16 ☁️ Ayah dan Kehilangan

2.2K 240 85
                                    

Anak adalah harta paling berharga bagi orang tuanya. Bahkan, orang tua mampu melakukan apa saja deki kebahagiaan anaknya. Kalau bisa melanggar hukum, orang tua akan melakukannya asal anaknya tetap baik-baik saja. Maka, sebagaimana berharga anak itu sebanding ketika kata kehilangan sudah berada dalam genggaman.

Ada banyak sekali cerita menarik antara Damar dan Aldebaran. Bagaimana pertama kali keduanya harus menjalani hidup tanpa sosok seorang wanita terhebat untuk keduanya, bagaimana mereka tetap bisa saling menguatkan di atas kehilangan yang begitu pahit ini. Sudah lebih dari sembilan tahun, Damar berjuang berdua dengan Aldebaran.

Mungkin, ada begitu banyak juga cerita menyedihkan, tapi bagi Damar akhir dari ceritanya dan sang Anak ini adalah bagian paling menyakitkan untuknya. Kehilangan Aldebaran sudah bagaikan setengah lebih hidupnya direnggut oleh Yang Maha Kuasa. Biar bagaimana pun, Damar masih tetap manusia biasa yang tidak mungkin sekuat itu menghadapi kehilangan.

Sudah sebulan lebih semenjak Damar tak lagi menggenggam sang Anak. Sudah selama itu pula, Damar tak lagi bisa memandang senyuman hangat Aldebaran. Hidup Damar tidak jauh-jauh dari hanya melamun di depan kamar Aldebaran, atau bahkan hanya mengelus kasur Aldebaran yang sudah terasa begitu dingin. Makan pun, sudah tidak enak rasanya bagi Damar.

Pagi ini, Lyara memutuskan untuk mengajak Damar kembali ke makam Aldebaran untuk ke sekian kalinya. Wanita itu tau, ada rindu yang harus terbayar. Lyara juga ingat, terakhir kali ia menggenggam jemari Aldebaran di malam takbiran sebulan yang lalu. Bukan hanya Damar, rasa kehilangan itu juga begitu membekas di hati Lyara.

"Mas ... sekarang udah ikhlas?" tanya Lyara sembari memberikan senyuman sendunya untuk Damar.

Kala itu, Damar hanya diam sambil terus fokus pada jalanan sepulang dari makam. Laki-laki itu tentu saja tidak bisa spontan menjawab pertanyaan sederhana, namun memiliki penjelasan yang rumit untuk mengungkap jawabannya. Apalagi, menyangkut Aldebaran.

"Soalnya, aku punya hadiah buat kamu, mas." Lyara melanjutkan, tangan wanita itu menggenggam perlahan jemari sang Suami yang tengah menganggur.

Damar mengernyit, "Hadiah apa?"

Tidak manis, memang. Lyara terlampau mengerti, jika Damar sudah berubah. Sang Suami sudah tidak seperti sebulan yang lalu, jadi lebih banyak diam, bahkan tidak ingin melakukan banyak hal. Pekerjaan kantor juga sangat dikurangi drastis oleh Damar, kesehariannya tidak lain hanya pada kamar Aldebaran.

Lyara tersenyum, meskipun agaknya Damar sedang tidak mau melihat wajahnya, "Aku hamil, mas."

Mendengar itu, Damar menoleh sebentar. Lyara tidak melihat reaksi yang berlebihan dari Damar, hanya ada sedikit senyuman di bibir laki-laki itu. Kemudian, Damar kembali fokus pada jalanan. Sungguh, Lyara tidak mengerti. Damar bahkan tidak mengucap sepatah katapun untuk merayakan kebahagiaan ini.

Dengan menyiapkan berjuta keberanian, Lyara menghela nafasnya berat, "Al yang minta ini, mas. Kita hadiahkan adik untuk Al disana."

"Ly."

Lyara terdiam, suara Damar terdengar begitu dingin tanpa nada sayang yang dulu selalu disuarakan. Lyara takut, kalau hal yang seharusnya disambut sebagai hari bahagia ini, malah menjadi sakit hati terbesar Lyara.

"Kalau Al masih ada, mungkin aku orang yang paling bahagia mendengarnya. Tapi keadaannya sudah berbeda, Ly. Bagaimana bisa aku bahagia karena aku punya anak lagi, sedangkan Al harus pergi ninggalin ayahnya selamanya? Bagaimana, Ly?"

Lyara menunduk takut, genggamannya pada Damar pun dilepas, "Maaf, mas. Mungkin aku bilangnya di waktu yang salah."

.


Ayah dan Al [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat