▪◾️1◾️▪

115 73 282
                                    

Aku sudah bersiap untuk malam ini, kuambil benda pipih milikku dan mencoba untuk mengirim pesan kepada teman-temanku yang juga turut dalam hal ini. Aku sangat bersyukur mereka mau menemaniku untuk melakukan kegiatan yang baru pertama kali aku lakukan ini.

Satu persatu dari mereka mengatakan bahwa mereka sedang dalam perjalanan menuju rumahku. Tentu saja, aku juga sudah meminta izin kepada orang tuaku. Awalnya mereka menolak akan hal itu, tetapi akhirnya setelah aku yakinkan mereka mencoba mempercayaiku.

Tak lama setelah itu, Lynne, Kaven dan Andres sudah sampai pada teras rumahku. Jam juga sudah menunjukkan pukul 20.00 waktu yang sangat tepat untuk melakukan hal ini.

Langsung ke intinya, kami berjalan masuk memasuki ruangan kamar tidur Jessi. Anak itu juga belum tertidur, ia mempersilahkan kamarnya dipakai untuk percobaan ini. Dirinya menjauh dari kami, karena ia tahu jika kami akan bermain dengan kegelapan.

Pintu ditutup dan lampu juga dimatikan, tirai jendela juga aku rentangkan lebar untuk menutupi cahaya yang masuk. Yang kami butuhkan saat ini hanyalah kegelapan.

Perlu diingat untuk kami. Bayangan tercipta dengan adanya sebuah cahaya, tetapi cahaya juga yang bisa mematikan sebuah bayangan.

Aku menyalakan sebuah lilin dan menaruhnya di setiap sudut ruangan kamar Jessi. Itu akan memudahkan kami untuk bisa melihat bayangan yang melintas atau berlalu lalang dikamar ini.

"Grace, kamu sudah siap?" tanya Lynne kepadaku dan langsung kujawab dengan anggukan mantap.

Pekerjaan kami disini hanya untuk terduduk. Indera pendengaran dan penglihatan kami juga harus benar-benar jeli dan bening. Jam masih terus berjalan, kami akan menyudahi permainan ini jika jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.00

Masih belum ada hasil apa-apa yang kami peroleh. Kesunyian masih terus memenuhi ruangan ini, hanya suara jam dinding yang menemani kami. Beberapa menit terus berlalu, aku mulai kesal dengan hal ini karena sepertinya pernyataan Jessi hanyalah karangan buatannya.

Tetapi tiba-tiba bunyi decitan lemari terbuka membuyarkan kesunyian pada kami semua. Jantungku berdegup kencang, pandangan kami langsung teralihkan kearah lemari coklat berbahan dasar kayu itu. Lemari terbuka perlahan semakin lebar, hingga sepenuhnya benar-benar terbuka.

BRAKK!!

Pintu lemari Jessi tertutup dengan penuh adanya penekanan, kami tersentak bukan main. Mata kami bertemu satu sama lain, lalu tiba-tiba jam dinding yang tadi aku lihat masih tertempel di tembok kamar Jessi, kini terbanting keras kearah lantai. Percikan-percikan beling langsung menyebar. Aku berdiri sembari memegangi dadaku yang terasa sesak.

"Nyalakan lampunya!" perintahku.

Kaven yang terduduk tak jauh dari saklar lampu langsung mengeklik benda itu. Lampu menyala seluruhnya dan tubuhku perlahan terjatuh lemas. Kaven dan Andres langsung menopang tubuhku sebelum sepenuhnya terkena lantai. Dadaku terasa amat sesak, seperti ada yang menekan tubuhku yang mengakibatkan diriku susah bernafas.

Tunggu, dimana Lynne?!

BRAKK! BRAKK!!

Suara gebrakkan terdengar dari dalam lemari, dengan bergegas aku membukanya dan mendapati tubuh Lynne tergeletak didalamnya dengan tertutup beberapa baju milik Jessi. Aku langsung menolongnya untuk berdiri.

"Grace.. Sakit" cicitnya.

Cukup! Aku memutuskan untuk menyudahi permainan ini, kami membuka pintu dan keluar dari kamar Jessi. Lilin juga sudah aku matikan, Lynne aku bawa kekamarku dan kutaruh diatas kasur. Aku membuatkan segelas teh hangat untuk dirinya yang mungkin sedikit terkejut dengan kejadian tadi.

THE [UN]SEEN SHADOWWhere stories live. Discover now