Triton kembali duduk di atas singgasana kebanggaan. Napasnya memburu sebab angkaranya begitu melambung. Ekor hijau gelap yang bercampur biru itu bergerak-gerak gelisah. Terlihat jelas bahwa hatinya tidak dalam kondisi baik.

“Bahkan di saat aku sudah berhasil menguasai Thalassic … kau tetap tidak memandangku, Beryl ….” Triton memejamkan mata sejenak sebelum kembali membukanya seraya menampilkan tatapan murka. “Panggil semua anggota penyerang! Keluarkan ikan-ikan pembunuh! Malam ini … kita akan memperluas kerajaan dan memusnahkan Aquos!” titahnya pada para penjaga.

“Kali ini akan kupastikan tahta ini hanya menjadi milikku, dan Beryl … hanya melihat dan mendengarkanku. Hanya aku!”

Malam itu Aquos yang harusnya tenang seperti malam-malam biasanya, tiba-tiba menjadi begitu ribut. Aquos memang tidak pernah sepi. Namun kali ini keributan yang terdengar jelas bukan sesuatu yang bisa dinilai seperti biasanya. Dari jarak yang terbilang masih jauh, suara teriakan anarkis dan gemuruh ribut begitu jelas terdengar.

Semua kegiatan berhenti, termasuk latihan rutin di malam hari. Para penduduk Aquos memusatkan atensi pada kumpulan barakuda yang menyerbu tiba-tiba. Diameter mata mereka melebar. Berenang tidak tentu arah sehingga menghasilkan suara ribut dari kibasan ekor. Tidak, penduduk Aquos tidak kabur karena takut. Mereka hanya mengambil waktu sejenak untuk bersiap dengan senjata perang.

Raut wajah mereka mengeras dengan alis menukik tajam. Tubuh bagian atas sedikit merunduk. Kedua telapak tangan menggenggam apik senjata masing-masing saat melihat penjaga istana Thalassic datang tanpa permisi dengan raut wajah penuh angkara.

Sraassshh

Tebasan pedang terdengar begitu nyaring. Kilat cahaya dari trisula saling beradu. Bahkan ikan-ikan laut yang memiliki mulut runcing serupa pedang ikut ambil peran saat menyerang Aquos yang nyatanya tidak mengetahui sebab dari penyerangan kerajaan Thalassic.

“Astrapí!” Kali ini kilatan cahaya serupa petir saling beradu, membuat bebatuan kokoh hancur lebur karena mantra penghancur yang Triton layangkan.

Mendengar ribut-ribut tidak wajar, Navie memilih bangkit dari tempatnya. Kembali memandang Aquos dari celah koral sebelum akhirnya berteriak lantang hingga membangunkan Beryl.

“BERYL, AQUOS DISERANG!” Tanpa pikir panjang Navie mengambil tombak yang berada tidak jauh darinya. Mengepakkan ekor secepat mungkin agar sampai ke pusat Aquos.

“COBALT!” Di sana, Navie menyaksikan bagaimana ekor Cobalt —sang pemimpin Aquos— terluka. Sirip ekornya kini hanya tinggal satu dengan darah merah kehitaman yang mengalir deras.

“Hi, Navie … old friend?” Senyum pongah terpatri di wajah Triton yang kini sedang dikawal oleh penjaga istana Thalassic.

“Hentikan, Triton!” bentak Navie.

“Kembalikan Beryl pada Thalassic. Kau jelas-jelas bisa dianggap sebagai penjahat karena menculik calon ratu Thalassic.”

Beryl tersentak begitu mendengar namanya disebut. Calon ratu katanya? “Aku datang ke sini atas keinginanku sendiri ja –“

“Iya, calon ratuku … dimengerti. Jadi, ayo kembali ke tempat di mana kau seharusnya berada.” Suara Triton selalu terdengar lembut jika berhadapan dengan Beryl.

Mendengar itu Navie terkekeh ringan, hampir saja melepas tawa sebenarnya. Tampaknya Triton tidak sadar dengan ucapannya. Lantas, yang dilakukan Navie sedikit membuat Triton penasaran. Dengan alis terangkat satu, Triton memandang uluran tangan Navie yang kini hanya berjarak beberapa centimeter darinya.

“Biar kuulangi,” ucap Navie. “Kita sudahi saja main tukar perannya. Jadi, ayo kembali ke tempat di mana kau seharusnya berada … Triton?” Navie sengaja mengucap kalimatnya dengan nada yang Triton buat sebelumnya.

AMBISIWhere stories live. Discover now