"Mamaaa..." Nayara menghamburkan pelukan pada sang Mama.

Setelah di rasa cukup, cewek itu melepas pelukannya. Bersalaman pada Mama, sambil mencium pipinya.

"Mama kangen banget sama kamu Nay," Mama mengusap pipi Nayara yang terlihat sedikit kurus.

"Aaaa Naya juga kangen sama mamaa," ucapnya di iringi tawa.

"Kamu..." Mama melirik sekitar, memastikan bahwa anaknya ke sini hanya sendirian. "Sendirian ke sini Nay?"

"Iya Ma,"

Keduanya masuk ke dalam sambil mengobrol. Nayara berjalan beriringan bersama Mama.

"Kamu kurusan Nay?" Tanya Mama, memperhatikan tubuh Nayara.

"Masa si Ma? Nggak ko ah." Nayara menyangkal. Takut sekali Mamanya beranggapan kalau dirinya tertekan hidup bersama Gilang. Walau, sebenarnya memang iya.

"Iya Loh Nay. Kamu jarang makan ya?"

"Naya makan tiap hari Ma." Ucap cewek itu. Meletakan tasnya di sofa, kemudian duduk menyandarkan tubuhnya. "Efek banyak tugas mungkin," lanjutnya lagi.

Mama mengangguk. "Sebanyak apapun tugasnya, jangan sampe lupa sama kesehatan,"

"Iyaa Ma,"

"Jangan iya-iya aja Nay,"

"Iyaaa Mamaaa,"

Nayara merindukan suasana rumah yang selalu ramai. Apalagi kalau Kenzie ada di rumah, paket komplit namanya.

"Bang Ken belum pulang Ma?"

Mama melipat bukunya, menyimpan di sampingnya. "Sekarang malem katanya,"

"Wahhh seru nih,"

"Nginep ah,"

"Eh, Gilang kemana Nay? Nggak ikut dia?"

Mama baru menyadari kalau menantu kesayangannya tidak ikut bersama anaknya. Sayangnya menantu kesayangannya itu sering membuat Nayara nangis.

"Gilang sibuk buat turnamen Ma," bohong lagi Nayara. Daripada jujur, yang artinya Nayara membuat masalah.

Nggak baik apanya coba Nayara, walaupun Gilang seenaknya sama Nayara, tapi Nayara tetep nutupin kejahatan cowok itu. Biar apa? Ya biar Mama nggak kecewa.

"Padahal Mama pengen ketemu..." Balas Mama terdengar kecewa.

"Nanti dia jemput Ma," kebohongan macam apa ini. Saling mengabari saja tidak. Bagaimana cowok itu mau menjemput Nayara?

"Bagus kalo gitu. Sekalian nginep aja ya?" Mama langsung senang saat tau menantunya bakal datang.

"Iyaa Maaa." Nayara tersenyum.

"Papa belum pulang? Apa ke luar kota?"

"Papa pulang malam ini," balas Mama. "Pas banget nggak tuh? Kita bisa kumpul malam ini." Mama sepertinya sangat antusias.

"Oooh gitu."



****





Setelah pulang sekolah, Gilang langsung pulang ke rumahnya. Tak ingin marah-marah terlalu lama pada Nayara. Rasanya nggak enak marah lama-lama sama itu cewek.

Nggak ada orang buat Gilang marahin sama Gilang suruh-suruh. Gilang merindukan itu semua.

Sebenarnya ini bukan sepenuhnya salah Nayara. Ini juga salah dirinya yang nggak bisa ngontrol emosi.

Gilang jadi merindukan cewek itu. Inget wajah bete Nayara pas Gilang suruh kasih makan Cio. Apalagi kalo Gilang teriak-teriak, pasti Nayara langsung marah-marah nggak jelas.

Kenapa Gilang jadi seperti ini si?

Tak sadar bibirnya tertarik membentuk senyuman saat dirinya sudah ada di depan pintu rumah, tanpa mengetuk pintu dan membunyikan bel cowok itu masuk begitu saja.

Tidak ada siapa-siapa di dalam rumah. Biasanya jam segini Nayara lagi duduk di sofa sambil nyemil atau nggak nonton Kartun kesukaannya. Namun sekarang cewek itu tak ada.

Sampai di kamar, Gilang diam sebentar di pintu kamar Nayara. Pintunya masih terkunci, berarti cewek itu belum pulang.

Kemana cewek itu pergi? Apa, Nayara jalan sama Zio?

Gilang bodoh. Cowok kalem itu berjalan gontai memasuki kamarnnya dengan perasaan campur aduk. Membuka gagang pintu dengan gerakan pelan, lantas menyimpan tasnya di sembarang tempat.

Cowok itu duduk di tepi kasur. Mengacak rambutnya dengan kasar.

"Sial!! Kecolongan lagi gua!!"

Kelemahan Gilang yaitu, saat melihat Nayara bersama cowok lain. Gilang tak bisa melihat itu, walaupun dirinya tidak mencintai Nayara.










****











Tbc

Haiii, aku up lagiii 😭❤️ seneng nggak nih?

Nah, kan, mas Gi nyesel 🤣

Kalian tim mana:

Tim Gilang?

Tim Zio?

Mau up lagi kapan?

Sampai jumpa di chapter selanjutnya ❤️❤️❤️❤️

CERITA KITA ( ON GOING )Where stories live. Discover now