***

Gilang tak bisa berhenti untuk tersenyum. Setelah Nayara pergi dari kamarnya, cowok itu tak bisa diam. Mondar-mandir nggak jelas sambil megangin dadanya. Di kira jantungnya bakal copot apa?

"Anjirrr, bisa gila gue lama-lama," Gilang mengacak rambutnya frustasi.

"Gabaik buat jantung ini mah,"

Gilang kembali duduk. Membayangkan Nayara saat mengecup dahinya tadi, membuat ia kembali tersenyum. "Siall!!"

Apalagi tadi saat Nayara mengeluarkan unek-uneknya, rasanya Gilang pengin buka mata liat langsung cewek itu ngomong.

Kriekk

Suara pintu terbuka, membuat cowok itu langsung menarik selimutnya dan pura-pura tidur.

Gilang menyipitkan sebelah matanya, dapat ia lihat Nayara yang membawa nampan berisi mangkuk dan segelas air.

Cewek itu menutup pintu dengan hati-hati, berbalik badan kemudian berjalan menuju ranjang. Meletakan nampannya di nakas.

Nayara ragu saat ia akan membangunkan Gilang. Takutnya cowok itu masih marah padanya.

"Gi, bangun dulu yu," Nayara menepuk pipi cowok itu pelan.

Asli, tepukan pipi Nayara bikin Gilang merinding saking halus tangannya.

"Makan duluu, gue udah buatin sup nih,"

Aslinya Gilang tidak bisa menahan senyum. Ternyata cewek itu peduli padanya, bahkan rela mengurusinya.

Gilang membuka matanya perlahan. Berpura-pura seperti orang bangun tidur. Kemudian merubah posisinya menjadi bersandar.

"Maaf lancang masuk kamar Lo," ucap Nayara saat melihat Gilang yang sudah terbangun. "Udah mendingan?" Tanyanya, berusaha mencairkan suasana agar tidak terlalu awkard.

"Iya nggak papa." Balas Gilang. Cowok itu harus berterimakasih pada Nayara, karena cewek itu sudah mau mengurusnya. "Udah enakan sih,"

Nayara mengangguk kaku. Bingung harus ngomong apa, karena emang Nayara nggak pandai membuat topik pembicaraan.

Cewek itu menggaruk kepalanya. Diam sebentar, kemudian meraih nampan yang berada di nakas. "Dimakan, biar cepet sembuh,"

Nayara meletakan nampan di pangkuan cowok itu. Takut sekali jika cowok itu akan menolak makanan yang ia berikan.

"Nggak ada racunnya ko, aman buat di makan itu," ucap Nayara saat melihat Gilang yang masih terdiam memandangi makanannya.

Gilang mengangguk. Sedikit memberikan senyuman pada Nayara. Kalo kebanyakan repot nantinya!

Dengan gerakan pelan Gilang mulai memasukan sup ayam yang sudah Nayara campur dengan nasi.

Kenapa rasanya persis seperti buatan Mama?

"Kenapa Gi? Nggak enak ya?" Tanya Nayara panik. "Duhhh, kalo nggak enak nggak usah di makan aja." Cewek itu hendak menarik mangkuknya, namun tangan Gilang lebih dulu menahannya.

"Kata siapa nggak enak?" Tanya Gilang, membuat Nayara diam. "Kata gue barusan,"

"Nggak usah dibuang, mubazir,"

Dasarnya, cowok itu terlalu gengsi untuk mengakui bahwa masakan Nayara enak. Makan tu gengsiiii!

"Nggak usah di paksain, nanti yang ada malah bikin sakit perut lagi,"

"Enak Ra, nggak usah di buang makanannya."

Tolong!! Barusan Gilang bilang apa? Nayara nggak denger!!

***

Tiba-tiba pintu kamar Gilang terbuka, di depan pintu sudah ada Mama yang berdiri dengan tangan menenteng tas.

Raut wajahnya menyiratkan kepanikan.

Nayara langsung menghampiri Mama. Mencium tangan wanita itu yang di balas pelukan oleh sang mertua.
"Nay," Mama menyapa, mengusap punggung cewek itu.

"Mama panik pas tau Gilang sakit," ujar Mama. "Bebal banget kalo Mama nasehatin," tambahnya lagi.

Mama berjalan menuju ranjang, mengecek keadaan Gilang. "Udah minum obat belum?"

Gilang menggeleng, cowok itu paling anti dengan yang namanya obat.

"Mama duduk dulu," Nayara membawa Mama ke sofa. "Udah mendingan ko Ma,"

"Syukurlah, Mama lega dengernya,"

"Tadinya Mama mau kesini siang, nggak ada yang anter, jadinya baru bisa sekarang," jelas Mama.

"Iya Ma, nggak papa ko."

Mama membalas dengan senyuman. Kemudian melihat ke arah Gilang yang sedang memperhatiakan mereka berbicara. "Gilang susah makan kalo sakit Nay,"

Tapi, tadi Gilang makan lahap ko? Apa jangan-jangan cowok itu hanya pura-pura sakit? Tapi, sepertinya tidak mungkin.

Mama melirik ke arah nakas. "Gilang udah makan Nay?"

"Udah Ma tadi,"

"Kamu bujuk dia pake apaan, ko bisa si?"

Nayara menggeleng, hanya membalas mama dengan senyuman.

"Mama seneng liat kalian akur kayak gini," ujar Mama membuat Nayara melirik Gilang diam-diam.

Akur dari mananya say?

"Harusnya kamu banyak bersyukur Gi," Mama terkekeh, melirik ke arah putranya. "Udah dapet istri cantik, baik, pinter masak lagi,"

Nah, kan, Mama aja muji Nayara. Masa Gilang yang suaminya nggak?

"Istri idaman. Kurang apalagi coba?"

Nggak ada yang kurang, cuman.... Gilang belum bisa mencintai cewek itu.






***

Seneng banget bisa triple up!!!❤️❤️

Hatinya aman?

Senyum-senyum sendiri pas nulis part ini. Pengen ngarungin gilang rasanya!

Nulis cerita ini tu beda bangettt, ide serasa ngalir terus. Makanya satu hari bisa tiga kali up. Tapi kadang buntu juga si, tapi nggak buntu-buntu amat.

Aku sayang banget sama semua tokoh cerita ini, termasuk ceritaku yang sebelah.

Buat kalian yang suka cerita ini, bantu share ke temen-temen, keluarga atau Siapapun yaaa❤️

Buat yang udah share, aku sangat berterima kasihh bangettt 😭❤️

Mau next lagi kapan?

Spam komen bisa?

Babayyy ❤️




Istri sahnya mas terangggg ❤️❤️❤️

CERITA KITA ( ON GOING )Where stories live. Discover now