pada hal yang sama.

"Neng, ini ada paket." Ketukan pintu tersebut berasal dari ART di rumah Eva, Mbak Ayis, yang datang untuk menyerahkan satu buah paket pesanan Eva. Meninggalkan sejenak benang rajut dan hakpennya, ia berjalan ke pintu untuk mengambil barang tersebut.

"Makasih, ya, Mbak," katanya sopan.

Mbak Ayis mengangguk dan permisi untuk kembali ke bawah yang juga dipersilahkan Eva.

Paket ditangannya ia lihat-lihat sembari menutup pintu. Ternyata hal itu mengundang tatapan ingin tahu dari Elena. "Apaan itu?"

"Buku."

"Buku apa?"

Eva tidak langsung menjawab melainkan lebih memilih membuka bungkusan untuk langsung memperlihatkan benda di dalamnya kepada Elena. "Ini doang," katanya usai buku yang dimaksud terpampang jelas di hadapan mereka.

Elena menggembungkan sebelah pipinya, "koleksi baru?" tanyanya sarkas.

"He'em," jawab Eva sekenanya.

Ia duduk di kursi belajar dan meletakkan buku baru tersebut di atas meja. "Gue beli buku ini terinspirasi dari 'Good job'nya Ms. Adel." Pernyataan Eva menghadirkan kernyitan di dahi Elena.

"Tadi di klub mentornya bukan Mr. Arya, diganti Ms. Adel. Dia katanya training gitu, gak ngerti deh gue, tapi cuma sehari. Nah, tadi dia ngasih materinya setara materi pembinaan OSN gitu, 'kan, pas punya gue yang dikoreksi, dia bilang "Good Job". Terus, ternyata pas di akhir kelas dia bilang kalau cuma tujuh anak yang penyelesaiannya memuaskan, gue salah satunya." Eva bahkan sampa tersenyum manis saat menceritakannya.

Eva's PrideWhere stories live. Discover now