Dan malam ini ketiganya sudah duduk bersama, di depan tv dengan selimut yang membalut ketiganya. Posisi Lingga berada di tengah kedua kakaknya ,terhimpit.

"Bara Lo kurang belai, apa gimana? Gelayutan gitu kek monyet"

Bara yang mendengar itu langsung mendelik kan matanya. Bangun dari sandaran di bahu Lingga Bara menatap sinis Tara yang ada di sisi kiri.

Bara tersulut.

"Heh, sadar! Lo sendiri gimana?, ngejadiin tangan Lingga jadi bantal!. Kurang belai Lo?"

Kenyataannya yang memang seperti yang dikatakan Bara, Tara pun sama dengannya bergelayut di Lingga bedanya Tara menjadikan tangan Lingga sebagai bantal lalu memeluk Lingga dari samping.

Sadar jika dirinya ternyata sama saja, Tara langsung bangun dan malah melempar bantal ke wajah Bara membuat Bara melotot seketika.

"Wajah Lo ngeselin"

Ujar Tara sekenanya, lantas bangkit berdiri dan pergi ke dapur.

Bara yang tidak terima langsung menyusul sembari membawa bantal, lalu berteriak kencang.

"MAKSUD LO? APA JING?"

Lingga yang mendengar keduanya sudah mulai ribut lagi di dapur, tanpa berniat untuk menengahi Lingga melanjutkan acara tontonannya.

Kali ini dia bisa memegang remot dan memilih acara tontonannya sendiri setelah kedua tangannya di monopoli kedua kakaknya. Lingga meregangkan kedua tangannya.

Lalu kembali menyandarkan tubuhnya dengan nyaman di sofa kasur apartemen Bara sambil mulai menyuap popcorn yang sedari tadi dianggurkan mereka, ke dalam mulutnya.

Omong-omong Bara dan Tara sudah saling tarik-menarik rambut  di dapur sambil terus lempar makian.

Ternyata, semakin bertambah usia keduanya yang tadinya jarang main tangan. Semenjak keluar SMA hal itu tidak mungkin terjadi lagi karena sekarang keduanya sama-sama berubah menjadi lebih tidak sabaran. Kalo kata Pele, Bara dan Tara itu sudah berubah menjadi pribadi yang lebih jujur dan terbuka, jadi biarkan saja.

°°°

Tengah malam, cuaca mulai tambah dingin sehingga selimut yang tadinya hanya satu lapis bertambah menjadi tiga lapis. Bara dan Tara juga di tengah malam ini sudah tenang, keduanya bahkan tampak saling memeluk satu sama lain.

Tapi Bara langsung melepaskan begitu dia terbangun dari tidurnya, dan kemudian memasang ekspresi jijik.

Bara kira yang dia peluk itu Lingga, maka tadi saat tidur dia nyaman-nyaman saja tanpa tau sebenarnya itu Tara adik tengilnya.

Tapi kemudian Bara sadar, jika Lingga bahkan tidak ada di antara mereka di sofa.

Maka dari itu Bara bangkit dari sofa, sambil memeluk diri. Bara berkeliling ke sekitar mencari Lingga dan begitu matanya menangkap siluet Lingga ada di luar berada di balkon Bara langsung membulat.

Lingga hanya pakai kaos oblong dan celana pendek bersandar di pinggir pembatas sambil memejamkan matanya.

Tanpa pikir panjang lagi Bara langsung pergi ke kamar membawa dua selimut tebal, lalu melangkah menuju ke luar.

"Lingga Lo gila!, Ini lagi dingin-dinginnya dan Lo cuma pakai begituan!"

Bara yang baru sampai, langsung marah. Apalagi matanya menangkap jelas kemerahan di kulit Lingga.

Bara yang kesal, menarik kasar Lingga mendekat padanya dan menyelimutinya lalu meniup tangan Lingga. Bara bersumpah bahkan rasanya tangan Lingga seperti membeku karena saking dinginnya.

"Ayo masuk!"

Ajak Bara yang cemas saat Lingga benar-benar tidak terlihatbaik-baik saja.

Tapi Lingga menolak dan malah berdiam diri, membuat Bara kembali marah.

"Lingga Lo bisa mati kena hipotermia!"

