Eight

668 71 4
                                    

R E C O N C I L I A T I O N

Shisui menutup pintu kamarnya pelan. Malam sudah hampir berlalu, tapi sepupu paling kecilnya baru bisa tertidur setelah hampir lima jam mengobrol. Shisui tidak menyalahkan gadis itu, ia paham dengan ketakutan tak terucap yang dirasakannya. Ia bersandar pada dinding, tepat di sebelah pintu. Dalam hati mengutuk ketidak dewasaan Itachi dalam menghadapi Sasuke. Seperti yang ia janjikan pada Akemi, Shisui tidak langsung memberitahukan keberadaan gadis itu pada kedua kakaknya.

Ia mengambil ponsel dari saku celana, bibirnya berkedut menahan senyum menemukan puluhan panggilan tak terjawab dari kedua sepupunya. Waktu menunjukkan pukul setengah empat. Terlalu pagi—atau terlalu larut untuk mengabari keberadaan Akemi, tapi Shisui tahu bahwa dua sepupunya saat ini sedang panik. Ia memutuskan untuk mengirim pesan pada Itachi.

Akemi ada di apartemenku. Jangan kemari sebelum kau menyelesaikan masalahmu dengan Sasuke.

Balasan datang kurang dari dua menit. Apa ia baik-baik saja? Akemi pergi tanpa membawa ponsel dan jaket.

Sudut bibir Shisui sedikit terangkat, merasa sedikit terhibur dengan kekhawatiran yang ditunjukkan Itachi. Akemi baik-baik saja. Ia langsung bertemu denganku saat aku ingin menyerahkan berkas padamu. Sedikit lelah karena habis menangis, mungkin saja wajahnya akan membengkak besok.

Shisui terkekeh dalam hati. Ia tidak bisa menahan diri untuk menjahili sepupunya. Tidak ada salahnya melebih-lebihkan sedikit agar kedua pria itu cemas. Semakin gelisah dengan hilangnya Akemi di sisi mereka, keduanya akan semakin cepat berbaikan. Lagipula, Shisui sudah berjanji akan memberi kedua pria itu pelajaran.

Kakinya melangkah. Tujuannya adalah ruang tengah. Apartemennya hanya terdiri dari satu kamar. Karena ia menyerahkan kamarnya untuk Akemi, maka Shisui harus tidur di sofa untuk malam ini.

Omong-omong apa ia sudah makan malam?

Balasan Itachi membuat Shisui tertawa. Bukan balasan yang ia duga sebelumnya. Entah apa yang berada di pikiran Itachi hingga melontarkan pertanyaan seperti itu alih-alih segera berdamai dengan Sasuke dan menjemput adik bungsunya.

Sudah. Aku memaksanya menelan kare buatanku. Sekarang, jangan ganggu. Segera selesaikan masalahmu dan jemput Akemi. Ia sudah cukup lama mengkhawatirkan kedua kakaknya.

Shisui menyamankan diri di sofa. Kakinya yang panjang menggantung dari sisi sofa, sedikit tidak nyaman tapi ia sudah terbiasa. Saat pulang lembur seringkali ia tertidur di sofa karena tidak sanggup berjalan lebih jauh ke kamar tidur walau hanya berbeda beberapa langkah. Saat ia hampir memasuki dunia mimpi, ponselnya kembali berdering. Shisui mengerang.

Sasuke akan sampai sebentar lagi. Masalah kami sudah selesai.

Shisui tersenyum tipis. Biar kubilang pada Ayah kau tidak bisa masuk hari ini. Jaga keluargamu baik-baik Itachi.

***

Sasuke meringis saat memasuki kamar tidur Shisui. Di atas ranjang berwarna abu-abu, adiknya sedang tertidur. Ia berjalan dengan langkah ringan, tidak ingin mengejutkan adiknya yang masih terlelap. Tangannya terjulur, menyibak rambut yang lepas dari ikatannya. Hatinya serasa diremas mengamati keadaannya Akemi.

Wajahnya sembap dengan sudut mata memerah dan mata membengkak. Bagian bawahnya menghitam pertanda gadis itu sudah lama tidak tertidur nyenyak. Jemarinya yang lebih mungil mencengkeram selimut seakan sedang menggenggam sesuatu yang bisa hilang kapanpun genggamannya mengendur.

Akemi mengerang lemah, gusar dalam mimpinya. Tubuhnya meringkuk seperti menahan sakit. Tidak sanggup melihat keadaan adiknya, Sasuke menggenggam tangan Akemi. Ia menautkan jemarinya, mengisi celah di antara jari-jari kecil Akemi.

