"Lo harus lebih tau diri Luvena. Aisha udah berbaik hati untuk ngebela lo."
"Nggak sekalipun gue mengharapkan kebaikan hati dari cewek ini." Tunjuk nya dengan gidikan dagu.
"Percuma, Tam. Luvena nggak akan sadar diri kalau kita terus lembek sama dia."
Perdebatan didepan sana benar benar membuat Danisha jengah setengah mati. Harus banget ya gue disini. Danisha menatap jam ditangannya, andai dia ada di dunianya, pasti sekarang Danisha tengah berkutat di depan laptop untuk menyusun strategi pemasaran.
Tapi disinilah dia, menjadi penonton konyol.
"Nggak mutu banget. Mending gue jadi penonton banyaran, dapet duit dong. Lah ini, boro-boro. Pantat kram, iya." Akhirnya gerutuan Danisha keluar karna sudah terlalu dongkol.
Sedangkan di depan sana, dramanya belum lah selesai. Dua pemuda itu masih bersikeras untuk memaksa Luvena meminta maaf. Sampai seorang pemuda yang memiliki aura seperti para tokoh utama lainnya memasuki kantin. Danisha kira, pemuda jakung itu adalah pangeran ke-empat dari Aisha, tapi teryata bukan, pemuda itu malah merangkul bahu Luvena.
Oh, wait?
"Ayo. Mending kita makan siang, waktu istirahat sebentar lagi selesai, lo belum makan sama sekali." Pemuda yang merangkul bahu Luvena tadi membujuknya lembut.
Danisha menjadi bingung.
Jadi pemuda itu bukan salah satu dayang Aisha? Khem begini, karna sebutan pangeran terlalu menggelikan di telinga Danisha, maka kita ganti sebutannya menjadi dayang.
"Jangan ikut campur, Kav. Gue belum selesai sama orang-orang ini."
"Gue nggak mau lo sakit. Jadi mending kita makan aja." Pemuda yang dipanggil Kav itu menuntun Luvena untuk pergi dari kantin, meski dengan sedikit paksaan. Ketegangan pun mulai mengendur dan orang-orang kembali pada aktivitasnya masing-masing. Aisha dan dayang-dayang nya termasuk Takshaka juga hengkang dari kantin. Entah kemana, bukan jadi urusan Danisha.
Huft. Danisha mendesah lega dan segera meregangkan otot-otot nya yang pegal. Ck, padahal begadang sampai larut malam tak sampai membuat Danisha selelah ini.
Danisha akhirnya memilih untuk pergi ke perpustaan, mumpung masih ada waktu.
Dalam perjalan, Danisha dengan seksama memperhatikan langkahnya, tak mau kejadian pagi tadi kembali terulang. Danisha terus berjalan, kepalanya yang tertunduk membuat dia tak sadar akan menabrak sesuatu yang mengakibatkannya kembali mengalami adegan drama.
Buk!
Danisha dan seseorang yang ditabraknya kontan memundurkan langkah. Ekspresi mereka menunjukan emosi yang berbeda saat mengangkat wajah dan bersipandang.
"Buta lo!"
Tebak itu siapa.
"Jalan pakai mata. Sengaja banget mau modus sama gue."
"Modus?" Danisha menelengkan kepalanya. "Modus adalah nilai yang paling banyak muncul." terang nya malas, Danisha kemudian mendengkus. "Mungkin lo memang modus sialan yang selalu muncul di hidup gue."
Dengusan Danisha dibalas kekehan remeh. "Nggak salah? Bukannya lo terlalu tergila-gila dengan kehadiran gue sampai ngikutin gue kesini."
Danisha kontan menganga. "Selain jadi modus sialan yang nggak punya nilai, lo juga punya riwayat halu ternyata. Percaya diri lo kayaknya terbang bebas ke langit, tinggi banget."
Ada wajah yang memerah, tapi bukan Danisha. "Terserah, gue ngak peduli lagi, tapi denger ini, Gladis. Gue peringatin supaya lo jangan cari perkara di sekolah ini. Apalagi sama orang-orang disekitar gue. Atau lo, bakalan tau akibatnya."
Danisha? Perempuan itu mendelik sinis melihat kepergian Takshaka.
Lagak lo, Tashaka. Jadi dayang Aisha aja bangga.
Dasar dayang ke-tiga!
Lalu, dimana dayang ke-empat?
Apa kalian tau siapa?
Tbc
***
Menurut kalian siapa yang ke-empat?
Apakah Yoga?
Atau...Soni?
Atau bisa jadi yang lain?
:
Jangan lupa vote coment ya♥️
See you next part👋
YOU ARE READING
The Plot Twist
ChickLitPlot Twist ; an unexpected shit Danisha ; the plot twist itself _________________________________________________ Danisha Mahiswa, Bussines Woman yang memiliki zero experience dalam hal percintaan karena terhalang prinsip 'money comes first, men com...
Part 12
Start from the beginning
