"Siti! Cariin si Dul, udah mau Magrib. Suruh pulang!"Romlah mengoceh sembari menggoreng sesuatu di dapur.

Tapi suaranya terdengar sampai depan, sungguh. Ari tidak main-main. Ia yang sedang membakar sampah saja mengelus dada. Lalu, Siti berjalan setelah meletakan sapu di dinding."Bang, lanjutin dong. Siti mau nyari Dul."

Ari berdecak, bukan karena menolak pekerjaan rumah Siti. Ari takut adik perempuan nya yang hampir menginjak sekolah SMA itu kenapa-kenapa."Abang aja yang nyari."

Ari sudah paham betul di mana tempat bocah-bocah bermain, di kobak atau danau kecil dekat sawah yang cukup jauh dari rumah. Dan benar saja, beberapa meter dari jarak nya suara riang anak-anak tersebut terdengar. Ari berpikir jahil, bersembunyi di semak-semak sembari mengambil batu.

Dari jarak tersebut, di lemparnya batu itu setelah memastikan titik mendarat. Beberapa anak memekik kaget, seketika senyap. Bunyi kecipuk air yang mereka mainkan hilang. Di gantikan dengan wajah-wajah pucat."Argggggg!"Ari menggoyangkan semak-semak sembari mengerang menyeramkan."Mana anak kecil ... Saya mau makan!"

Jerit takut mereka mendominasi pekarangan sawah yang pelan-pelan mulai meredup. Mereka berlarian panik keluar dari kobangan, ada bahkan beberapa anak perempuan yang sudah menangis.

Puas hati dengan rencananya, Ari lalu muncul membawa ranting pohon. Di arahkan nya ranting tersebut pada Dul yang terjungkal hingga belepot lumpur."ABDULLAH ANWARUDIN BIN ISMAIL SAEPUDIN! PULANG KAGA LU?! GUA DAMPRAT LU YA MASIH NGAYAP AJA WAYA GINI!"

"Bang Ari!"Semua bocah itu ketakutan sekaligus lega menemukan orang dewasa yang mereka pikir akan melindungi mereka."Abanggg! Tungguin!"

Dul panik bukan main kala melihat teman-teman nya sudah berhasil menaiki jalan setapak yang memang mengitari tiap petak sawah. Ia berteriak sejadi-jadinya kala sebelah kaki nya malah mendam lebih dalam ke lumpur. Dul mencoba menariknya sembari wajahnya mulai memerah."Abangggg kaki Dul nyangkut!"

Sayang nya, Ari malah tak memberikan jawaban sesuai ekspektasi nya."Hayo luuhhh ... Di telen Wewe Gombel!"Seru Ari, menakut-nakuti.

"Huwaaaa, enyakkkkkk!"Tangis Dul pecah, kakinya di tarik lebih kuat dan terburu-buru sampai berakhir terjengkang."Bang Ari! Tungguin Dul! Huwaaa, jangan tinggalin Dul!"Jerit nya melihat gelagat Ari yang hendak meninggalkan tempat.

"Dul cepetan!"

"Ayo Dul!"

Pekik teman-temannya, Ari melirik mereka sekilas. Lalu menyuruh beberapa untuk menarik Dul, sayang nya mereka tidak mah."Wah! Kaga setia kawan lu ya!"Tuduh nya.

Bocah itu geleng-geleng."Tar Bang Ari pergi!"

"Kaga elah, sono tolongin Adek gua."Ari mendorong-dorong mereka, tetapi bocah-bocah itu tetap menggeleng."Nyusahin banget emang si Dul. Jadi awal dia lahir ke bumi emang gua yakin tuh bocah pasti hidup buat bikin gue mati muda!"Dumel Ari, pada akhirnya berjalan juga.

Dul mengulurkan tangannya ke Ari. Tapi yang ada, dia malah kena pukul. Tidak terlalu kencang, Ari pun tidak tega menyakiti Dul. Ia hanya gemas sekali dengan adiknya."Makanya Dul, kalo main inget waktu! Liat kan, di telen Wewe Gombel kan?"

Dul menangis makin sesenggukan, tangan nya di mata. Sementara yang satu lagi di pegang Ari, berkali-kali pantat nya kena damprat Ari."Emang Wewe Gombel tinggalnya di dalam tanah?"Tanya nya di sela-sela isaknya.

Hampir saja Ari terbahak, lalu sampai di depan bocah-bocah yang menunggunya untuk pulang bersama Ari berkata."Dengerin nih ya. Itu tuh, di kobak sana ada penunggunya!"

Anak-anak lugu yang di tipu itu meneguk ludah, mendengar dengan serius perkataan penuh dusta Ari."Kalo Magrib suka nyulik anak! Buat di makan!"Ari menatap melas Dul."Nih sih Dul kakinya udah di makan!"

Kemiskinan Yang Tak TerlihatWhere stories live. Discover now