Empat | Marahan

41 18 4
                                    



Sebelum membaca aku saranin vote sama follow dulu ya! Belajar menghargai orang lain.



~Papa~


Pukul 02.00 tadi, selesai sudah acara negosiasi Dio dan Pak Polisi. Untung aja tadi Haechan sempat telfon Dio dan beruntungnya lagi Dio mengangkatnya, kalo engga mungkin aja sampe besok dia ga akan pulang ke rumah.

Di perjalanan Dio dan Haechan cuma diem aja, traveling dengan pikiran masing masing. Sampai akhirnya Haechan membuka suara.

"Bang, maap gua udah balapan tadi" Permintaan maaf Haechan belum sepenuhnya diterima oleh Dio.

Sebabnya, baru kali ini Haechan benar benar liar, dan orang orang yang ikut tertangkap tadi ia lihat di kantor polisi pun berpenampilan seperti preman, apa benar adiknya sebandel itu sekarang? Dio hanya ga mau masa depan Haechan akan sama seperti dia.

"Bang ayolah biasanya gua diceramahin" Haechan tau jika Dio diam saja dan ga ceramahi dia, itu artinya perang dingin dimulai. Mungkin saja Dio akan mengabaikan nya sampe besok, kita lihat saja.

Tidak terasa dalam hening, motor Dio masuk pekarangan rumah mereka, mengapa Haechan ga bawa motor? Tentu aja disita oleh polisi, Haechan perlu uang untuk menebusnya, kini dompetnya saja sudah menipis, hanya ada uang ungu yang bernilai sepuluh ribu rupiah.

Haechan turun dari motornya, diikuti juga oleh Dio. Sedari Dio membuka helm, Haechan hanya memerhatikan gerak gerik kakak nya tersebut.

"Bang maapin, ga bakal gua ulangin dah" Haechan memohon sampai memegang tangan Dio dan berlutut.

Menyebalkan, sangat menyebalkan
Batin Dio.

Dio melepas tautan tangan Haechan dan memasuki rumah, Haechan mengikuti arah Dio dan ikut masuk kedalam rumah mereka, tidak lama Dio pun duduk di sofa ruang tengah itu.

"Duduk lu!" Perintah Dio, nadanya agak sedikit menyeramkan untuk Haechan, masalahnya sedingin dinginnya Kakaknya pada dirinya, dia tidak pernah nada nya berubah seperti ini.

Haechan mulai duduk, dan menunduk, tidak berani menatap Dio. Yakin lah dari kecil ia tidak takut jika kedua orang tua nya memarahi nya, tetapi jika Dio sudah marah, nyali nya menciut. Benar kata orang, manusia yang tidak sering marah, sekalinya marah malah nyeremin.

Dio memijat batang hidungnya pelan, dan memulai pembicaraan lagi. Setelah Dio berbicara, Haechan hanya diam, entah pikiran dia sebenarnya menyimak atau tidak.

"Lu tau ga, Bunda sama Ayah liat perlakuan lo diatas Chan" Perkataan Dio yang membuat Haechan hanya diam.

"Lu tau ga, Bunda sama Ayah pasti kecewa kalo liat lo bandel gini Chan!" Lanjut Dio, perkataan yang ini cukup meninggi dari yang pertama.

Lo juga tau ga bang, Bunda sama ayah juga kecewa liat lo hamilin anak orang
Batin Haechan

Sebenarnya Haechan tidak mau melawan, tapi yang ada dibenaknya Haechan, ia merasa benar, pasti Ayah dan Bunda mereka kecewa dengan Kakaknya itu jika menghamili gadis.

"Kalo lo males belajar, lo jadi anak nakal, lo bakal malu maluin mereka diatas sana!" Haechan mulai kesal dengan perkataan Dio, sebab menurut Haechan, Dio tidak mengaca dengan perlakuannya.

Lalu Haechan berdiri dari duduknya, dan menatap Dio tajam, Dio yang melihat adiknya berdiri pun ikut terbawa emosi. Dalam lubuk hati Dio, Dio bingung, mengapa dirinya sebegitu marah dengan adiknya hanya dengan masalah balapan liar? Memang benar Haechan harus diomelin, tapi tidak berlebihan seperti itu.

Haechan menunjuk Kakaknya dengan jari telunjuk, Haechan sudah terbawa emosi.

"Sadar diri lo juga malu maluin Bunda sama Ayah!" Suara Haechan menggelegar pada malam itu juga.

