Mahesa: Halte

49 9 4
                                    

Kupikir, ada banyak hal perihal Mahesa yang telah aku ceritakan sejak awal tulisan ini aku ciptakan. Maka, untuk mengenang dan menghargai kehadiran sosok lain di dalam kehidupanku, aku akan menceritakan satu persatu kisahku dengan orang-orang yang sudah dengan suka rela mau hadir di dalam hidupku.

Siang itu gerimis membungkus kampus. Pohon-pohon, jalanan, rerumputan juga atap gedung di seluruh kampus basah. Meskipun aku mendengar beberapa keluhan dari teman-temanku, kupikir tak ada yang salah dengan air yang jatuh ke bumi sekalipun ramalan cuaca berkata hari ini akan cerah-cerah saja. 

Tapi, ramalan cuaca tidak dicipta untuk selalu benar, bukan? Begitu pula dengan hujan, ia dicipta tidak untuk melulu disalahkan. Bukankah begitu?

"Kenapa harus hujan, sih?"

"Nggak ada bersyukurnya lo jadi manusia!"

"Yeee biarin! Gue yang nggak bersyukur kenapa lo yang sewot!"

Jawaban tersebut sudah cukup jadi gambaran besar seperti apa dan bagaimana sosok Kana dalam kesehariannya yang selalu saja melontarkan kalimat yang sesekali terdengar pedas di pendengaran atau kadang-kadang menurut Iman— pemuda tabah yang sesaat lalu menegur halus Kana perihal bersyukur— tidak sepantasnya keluar begitu saja dari mulut perempuan itu.

"Lo baiknya segera didik temen lo ini, Nay, " celetuk Iman kepadaku.

"Kalau ada lo kenapa harus gue?"

"Cih, ogah banget ngedidik manusia kaya begini!"

"Gue juga ogah dididik sama lo!!" ketus Kana yang sesaat kemudian dibalas dengan jitakan halus dari Iman.

"Batal deh wudhu nya Kana," ucapku asal.

"Gue kepingin muntah," balas Iman setelah mendengar kalimatku barusan diikuti dengan ekspresi wajahnya yang seakan-akan mual dan benar-benar ingin memuntahkan seisi perutnya.

"Najis!! Hamil lo!!!"

"Jaga cara bicara lo!"

Saat sedang asyik-asyiknya menyaksikan pertengkaran Kana dan Iman yang menurut ramalan orang banyak sampai lebaran monyet juga nggak akan selesai— aku menangkap kehadiran sosok Bian menghampiri kami bertiga.

Sorot mata Kana menatap tajam ke arah Bian. Pertengkarannya sesaat lalu tiba-tiba terhenti sesaat. Aku tahu persis Kana seringkali kesal setiap Bian tiba-tiba menghampiriku atau ada di dekatku.

Tidak. Kana tidak membenci Bian. Sama sekali tidak. Kana hanya kesal dan aku hanya ingin memperjelasnya agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Saat gerimis tak kunjung mereda melainkan bertambah lebat, Bian memberitahukan kepadaku bahwa hari ini Mahesa harus siaran untuk menggantikan temannya yang sedang tidak bisa hadir.

Aku menganggukkan kepalaku mengerti dan sesekali menanyakan beberapa pertanyaan untuk sekedar basa-basi pada teman baik Mahesa ini.

"Kenapa Mahe nggak ngabarin langsung ke Naya aja? Kenapa harus disampein ke lo terus disampein lagi ke Naya?"

"Handphone gue lowbat, Kan."

"Handphone gue ada kali, Nay. Kenapa Mahe nggak ngechat ke gue aja sih?"

"Ah elah Mahe kagak sudi kali ngechat nenek sihir kaya lo," jawab Iman asal yang berhasil membuat amarah Kana kembali meledak.

"Ah elah Mahe kagak sudi kali ngechat nenek sihir kaya lo," jawab Iman asal yang berhasil membuat amarah Kana kembali meledak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MAHESAWhere stories live. Discover now