Mulutku menganga sesaat mendengar penjelasan Sawitri yang drama sekali itu. Mengontrol ekspresiku sebelum berkata, "Kau ini malah mendoakan temanmu yang tidak-tidak. Dasar Sawitri jelek!" umpatku kesal. Rumah pelacuran... Astaga... Amit-amit...

Terkekeh sebelum menjawab, "Itu bukan doa Rengganis tetapi kekhawatiranku. Ngomong-ngomong, aku juga ternyata merindukan umpatanmu itu... hihihi..." Tertawa pelan sambil kembali meronce bunganya lagi "Di mana kau bekerja, Rengganis? Jika kau bisa masuk istana lagi berarti tuanmu itu orang penting, bukan?" lanjutannya.

"Benar. Dia orang penting!"

"Ck, kalau begitu mulai sekarang coba untuk menjaga sikapmu dan jangan membuat ulah. Sebenarnya aku mencoba mencari tahu kemana kau pergi dan pada keluarga mana kau bekerja, tetapi tidak ada yang tahu." Menjeda kata-katanya lalu menurunkan volume suaranya "Aku mendengar desas-desus, katanya perintah pengeluaranmu dari istana langsung oleh Baginda Raja jadi aku khawatir sekali padamu. Mau bertanya pada Pangeran Anusapati tetapi aku tidak berani? Lagipula belum tentu dia mau menjawab pertanyaanku." Dia nyengir memandangku.

"Aku keluar dari istana atas perintah Baginda Raja, benarkah?"

Fokusku teralihkan karena informasi dari Sawitri tadi. Sepertinya tebakkanku selalu meleset, terpeleset dan membuatku upset seketika. Awalnya aku kira Pangeran Anusapati yang membuatku bekerja di kediaman Raden Panji Kenengkung. Jika ini perintah Baginda Raja maka artinya Pangeran sama sekali tidak terlibat.

Demi nenek gayung yang terus bawa gayung padahal sudah ada shower. Aku berani mempertaruhkan telinga cacing bahwa tebakku 99,999 persen benar bahwa bukan Pangeran Anusapati pelakunya karena dia dan ayahnya tidak akur. Bukan mengajari untuk menganiaya hewan, walau tenang saja karena kenyataanya cacing tidak punya telingga, tetapi hewan itu adalah alasanku tidak mengambil jurusan biologi saat kuliah dulu. Hewan berlendir, tak berkaki ataupun berkaki terlalu banyak adalah kelemahanku sejak kecil... Iiiiiiiiihhhh...

Intinya bahwa Pangeran Anusapati tidak akan pernah mau merendahkan dirinya pada Ken Arok apapun alasannya. Sama seperti kedatangan Weling padaku, berarti kepindahanku sepertinya adalah prakarsa Raden Panji Kenengkung. Dia luar biasa... luar biasa gila maksudku. Tidak mungkin Ken Arok memindahkan diriku karena sekedar isengkan?

Tetapi semua ini membuktikan bahwa orang yang aku cintai adalah manusia biasa. Maksudku sosoknya terlalu sempurna, bukan? Pria tampan, jago beladiri, baik hati, kaya raya dan bukan playboy. Sisi buruknya selain berkepribadian dingin dan sedikit gila, makin kemari dia juga cenderung possessive dan mudah-mudahan tidak sampai mendekati psikopat... Amin.

"Itu yang aku dengar dari orang dalam di istana. Ngomong-ngomong kau bekerja di mana, Rengganis?"

Menghembuskan napas pelan sebelum menjawab, "Aku sekarang menjadi pengasuh Raden Reksa."

"APAAAA???" ujar Sawitri dengan mulut menganga lebar.

"Yes... masuk dong!" ucapku setelah melempar kuncup melati kecil tepat ke mulut Sawitri yang terbuka tadi sambil menyerigai setelahnya.

"Cuuuuiiiiih... sialan kau Rengganis!" mengeluarkan kuncup melati dari mulutnya lalu bersiap mengambil segenggam kuncup melati lagi untuk gantian melemparku.

"Eeiiitt... jangan lempar-lempar Sawitri, bunga itu berharga!" balasku sambil mengangkat tangan serta menaik-turunkan alisku.

"Ini nih yang selalu membuatku dilema. Saat kau tak ada, aku berharap kau masih di sini, tetapi saat kau disini aku berharap kau tidak ada di sini karena sumpah kau menjengkelkan sekali, Rengganis!"

Terkekeh sesaat "Berarti kau merindukanku, Sawitri!" balasku sambil menaik-turunkan alisku untuk mengejeknya.

Mengabaikan ucapanku, dia malah berkata, "Pantas saja kau terlihat ceria, Rengganis! Ternyata kau bekerja di kediaman Raden Panji Kenengkung. Apa ada yang terjadi di sana, hm?" Seringai menyebalkan dari Sawitri muncul seketika.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now