"Apa kata Bunda sama Ayah kalo anak nya hamilin anak orang?!" Dio hanya diam, iya, dia lagi berusaha mengintrospeksi dirinya.

"CHAN UDAH!" Suara Dio tak kalah nyaring diseisi rumah yang mereka tinggali tersebut.

Haechan hanya diam dan bersenyum miring, ia tau kakak nya kalah telak dengan perkataan dia lagi. Tetapi setelah itu Haechan terdiam dengan perkataan Dio selanjutnya.

"Gua ngomelin lu karna gua ga mau lu jadi brengsek kaya gua, gua tau gua disini salah Chan, gua udah brengsek terus sekarang mau pura pura jadi baik lagi, iya Chan gua akuin gua salah. Cukup gua aja yang bikin Bunda sama Ayah kecewa sama sifat gua!" Dio kali ini ga membentak Haechan, kini nadanya hanya ingin menyadarkan Haechan.

"Kalo mau nasehatin gua biar ngga kaya lu, saring dulu omongan lu, baru bisa ceramahin gua kaya tadi" Haechan mengambil jaketnya kasar dan langsung pergi ke kamarnya.

Haechan tidak tau mengapa dia bisa semarah ini pada kakaknya, padahal Haechan sudah sering di ceramahi seperti ini dengan Dio. Mungkin aja setan lewat yang merasuki tubuhnya.

Dio hanya melihat adiknya yang berjalan menuju kamar dan melemaskan tubuhnya ke sofa hitam panjang itu, ia memijat keningnya frustasi.

Gini rasanya jadi orang tua
Batin Dio.




                            ~Papa~


Hari ini Dio sudah rapih dengan kemeja biru muda dan celana hitam, outfit kerja nya kini sangat bagus dari hari hari sebelumnya. Tapi tidak dengan outfit nya yang bagus, sekarang mood Dio yang tidak bagus. Ia diacuhkan oleh Haechan, dan calon istrinya? tidak menjawab pesan satupun, padahal terakhir ia lihat Ayu sedang online. Mungkin saja Ayu sibuk dengan pekerjaan nya.

Dio sengaja hari ini berangkat agak siangan, dia hanya ingin sarapan dengan adiknya itu. Tidak apa lah dia menjadi pekerja kantoran yang tidak disiplin, hanya sesekali saja kata Dio.

Haechan baru keluar dari kamarnya, muka bantal nya tiba tiba berubah jadi muka dingin ke tatapan Kakaknya itu.

"Makan dulu, gua bikinin sarapan, kalo ga enak ya sorry" Sapa Dio, Dio juga sebenarnya ragu dengan nasi goreng yang ia masak, pasal nya dari kecil ia tidak bisa membedakan gula dan garam, walaupun sudah diajarkan waktu kecil dengan Almarhum Bunda nya, tapi tetap saja dia tidak mengerti.

Haechan yang melihat nasi goreng itu sekilas, lalu mengambil handuknya untuk mandi. Ternyata diluar ekspetasi Dio, Haechan lama sekali mandi nya, dan dia sudah kelewatan telat untuk pergi bekerja, akhirnya ia bergegas pergi memakai motor scoopy berwarna putih itu.

Baru sekitaran lima belas menit Dio bergegas, Haechan keluar dari kamar mandi, menatap bingung, padahal tadi Dio masih duduk diam di bangku meja makan, sekarang Kakaknya itu entah hilang kemana.

Setelah memakai baju seragamnya, Haechan keluar dan melihat meja makan. Ada uang merah yang bernilai seratus ribu rupiah, mungkin untuk ia jajan, dimasukilah uang itu ke kantong, dan Haechan mengambil sendok, untuk apa? untuk apa lagi kalo bukan sarapan, Haechan menyicipi nasi goreng buatan Kakak nya itu, dan rasanya ternyata manis, Haechan hanya menertawakan nasi goreng buatan Kakaknya itu dan menyimpan nasi gorengnya di tempat bekalnya, kalo kata Haechan, mubazir buat dibuang.

"Nasi goreng manis, boleh lah" Kekeh Haechan dan mengunci pintu rumahnya, bergegas untuk pergi ke sekolah, mungkin saja di sekolah sudah pelajaran kedua, tapi tidak apa, seorang Haechan sudah biasa telat.



                    Bersambung...





Lagi mood update ehe, jangan lupa follow+vote yaaa

Papa - Haechan Where stories live. Discover now