▪◾7️◾️▪

36 12 66
                                    

"Astaga! Ayah membuatku terkejut"

Ayah tak mengubrisku, dirinya berjalan memeriksa setiap sudut kamar dan berharap ia menemukan Jessi disalah satu tempat yang memiliki celah untuk bersembunyi. Tepat disaat itu suara tangisan terdengar, dari pada balik pintu lemari.

Kubuka dengan cepat dan mendapati diri Jessi tengah memeluk lutut sembari terisak. Gemetar, itu yang pertama kali kusimpulkan setelah melihat kondisinya. Ayah langsung memberikan pelukan hangat dan dijawab sama oleh sang Jessi. Aku memperhatikan sekeliling, menyapu pandang kamar Jessi, ughh! Mengapa aku merasakan udara kamar tiba-tiba dingin?

"A-ayah! Dia menghampiriku tadi. Dia datang bersama kegelapan yang hitam lalu menakutiku, K-kali ini aku melihat wujudnya!!"

Ucapan Jessi benar-benar diluar dugaanku. Ia benar-benar takut terhadap kegelapan dan sesuatu yang mengenai gangguan psikologisnya. Dari cara dan sikapnya berbicara, seolah ia mengatakan bahwa semua yang ia katakan benar tanpa ada yang ia tutupi. Bisa kusimpulkan juga jika telapak tangannya basah, karena terlalu lama mengepalkan tangan.

"Tidak! Tidak ada apa-apa sayang" ucap ayah menenangkan.

Suara mereka perlahan melirih dan jauh, karena ayah membawa Jessi turun kebawah. Tanpa aku sadari pintu kamar ini perlahan tertutup, anehnya badanku terasa berat walau hanya menggerakkan jari. Diriku serasa ditahan oleh sesuatu yang sulit aku deskripsikan. Tiba-tiba pintu tertutup sendiri tanpa adanya dorongan yang terlihat.

BRAKK!!

"S-siapa?! Buka pintunya! Jessi? Ayah? Ibu? Siapapun tolong buka pintunya!"

Aku mengedor pintu bercat putih ini, keringat langsung membasahi dahiku, tanganku mencoba untuk membukanya tetapi nihil. Terkunci. Ya Tuhan siapa pun yang berada di luar tolong bukakan pintunya.

Udara yang tadi kurasa dingin kini bertambah macam menjadi pengap, malam masih ditemani oleh hujan yang deras nan lebat. Kilat dan guntur bersahutan menakutiku, tanganku masih mencoba berusaha untuk membuka pintu ini.

"Ibu! Tolong bu! Ada aku disini! Ayah! Jessi!"

BRUKK!!

Sesuatu terjatuh dari tempatnya, bisa kulihat benda berbentuk kotak itu tergeletak dilantai. Tak mengubris suara itu, isi dari kotak tercecer keluar. Keadaan masih gelap, hanya penerangan dari sang rembulan dan senter smartphone yang kini bersamaku.

PRANGG!!

Kini benda yang tak jauh dari lenganku terjatuh. Dengan cepat kuarahkan smartphon seiras dengan tempat jatuhnya sebuah benda berbentuk persegi itu. Didalam kacanya terdapat foto Jessi dan diriku yang saat itu masih berseragam Sekolah Menengah Atas.

"Jessi!! Buka!!"

Kucoba naik turunkan benda batang pada depanku ini. Semakin cepat kulakukan, justru diriku semakin dilanda rasa gelisah. Suara detikan jam dinding menjadi saksi bisu kegelisahanku seorang diri dikamar Jessi ini. Bulu kudukku meremang saat merasa sesuatu menyentuh pergelangan kakiku. Tidak kugerakkan untuk beberapa saat. Lebih baik terdiam mematung daripada harus melirik kebawah dan mengetahui sesuatu yang kini tengah melingkar dibawah, tepatnya pergelangan kaki.

Jantungku berdegup sangat kencang, irama nafasku tak karuan, dan untuk kali ini aku sedikit menahannya. Kupejamkan mata agar lebih terdiam bisu. Sampai sebuah suara menambah kesan takut pada diriku.

TOK.. TOK.. TOK..

Ketukan yang terdengar pelan tetapi pasti. Dan ketukan yang sama pula mengantarkanku pada kata misteri. Aku tahu dan aku paham, ketukan itu berasal dari dalam lemari Jessi. Cengkraman pada kakiku perlahan melonggar dengan diselingi cakaran kuku yang mulai terlepas. Diriku baru berani mengarahkan senter kebawah kaki, melihat sesuatu yang seharusnya tak kulihat.

THE [UN]SEEN SHADOWजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें