Chapter 5 | Serangan Di Tepi Barat

232 75 3
                                    

Bising ledakan terdengar jelas di langit Gaza
Air mata darah turut membanjiri tanah Palestina
Satu persatu, mereka kehilangan orang yang mereka cinta
Keluarga, teman, mereka telah pergi menuju surga-Nya

Sampai kapan mereka akan terus menyerang negeri tak berdosa?
Sampai kapan mereka akan terus menindas rakyat Palestina?
Tak punyakah mereka hati nurani?
Kepada rakyat Palestina yang mereka sakiti?



Zayed berjalan keluar dari pintu mobil jep miliknya. Kedua kakinya melangkah cepat menuju sebuah bangunan tua berlantai satu.

Dilihat, seluruh pasukan Hamas tengah berkumpul sesuai barisan. Zayed berhenti tepat di depan para Hamas. Kedua tangannya dia lipat ke belakang. Iris mata cokelatnya menatap tajam objek yang berada di depannya.

"Tentara Zionis itu kembali menyerang di Tepi Barat. Dan aku mendapat pesan, jika pasokan bantuan telah tiba di bandara.. " ucap Zayed dengan dingin sembari menatap seluruh pasukan Hamas.

"Pasukan As-Sa'iqa, kalian ku tugaskan untuk membantuku bersama bersama pasukan Fatah Al-Intifada' di Tepi Barat. Dan untuk pasukan PLFP-GC, kalian ku tugaskan untuk mengambil beberapa bantuan di bandara Internasional Yasser Arafat yang baru saja tiba dari negara Indonesia. Apakah kalian mengerti? "

"Siap, mengerti, komandan. Segala puji bagi Allah untuk negara Indonesia!! " jawab seluruh pasukan Hamas dengan kompak dan antusias.

Zayed mengangguk singkat. Dirinya mengulas senyum di balik penutup wajah yang dia kenakan.

"Segala puji bagi Allah untuk negara Indonesia. Semoga, mereka senantiasa mendukung dan membantu kita agar negara ini segera merdeka.. " ujar Zayed dengan senyum yang masih mengembang.

"Aamiin.. " balas semua orang yang berada di dalam ruangan itu dengan kompak.

Zayed mengangguk singkat. "Bersiap-siaplah, kalian akan berangkat setelah selesai melaksanakan sholat ashar!! " perintah Zayed dengan tegas.

"Siap, komandan!! "

Satu persatu, semua orang telah pergi meninggalkan markas. Zayed mulai melihat ke arah sekitar ruangan. Kedua kakinya mulai melangkah menuju masjid terdekat. Hingga suara teriakan memanggil namanya membuat Zayed berhenti. Kepalanya berbalik ke belakang dengan tangan kanan yang berada di dalam saku celana.

Seorang pria berlari cepat ke arah Zayed. Pria tersebut berhenti tepat di depan Zayed dengan nafas tersengal-sengal. Setelah mulai tenang, pria itu mulai berbicara.

"Apakah kau akan ikut ke Tepi Barat, capten? Lalu, bagaimana dengan lenganmu itu? Apakah sudah pulih? " tanya pria itu secara beruntun kepada Zayed yang menatapnya datar.

Zayed memegang pelan lengan kirinya yang di balut perban di balik seragam militernya. Luka itu memang belum kering karena kejadian itu terjadi sekitar 2 hari yang lalu.

Zayed mengulas senyum di balik penutup wajahnya. Kepalanya menggeleng pelan. "Aku akan tetap ikut.. luka ini tidak cukup parah.. aku masih bisa mengatasinya. Kau tidak perlu khawatir, Fadel.. " jawab Zayed dengan tenang.

Fadel menggeleng pelan. Sungguh, Zayed memang orang yang pantang menyerah. Walau pun dia tahu, luka itu belum sepenuhnya mengering, dia akui, bahwa Zayed memiliki semangat yang begitu tinggi ketika maju ke medan pertempuran.

Fadel mengernyit. "Capten, bukankah benda itu milik alm. Khaled? Bagaimana bisa dia ada di kepalamu? " tanya Fadel sembari mencoba memastikan penglihatannya, bahwa penutup wajah yang Zayed pakai ialah milik Khaled.

Assalamu'alaikum, Heaven Angel [END]Where stories live. Discover now