[01] How It Started

69 38 20
                                        

"Tuhan tidak menjanjikan langit selalu biru, tapi Ia selalu menghadirkan pelangi setelah badai berlalu."

Denting sendok bersahutan mengiringi suasana pagi di ruang makan keluarga itu

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Denting sendok bersahutan mengiringi suasana pagi di ruang makan keluarga itu. Sepasang suami istri—Husein dan Lestari—beserta kedua anak perempuan dan laki-lakinya tengah menyantap sarapan bersama sebagai rutinitas di pagi hari. Kanaya Savira—putri pertama mereka—kini sedang meneguk segelas teh hangat dengan begitu terburu-buru.

“Ayah, Ibu, Nay berangkat dulu ya. Takut jalanan macet,” pamitnya seraya mencium punggung tangan kedua orangtuanya, disusul dengan mengelus singkat puncak kepala sang adik, Devara Bramanta.

“Iya, sayang. Hati-hati, jangan ngebut!” Pesan Lestari, seakan hafal dengan kebiasaan buruk putrinya saat terburu-buru pergi ke kampus.

Hehe... Siap! Assalamualaikum, usai mengucap salam, Kanaya bergegas menyalakan motor kesayangannya, lalu melesat menuju tujuan.

Tak butuh waktu lama, gadis berkerudung navy itu sampai di Universitas Nawasena, tempatnya mengenyam pendidikan Ilmu Keperawatan sejak satu setengah tahun yang lalu.

Saat ini, Kanaya sedang menjalani semester tiga di usia yang hampir genap dua puluh tahun. Memiliki cita-cita sebagai petugas medis untuk bisa menolong banyak orang di masa depan, membangun semangatnya untuk menjalankan studi ini sebaik mungkin.

Good morning, Sunshine! Masih pagi udah ngelamun aja,” sapaan nyaring itu amat dikenali oleh indra pendengaran Kanaya. Suara Yasmine, sahabat dekatnya sejak masa putih abu-abu.

Astaghfirullah, Mine. Hobi banget ngagetin orang,” protes Kanaya, mengundang kekehan dari sang lawan bicara.

“Ya maaf. Abisnya, lo lucu, sih, kalau lagi kaget gitu.”

Kanaya melengos. Kedua gadis itu pun beriringan menuju ke gedung fakultas mereka yang berdekatan. Fakultas Seni Rupa dan Desain—tempat Yasmine mempelajari Ilmu Seni Rupa—berada di seberang Fakultas Keperawatan. Mereka seringkali berpapasan saat mendapat jadwal kuliah di waktu yang sama.

"Oh iya, nanti lo part time di kafe biasa, kan?" Tanya Yasmine di sela-sela langkah mereka. Kanaya mengangguk singkat.

“Nggak capek apa, Nay? Udah kuliah dari pagi sampe siang, terus lanjut part time di kafe sampe malem. Gue yang cuma liatin lo kerja aja kadang engap sendiri.” Tanya Yasmine sambil menampilkan ekspresi ngerinya. Kanaya tertawa kecil.

“Capek sih pasti berasa, Mine. Tapi, mau gimana lagi? Kasihan juga Ibu sama Ayah kalau harus bayar penuh uang kuliahku, sementara ada Devara yang juga masih sekolah. Lagipula, aku enjoy kok ngejalaninnya.” Jawab Kanaya.

“Emang ya, sahabat gue yang satu ini selalu keren. Pengen gue bikinin iklan di billboard rasanya, biar satu Indonesia tahu.” Puji Yasmine, sedikit hiperbola menurut Kanaya

Hahaha... bisa aja kamu, Mine. Udah ah, ayo masuk. Nanti terlambat,” ajak Kanaya saat mereka sampai di depan gedung fakultas.

"Okay, see you nanti, ya! Gue mampir ke kafe setelah beres matkul kedua." Ucap Yasmine, lalu melambaikan tangan seraya berlari kecil menuju gedung fakultasnya.

“Sip, aku tunggu!” Kanaya membalas lambaian tangan sahabatnya, lantas ikut memasuki gedung fakultasnya untuk menyambut mata kuliah pertama hari ini.

***

Sementara di lain tempat, pemuda yang masih terbaring di ranjangnya itu mulai bergerak gelisah. Suara bising dan bayang-bayang mengerikan itu, kembali datang tanpa permisi dalam tidurnya yang seringkali tak nyenyak. Deru napasnya memburu, diikuti butiran peluh yang kian menetes.

Jangan... jangan lakuin itu ke kakak...

Jangan sakiti Kak Naz, aku mohon...

Tolong... Berhenti!

R-rash.. Arash...

KAK NAZ!

“HAH!” Tubuh pemuda itu tersentak. Peluh bercucuran hebat dari kening dinginnya. Lantas, ia bangkit dari pembaringan seraya mengusap wajah pucatnya dengan kasar.

Arash Dwitama, pemuda berusia dua puluh satu tahun itu menghela napas panjang. Menunjukkan rasa lelah pada mimpi-mimpi yang terus menghantuinya selama tujuh tahun belakangan ini.

Namun, alih-alih berusaha untuk menghilangkan bayang-bayang mengerikan itu, Arash malah merasa pantas hidup dalam ketakutan yang tak berujung. Perasaan bersalah terhadap kejadian pembunuhan sang kakak perempuan, masih terus melekat seolah enggan untuk ia lepaskan.

Paras lembut Shanaz—kakaknya—akan selalu menetap di ingatan Arash. Tatapan menenangkan yang penuh kasih sayang itu sangat Arash rindukan. Kendati beratnya rasa untuk mengikhlaskan, membuat ia terus menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi di masa lalu. Padahal, semua itu merupakan takdir yang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa.

“Maafin Arash, Kak... Seandainya Arash nggak diem aja saat perampok itu dateng dan menyandera kakak, pasti Kak Naz masih ada di sini sama kita semua.”

“Andai Arash nggak jadi pengecut dengan berdiam diri tanpa usaha apapun untuk melindungi kakak, pasti bajingan-bajingan itu nggak akan merenggut nyawa Kak Naz.”

“Ini semua salah Arash, kan, Kak? Arash gagal jadi pelindung buat Kakak. Di atas sana, Kak Naz pasti kecewa banget, ya, sama Arash?”

“Biarin Arash menebus semua kesalahan dengan hidup dalam rasa bersalah ini, Kak. Arash sadar, apa yang Kak Naz rasain tujuh tahun lalu pasti jauh lebih sakit dari apapun yang Arash rasain sekarang.”

“Bahagia di sana ya, Kak. Arash sayang banget sama kakak. Sekarang, dan selamanya.”

Halo, Assalamualaikum!

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Halo, Assalamualaikum!

Selamat membaca bagian pertama untuk kenal lebih dekat dengan Kanaya dan Arash.🤩
Semoga bisa menikmati dan mengikuti alur kisah mereka, ya.🤍
Maaf jika masih ada typo maupun kesalahan penulisan lainnya😕
Sampai ketemu di part selanjutnya!👋🏻

For any feedback or update information, kindly visit me on Instagram @syaaleries 💐

“Seek help through patience and prayer.”
[ 2 : 45 ]
Wassalamualaikum!

— Regards, sya🎀.
[ 14 Nov 2024 ]

Healing from Within Donde viven las historias. Descúbrelo ahora