BF_22

2K 203 6
                                    

Pagi-pagi sekali Prem terbangun karena mendengar suara batuk berkali kali dari dalam kamar mandi. Dia mengerjakan matanya dan melihat bahwa disampingnya tidak ada siapapun dan sudah dapat dipastikan bahwa Boun berada di dalam kamar mandi.

"Boun" panggil Prem sambil menggedor gedor pintu kamar mandi yang sengaja Boun kunci.

Boun terduduk di closet sambil memegang dadanya yang terasa nyeri dan nafas tidak beraturan. Dia tidak kuat berdiri menopang tubuhnya apalagi berjalan membuka kunci kamar mandi dan meminta tolong kepada Prem.

Telapak tangannya sudah dipenuhi darah yang keluar bersamaan dengan batuk yang tiada hentinya. Pandangannya semakin buram dan suara teriakan Prem dari luar sudah sangat tidak bisa ia dengar.

"Boun, buka pintunya!" Teriak Prem namun tidak ada jawaban dari Boun kemudian mau tidak mau dia harus mendobrak pintu kamar mandi kerena khawatir dengan keadaan Boun di dalam.

"Boun!" Teriak Prem saat melihat Boun yang sudah terbaring lemas di lantai dengan tangan yang berlumuran darah.

Prem panik karena Boun tidak sadarkan diri kemudian langsung saja dia mengangkatnya dan membawa Boun ke rumah sakit.

Prem mondar mandir tidak jelas sambil menunggu dokter Raffi memeriksa keadaan Boun. Perasaannya tidak tenang dan khawatir terhadap Boun. Dia berusaha mencoba menghilangkan fikiran negatif nya terhadap Boun.

Setelah Boun dipindahkan ke ruang rawat inap, Prem langsung masuk dan duduk di kursi yang berada di samping ranjang tempat Boun berbaring tidak sadarkan diri.

"Prem" panggil Jane yang datang karena Prem memberitahu bahwa Boun dirawat dirumah sakit. Prem langsung memeluk Jane agar dia sedikit tenang dan yakin bahwa Boun akan baik-baik saja.

Jane melihat Boun yang terkulai lemas dengan wajah yang pucat. Dia takut jika terjadi apa-apa kepada temannya itu padahal Boun selalu terlihat sehat dan tampak baik-baik saja.

Setelah agak lama Prem dan Jane menunggu, Prem melihat jari tangan Boun yang bergerak sedikit pertanda bahwa sebentar lagi Boun pasti akan sadar.

"Prem" panggil Boun dengan suara yang serak dan dengan volume yang kecil serta wajah yang pucat.

Prem langsung berdiri dari duduknya dan mengelus rambut Boun dengan senyum getir. Dia tidak tega melihat Boun seperti ini karena yang dia lihat Boun selalu tersenyum dan tidak merasakan sakit apapun.

"Minum" ujar Prem kemudian Jane yang berada dekat dengan meja yang terdapat air minum langsung membantu Boun untuk meminumnya.

Boun merasa nafasnya pendek dan masih terasa sesak serta kepalanya yang masih sedikit pusing.

"Boun!" Panggil Dave setelah membuka pintu ruangan dan langsung menghampiri Boun sehingga Jane bergeser dan pindah ke samping Prem.

Dave memegang tangan Boun dan langsung menangis. Dia sebenarnya mengetahui penyakit Boun tapi jika sudah seperti ini, dia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Gw gakpapa Dave" ujar Boun menenangkan Dave.

Prem melihat Dave yang sepertinya sangat sedih melihat kondisi Boun yang sedang sakit ini kemudian Jane membawanya keluar ruangan dan membiarkan Dave berbicara dengan Boun.

"Boun, lo janji sama gw harus sembuh. Kejar cinta lo, kejar kebahagiaan lo, kejar mimpi-mimpi lo" ujar Dave meneteskan air matanya.

"Dari dulu, mimpi gw cuma pengen ketemu orang tua gw Dave. Cinta gw bahagia sama orang yang udah seharusnya" jawab Boun masih tersenyum namun dengan mata yang berkaca kaca.

"Maaf gw gak bisa jagain lo selama ini, gw cuma bisa sembunyi dari lo Boun" ucap Dave menyesal, namun lagi-lagi Boun tersenyum dengan bibirnya yang pucat.

"Mungkin jalannya emang harus kayak gitu Dave. Kalo orang tua gw udah jemput gw nanti, Lo janji sama gw bantu gw jagain Prem. Jangan sampe dia sedih atau ada orang yang jahatin dia" ujar Boun.

Dia sudah merasa sepertinya hidupnya tidak akan lama lagi. Mungkin cintanya selama ini harus ia kubur bersama dengan dirinya. Dave menangis mendengar ucapan terakhir Boun yang sepertinya sudah menyerah dengan hidupnya.

•••

Boyfriend | BounPrem [✓] Where stories live. Discover now