Setelah mengatakan itu Bara dibuat terdiam, begitu tiba-tiba Lingga mengulas senyum yang entah kenapa membuat Bara mendadak menjadi gelisah.

"Kakak Lingga gak kenapa-kenapa sungguh, tapi kakak bisa temani Lingga sebentar disini"

Entah kenapa Bara tidak bisa menolak bahkan kakinya rasanya dipaku di tempat, hendak memanggil nama Tara saja rasanya Bara tak mampu.

Bara harus menolong Lingga tapi Bara merasa jika dia tidak bisa.

Jadi Bara terpaksa mengangguk, membuat Lingga tersenyum senang.

Saat Lingga berjalan hendak mendekati Bara, tiba-tiba saja Lingga limbung dan entah kekuatan dari mana refleks Bara tepat sehingga membuat dia berhasil menangkap Lingga sebelum terjatuh ke lantai marmer yang dingin akan tetapi membuat Bara ikut terjatuh terduduk dengan memeluk Lingga. Bahkan Bara baru sadar Lingga tidak pakai alas kaki apapun.

Bara yang melihat itu tanpa disadar air matanya mengalir keluar.

"Lingga Lo kenapa?"

Tanya Bara dengan getar yang mulai terasa.

Melihat kakaknya menangis, anehnya Lingga malah tersenyum seolah khawatir Bara itu tidak berpengaruh terhadapnya.

Lingga malah memejamkan matanya menikmati angin malam. Padahal tubuhnya sudah dingin sekali, Bara yang memeluknya saja sampai menangis karena saking khawatirnya tapi dia bisa berbuat apa-apa karena Bara benar-benar tidak bisa seolah gerakan dan mulutnya telah diatur, jadi hanya kata yang menyiratkan khawatir yang bisa keluar darinya.

Di tengah-tengah Bara yang sedang menangis tiba-tiba Lingga berujar yang dimana setiap katanya malah membuat Bara makin menangis.

"Kakak Lingga ini gak kuliah di kedokteran, jadi liburan semester ini itu gak ada. Dan kunjungan ini itu juga gak pernah ada"

Mendengar itu Bara langsung menggeleng-geleng kepala menolak.

Lingga yang sedang memejamkan matanya, entah kenapa seolah tahu jika Bara sedang menolak ucapannya. Tangan dinginnya menyentuh pipi Bara membuat Bara takut karena saking dinginnya.

"Enggak Lingga enggak, Lo itu ada dan semua ini nyata"

Sangkal Bara sambil terus menggeleng. Tangannya terulur memegang tangan Lingga dipipinya

Dan tiba-tiba saja Lingga membuka matanya, lalu bangun dari sandaran di rangkulan Bara. Kedua tangannya dipakai untuk menahan kepala Bara agar berhenti menggeleng.

Bara yang diperlakukan seperti itu, menatap Lingga. Mata basahnya bertemu dengan mata Lingga yang malam ini walaupun begitu tampak sayu tapi entah kenapa mata Lingga begitu berkilauan sangat indah seperti ada bintang di dalam sana, membuat Bara terpaku.

Dan ditengah-tengah sesi tenang Bara. Lingga mendekatkan wajahnya lebih dekat dengan wajah Bara lalu tanpa diduga mencium pipi Bara membuat Bara kaget akan tetapi kembali sadar, begitu Lingga berbisik dengan jelas di telinganya.





"Kakak, Lingga udah gak ada. Ayo bangun"
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Tuan, Tuan!"

Bara tesentak bangun dari tidurnya , pundaknya diguncang dengan keras.

Bara langsung melihat ke sekitar dan mendesah lega, rupanya ia ketiduran.

"Maaf, Tuan. Penerbangan dari London dengan  tujuan Jakarta Indonesia dengan waktu 16 jam 15 menit sudah sampai"

Bara segera saja menatap kembali ke arah depan, dan tepat di depannya seorang pramugari tengah tersenyum.

Mendapatkan hal itu Bara pun ikut menarik kedua sudut bibirnya tersenyum tulus disana dan tak lama ia  berdiri mengambil barang-barangnya dibantu pramugari tadi.

Fin

-cerita mimpi Bara berakhir disini-




______

Btw ada yang masih mengganjal di benak?. Kalo ada sini komen ntar dijawab.












Rumah Untuk Lingga (Completed)Место, где живут истории. Откройте их для себя