12

6 2 0
                                    

Sean memasuki pintu utama rumahnya. Hari ini sama seperti hari biasanya, rumahnya selalu sepi bagai tak berpenghuni. Namun suasana tenang dan sepi dari halaman utama berubah menjadi situasi tegang ketika ia memasuki ruang tamu. Keenan sedang duduk dengan ekspresi tegang dihadapan Adam. Sean paham bahwa maksud kedatangan kakeknya, pasti untuk menanyainya soal hari itu.

"Kau sudah pulang?" Adam menyambut Sean denganh ekspresi dinginnya.

Sean mengangguk, menjawab pertanyaan sang kakek.

"Duduklah" lanjut Adam. Matanya tertuju pada salah satu sofa yang berada dihadapannya, meminta Sean untuk duduk di sana.

Sean menurut, ia mendudukkan dirinya tepat di samping Keenan, dihadapan Adam. Salah satu asisten rumah tangganya mendekat, mengambilkan tas yang masih ia gendong di bahu kanannya. Sean mengucapkan terimakasih pada asisten rumah tangganya sebelum akhirnya matanya kembali fokus menatap Adam.

"Siapa pelakunya? Kau sudah mengingatnya?" Adam langsung bicara pada intinya.

"Aku tak sempat melihat wajah pelakunya, kek"

"Jangan berbohong!" bentak Adam.

Adam memang tak pernah main-main dengan perkataannya. Selama beberapa hari terakhir orang suruhannya datang ke sekolah Sean untuk mengungkap kasus ini. Sementara Sean justru merasa semuanya sudah berlalu dan tak perlu diungkit lagi, Adam justru memperlebar masalah.

Tak berlebihan baginya mengungkap siapa dalang dari kecelakaan cucu kesayangannya itu, mengingat ada banyak sekali musuhnya di dunia bisnis. Ia takut kalau-kalau suatu saat nanti salah satu musuhnya mencoba melukai penerus Pandu Group.

Mereka sudah mengusut kasus ini ke kantor polisi, namun hasilnya masih buram. Pelaku menggunakan plat nomor palsu sehingga polisi belum bisa melacak pemilik dua kendaraan yang mencoba mencelakai Sean hari itu. Pihak sekolah juga angkat tangan dari kasus ini, pasalnya tak ada bukti kuat bahwa pelakunya merupakan salah satu murid SMA Kartika. Sean satu-satunya harapan Adam untuk mengetahui titik balik dari semua ini, namun lelaki itu memilih bungkam.

"Pa, Sean benar-benar tidak tau, papa tau sendiri kalau ketiga pelaku menggunakan helm fullface, Sean tak mungkin melihat wajah mereka" potong Keenan.

"Kau yakin ia tidak menyembunyikan fakta apapun? Kau yakin ia tidak menyembunyikan pelakunya?" suara Adam kembali meninggi.

"Kau akan menyembunyikan pelakunya seperti delapan tahun lalu?" kini pertanyaan Adam mengarah pada Sean.

Sean berusaha tetap tenang meski emosinya sudah berada di puncaknya. Mau sampai kapan kakeknya ini mengungkit kejadian delapan tahun lalu?

"Shawn tidak melakukan kesalahan apapun saat itu kek, bisakah kakek tak usah membahas hal yang bahkan bukan sebuah kriminal?" ucap Sean masih dengan nada tenangnya.

"ASEAN PANDU WINATA!"

Suara Adam mencapai puncaknya, beliau berdiri dari duduknya. Matanya mengarah lurus menatap Sean yang juga masih menatapnya tanpa takut. Sementara Keenan duduk terdiam, ia bungung harus melakukan apa.

"Fokus pada kasus kecelakaanmu, katakan siapa pelakunya!"

"Kalau begitu bukankah seharusnya kakek tak usah membahas Shawn?" balas Sean. Nada suaranya tak pernah berubah, masih dengan Sean yang memiliki nada tenang namun penuh penekanan di setiap katanya.

"Pa" Keenan memotong sebelum Adam kembali bicara dan memperkeruh suasana.

"Aku janji akan menemukan pelakunya, jadi sekarang biarkan saja Sean istirahat. Sean masih dalam masa pemulihan" lanjutnya.

HiraethWhere stories live. Discover now