45. covert carelessness

124 36 12
                                    

Happy reading!

---

Sebuah cahaya yang datang dari langit menerpa wajah bersih Winter. Kelopak matanya terbuka, mengerjap-ngerjap karena sinar matahari langsung menusuk retina matanya tanpa izin. Winter baru saja menyadari posisinya tidur sambil memeluk Topaz, pantas saja ia tertidur nyenyak tanpa merasa kedinginan. Lantas Winter berdiri, menatap sekitar. Masih di tengah hutan. Sepanjang mata memandang hanya ada pohon, ranting, semak, dan tumbuh-tumbuhan liar yang tidak ia ketahui namanya. Selain itu, yang ia temukan adalah dirinya, Topaz, dan tumpukan bekas api unggun. Hanya dirinya.

"Ke mana Summer?" Winter bertanya pada dirinya sendiri.

Tepat saat ia mengelilingi sekitar tempat ia bermalam, Topaz bergerak terbangun. Winter menghampiri kuda jantan itu, kemudian mengusap rambut wajahnya dan tertawa gemas. "Kamu lihat Summer, Topaz?"

Topaz mengeluarkan whinny dan menggeleng. "Oh, baiklah-baiklah. Ayo kita berjalan sedikit, sambil mencari Summer," ajak Summer. Dan Topaz pun mengangguk. Kayanya semua yang ada di sini bisa bertelepati deh, Winter membatin.

Winter mengikuti arah jalan Topaz, namun tiba-tiba saja Topaz menyalipnya—ralat, mencegatnya. Membuat Winter pun ikut menghentikan langkahnya, dia menekan dadanya, isyarat yang kemungkinan besar mengatakan 'bikin kaget aja!'.  Tak lama berselang, tiba-tiba Topaz memposisikan diri di depannya, seperti berlutut? Ah, Winter mengerti, Topaz menyuruhnya naik ke pelana. Winter pun mengangguk, naik ke sana perlahan. Sedangkan Topaz kembali menegakkan tubuhnya dan berjalan untuk melanjutkan perjalanan mencari Summer.

Topaz si kuda membawa Winter mengitari beberapa spot di hutan. Ternyata hutan ini cukup indah. Alamnya terjaga, atau sepertinya tempat ini belum pernah disinggahi siapapun? Tapi masuk akal juga jika hutan ini memang dijaga. Winter pernah mendengar dari Philip bahwa Niall menjaga ketat hutan-hutan di teritorialnya.

Kalian tahu? Bahkan di sini masih ada kelinci yang berkeliaran. Biasanya hewan-hewan kecil seperti kelinci lumrah dijadikan bahan santapan oleh manusia. Tapi di sini, itu semua seperti tidak tersentuh.

Saat Winter mendongakkan kepala untuk melihat cahaya matahari yang berusaha menembus dedaunan pohon, tak sengaja matanya melihat siluet seorang gadis dengan postur tubuh yang familier sedang duduk bertengger diantara rangkai pohon. Gadis tersebut khidmat menikmati indahnya alam semesta. Winter pikir dia adalah Summer, ada pedang miliknya di sana. Tapi Winter memilih untuk tidak mengganggunya dengan memanggil atau mengeluarkan suara. Ia lebih memilih diam bersama Topaz, menunggu gadis tersebut turun, entah kapan.

Aneh, Topaz tiba-tiba saja meringkik membuat siluet itu berbalik, dan benar saja, itu adalah Summer. "Winter? Kau sudah bangun?" tanyanya sambil melompat turun dengan lihai.

Kedua sudut bibir Winter terangkat, mengangguk. Dia teramat senang menemukan Summer.

"Cepet banget akrab sama Topaz, haha." Summer bergurau. Tangannya mengambil tali kekang Topaz, mengambil alih arah jalan dan mengarahkannya ke selatan tanpa ikut naik ke punggung Topaz di mana Winter sedang duduk di sana.

"Sedang apa di atas tadi?" Winter yang masih berada di punggung Topaz bertanya.

Summer mendongak, menatap Winter. "Nyari tau di mana kita berada. Winter tau ga? Di atas, aku bisa lihat lembah-lembah dan perbukitan—eh, dan juga pegunungan. Indah, hijau. Sini aku tunjukkin." Katanya. Lantas menarik lagi tali kekang Topaz, membawanya ke suatu tempat.

Sampailah mereka di sana. Summer membawa Winter dan Topaz ke ujung tebing, memposisikannya di tempat yang aman, sehingga Winter bisa melihat panorama super duper indah dari sini dengan tenang. Summer sukses membuat Winter terkesima, matanya berbinar-binar. Summer benar, indah sekali!

Panorama yang Summer tunjukkan adalah pemandangan lembah, dataran tinggi, dan jejaran gunung. Winter juga bisa melihat sungai besar membelah di antaranya. Melihatnya sangat segar, hijau sejauh mata memandang. Benar-benar asli. Winter tak henti-hentinya memuja-muja pemandangan ini. Kapan lagi bisa melihat, kan? Bukan hanya itu, udara segar dan bersih juga mengelilinginya. Gunung-gunung yang berjejer, lembah yang berada di antara daratan tinggi dan sungai biru yang membelahnya, terlihat sangat kecil dari sini. Seperti lukisan!

Summer menatapnya, seolah bertanya, indah kan? Dan Winter mengangguk girang, kemudian kembali menatap ke depan. Sementara Summer duduk bersandar pada pohon sambil memakan sepotong roti sebagai sarapan selagi Winter mengamati pemandangan.

Beberapa menit kemudian saat roti sudah sepenuhnya berada di lambung Summer, Summer kembali menghampiri Winter. "Kita akan melewati itu semua. Jadi, mau berangkat sekarang?" tanya Summer yang direspon anggukan oleh Winter. "Baiklah. Tidak ada yang tertinggal di sana, kan?"

Kepala Winter bergerak ke kanan-kiri. "Nggak. Api unggun nya gimana? Udah kamu Pastika apinya mati sempurna?"

"Udah kutumpuk juga dengan pasir. Aman." Summer menyatukan jari jempol dan telunjuknya. Oke.

Kemudian Summer kembali menarik Topaz untuk berjalan menuruni bukit yang mereka pijaki. Winter mendongakkan kepala selama perjalanan melewati satu bukit, entahlah, harusnya dia merasa pegal, tapi mungkin pemandangan hijau ini bisa membayarnya. Sedangkan Summer berjalan di depan, memandu arah sambil berjaga-jaga. Matanya tidak menatap pohon-pohon atau yang Winter sebut indah, tapi memandang sekitar, bola matanya bergerak tak menentu. Summer sangat serius, teliti, dan perfeksionis, meskipun tampangnya terlihat santai. Dia mengawasi, bisa saja pasukan dari Betelgeuse tiba-tiba menyerang, kan?

Itu kabar baiknya, Summer bisa diandalkan dan dia adalah pemimpin yang baik. Kabar buruknya, Summer tidak bisa memberi tahu Winter bahwa mereka masih tersesat tanpa petunjuk apapun.

"Summer, ngga naik?"

Summer menggeleng. "Nggak, kamu aja." Summer tiba-tiba meraih ransel, mengambil sepotong roti isi margarin dan memberikannya pada Winter. "Belum makan, kan?"

Winter mengangguk, menerima roti itu dan memakannya. "Terima kasih. Kamu udah makan?" tanya Winter sambil mengunyah roti.

"Sudah."

Lantas hening.

Percakapan mereka tidak habis. Sampai mereka melewati lima lembah pun mereka tak habis berbincang, bergurau, tertawa, dan saling jail. Tidak, hanya Summer yang jail seperti biasa. Dan Winter, dia hanya terkekeh pelan atau tersenyum. Mungkin Winter merasa tidak enak badan, dia tiba-tiba diam begitu saja.

Setelah berjalan begitu lama bersama Topaz, melewati belasan lembah, menembus dua kawasan hutan, jam berjalan begitu cepat dan melelahkan. Sepertinya mereka sudah mendekati petang, matahari tidak seterik beberapa jam lalu. Dan mereka tidak mendapatkan hasil. Tidak ada perkampungan. Hanya ada hutan, hutan, dan hutan.

Winter menghela napas, sebenarnya ada satu pertanyaan di kepala Winter. Sayangnya Winter terlalu sungkan untuk bertanya, lagipula, she's not in the mood to speak anything, Winter memilih diam.

Summer sudah naik ke punggung Topaz dua jam yang lalu, dan ia merasa Winter meremas bajunya, cemas. Summer yang peka pun menoleh. "Kenapa, Winter? Apa ada sesuatu yang gak nyaman? Bilang aja ke aku."

Winter meneguk ludah, Summer bisa membaca pikiran. Berbohong pun rasanya akan susah ditelan. Akhirnya Winter memilih untuk mengeluarkan pertanyaan yang mengganggunya tersebut.

"Um, Summer, kira-kira ... kapan kita sampai?"

Tapi, pertanyaan telak, membuat Summer terdiam seribu bahasa. Dia meneguk ludah. Oh, sial. Winter tidak boleh tahu Summer sangat ceroboh dan menutupinya dengan kelihaiannya memimpin perjalanan. Tidak boleh!

---

To be continued!

---




anw, pemandangan sekaligus perjalanan yang harus di tempuh, yang di kasih liat Summer ada di mulmed yaaa.

KAPRIKORNUSWhere stories live. Discover now