"Aku di sini, Gadis Kecil," bisik Sasuke. "Aku bersamamu."

Sasuke mengamati adiknya lekat. Senyum terukir di bibirnya ketika Akemi mengerjapkan mata. Netra hitamnya bersirobok dengan iris jelaga yang senada. Alih-alih kasih sayang, takut dan was-was yang tersirat.

"Sasu-nii? Kenapa tahu aku di sini?"

Sasuke bungkam. Senyumnya luntur seketika Akemi menarik diri, menjauh darinya. Dahinya mengerut, keberatan dengan gestur waspada adiknya tapi tahu bahwa ialah penyebab Akemi bersikap canggung.

Ia tidak pernah pandai berkata-kata. Berucap manis dengan kalimat menenangkan adalah keahlian Itachi, ia tidak berhasil menguasainya. Namun, Sasuke berusaha untuk mengekspresikan perasaan bersalahnya. Masih menggema di benaknya, kalimat kejam yang ia lontarkan karena dikuasai oleh emosi. Begitu banyak kata yang ingin ia ungkapkan, tapi bibirnya hanya mampu mengucapkan satu kata yang mewakili perasaannya.

"Akemi... maafkan aku."

Sasuke meremas jemari adiknya lembut. Ia berharap Akemi paham maksud dari permintaan maafnya. Ia menarik tangan Akemi, meminta untuk mendekat. Helaan napas lega melesak dari bibirnya saat ia tidak mendapatkan perlawanan yang berarti. Matanya menatap Akemi lekat, menelusuri iris hitam adiknya.

"Sasu-nii dan Nii-san sudah tidak bertengkar lagi?" pertanyaan itu dilontarkan dengan nada berbisik setengah takut.

Sasuke menyeringai tipis. Kedua jarinya mengetuk pelan dahi adiknya. "Tentu saja."

Beban emosi yang ia tanggung bagai terangkat ketika Akemi membenamkan wajah di pundaknya. Sebelah lengan Sasuke merangkul bahunya, membawa gadis itu mendekat. Bibirnya meraih puncak kepala Akemi, meninggalkan ciuman sirat kasih sayang.

"Apa yang kalian bicarakan saat aku tidak ada?" tanya adiknya penasaran.

Sasuke menyungging senyum penuh arti. "Rahasia antar lelaki."

Ia terkekeh saat Akemi mendengus. Sejenak hanya suara napas yang saling bersahutan mengisi kesunyian. Sasuke melirik jendela. Percikan warna mulai tampak di langit gelap, pertanda matahari akan terbit. Entah sudah berapa lama mereka saling bersandar. Sasuke sungkan beranjak, tapi kakaknya menunggu kepulangan mereka.

"Pulang ya?" bisik Sasuke enggan berjauhan dengan adiknya. "Nii-san menunggu di rumah."

Akemi mengangguk kecil.

Genggaman tangan mereka tidak mengendur saat Sasuke menuntunnya keluar dari apartemen sepupunya. Ia berdehem pelan saat Shisui menceramahinya dengan kalimat yang sudah ia dengar berulang kali 'jaga keluargamu'. Tanpa perlu diingatkan berulang kali, Sasuke juga mengerti. Perjalanan pulang mereka diisi dengan lagu yang terputar dari radio. Sesekali ia melirik Akemi yang berjuang melawan kantuk di kursi penumpang. Tautan jari mereka baru terlepas ketika Itachi membawa adik bungsunya dalam dekapan hangat.

Sasuke mengamati dalam diam. Kata-kata yang tercekat di ujung lidah kini diucapkan oleh Itachi. Permohonan maaf dan janji memenuhi pagi. Setelah sarapan dan memastikan Akemi tertidur nyenyak di ruang tengah—gadis itu bersikeras ingin bersama dengan kedua kakaknya, tidak satupun dari mereka yang kuasa menolak permintaan si bungsu. Sasuke dan Itachi bertukar pandangan.

Percakapan setelah Akemi pergi kembali terputar di pikirannya. Dari sekian banyak yang Itachi katakan, ada satu hal yang membekas. Ia memang kehilangan kedua orangtuanya, tapi masih ada keluarganya yang tersisa. Masih ada yang bisa ia lindungi. Masih ada yang melimpahkan kasih sayangnya. Mengingat hal ini Sasuke merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Kau sama pentingnya dengan Akemi. Kau adik pertamaku. Apapun yang terjadi, jalan apapun yang kaupilih aku akan selalu mendukungmu. Tidak peduli apa yang akan kaulakukan, aku selalu menyayangimu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Uchiha's FamilyWhere stories live. Discover now