Even If I Wrong

333 46 2
                                    


"Konsentrasi dan ayunkan pelan lalu, fokuskan seperti memukul."

Jay menggerakkan tangannya yang memegang tongkat sihir ke kanan dan kiri.

"Lemittent," mantra Jay yang mengenai sebuah gelas berjarak 2 meter di hadapannya.

Ni-ki masih saja kagum saat melihat penyihir yang baru melancarkan mantranya yang selalu mengenai gelas selama tiga kali berturut-turut.

Dia mempraktekan hal yang sama selama berulang dan saat ini tidak ada hasil yang ia dapat banggakan, sedangkan energi nya sudah habis.

Ni-ki menidurkan badannya pasrah dirumput. Mengalihkan pandangan nya kearah mansion besar dan beberapa orang yang melihatnya berlatih. Sesekali melihat beberapa orang berlalu lalang seperti pelayan ataupun penjaga. Ni-ki sendiri baru tau bahwa sebenarnya di mansion tersebut ada pelayan dan penjaga. Mungkin karena dia tidak terlalu fokus atau karena mereka memang tidak disana waktu itu.

Jay memperhatikan Ni-ki, "istirahat dulu, aku ingin bertanya kepada Kak Heeseung sebentar."

Kalimat itu sedikit dejavu di telinganya. Ni-ki lalu menutup matanya dengan lengannya. Melonggarkan tangan tempat memegang tongkat yang baru dibuat Jungwon. Lelaki itu, Jungwon, sepertinya, si jenius ramuan dan alat sihir.

.

Jay berjalan kearah Heeseung dan lainnya yang berekspresi heran.

"Kenapa berhenti?" tanya Sunoo.

Jay menghela napas lalu beralih pada Heeseung, "Apa dia tidak bisa masuk kelas tahun pertama saja kak?"

Heeseung menggeleng, "Seminggu aku meminta dan dia terus menolak. Katanya akhir-akhir ini para penyihir tidak memasukkan anak-anaknya karena tidak mau anaknya menjadi kekuatan dalam perang yang lambat laun akan terjadi. Mereka lebih memilih menyembunyikan mereka karena rasa takut. Itu menyebabkan berkurangnya siswa dan kerugian sekolah menyewa guru secara berlebihan. Karena kebijakan ini, kepala sekolah memutuskan untuk mengurangi guru dan hanya memasukkan anak yang mengikuti tahun ke tiga, Jungwon adalah kelas terakhir yang mengikuti kelas satu dan langsung lompat kekelas tiga, setelah itu kebijakan akan berlanjut. Jadi, mau tidak mau, itu paksaan untuk kita."

"Eh, jadi aku bakalan sekelas sama kak Sunoo?" tanya Jungwon yang diangguki Heeseung. Jungwon lalu beralih kearah Sunoo, lalu tersenyum yang tak bisa diartikan.

Sunoo menatap ngeri Jungwon, "Apa!Gausah deket-deket Sunoo nanti. Mau dikasih kutukan?"

"Yeu, langsung main kutuk, ganggu aja belum," balas Jungwon yang setelah itu keheningan mendominasi.

"Bicara tentang itu...," Jake menjeda ucapannya sebentar yang menciptakan perhatian.

"Tidak ingin coba menggunakan pelatih khusus keluarga?" saran Jake yang diberi tatapan seperti 'apa maksudmu'.

"Hah? Bahkan untuk sekali saja, aku tidak menganggap mereka keluarga. Membuang anak-anak yang memiliki ramalan buruk untuk keluarga? Apa mereka punya hati?" jijik Sunghoon.

Sedang yang lainnya hanya menundukkan kepalanya. Heeseung mengangkat kepalanya, tidak berpikir untuk menjadi lemah.

Jake mengangkat kepalanya lalu terkekeh,"Haha! Itu anggap saja bercandaan. Siapa yang ingat dengan sialan itu."

Meski dengan unsur bercanda, tidak ada atmosfer yang dapat mengubahnya. Susah diceritakan tapi singkatnya mereka mengalami hal tersebut. Menyedihkan memang saat mereka mengalami itu saat masa kecilnya. Jika saja saat itu tidak ada kepala penyihir. Merawat mereka disini seperti sekarang, entah apa yang akan terjadi. Mungkin hal itu menjadi akhir terburuk yang perlu dibayangkan.

Two Times (ENHYPEN)Where stories live. Discover now