"Kau berani mengatakan hal itu padaku. Apakah kau berubah karena Jungkook? Bukankah kau sangat membencinya, sampai jauh di lubuk hati kau ingin membunuhnya." Kalimat seperti ini adalah hal paling menyenangkan. Dia juga tidak punya alasan untuk membuat perubahan di wajahnya yang telah menua. "Itu dulu dan perubahan dalam diriku penuh. Aku sudah mengesampingkan rasa egois ku, memilih ibuku sendiri untuk aku jadikan sasaran baru lagi." Taehyung mendekat dia sendiri menyentuh lengan sang ibu. Menahan gerakan ibunya untuk tidak melakukan apa-apa.

"Lepaskan senjata mu ibu."

Taehyung tidak memohon. Dia hanya berkata apa adanya, hal tak dia sukai akan selalu ada. Kedua mata antara ibu dan anak itu kembali menajam, Seokjin disana mendekat dengan membuang sampah bom tak berguna lagi di tangannya. Dia masih was-was dengan tanda tak ada kata menyerah dari sana. "Aku sangat antusias, jangan membuat mood ibu semakin tidak menyukai hal seperti ini anakku." Antara sadar dan tidak. Kadangkala, wanita sepertinya hanya tahu bahwa dia melakukan semua ini demi masa depan seorang putra.

"Aku membebaskan semua balas dendam ku. Kalau ibu tidak bisa, aku akan membantu ibu. Jangan sakiti adikku, kau sama saja menyakiti anakmu."

Jungkook merasa bahwa kakaknya sudah banyak berubah dalam waktu singkat. Ada banyak kendala, kedua mata dengan manik mata buram di pandangan matanya. Kedua tangan itu sedikit lemas saat menyaksikan Hoseok yang membantu seorang maid membalut luka nyonya besarnya.

"Taehyung apakah kau serius mengatakan hal itu. Ini semua kesalahan ayah, biarkan ayah melakukan semua ini sendiri." Langkah kaki menjadi larangan keras bagi pria itu untuk mendekat ke arahnya. Wanita itu mengumpat agar seorang ayah tidak ikut campur, "kau suami tidak berguna sama sekali. Aku merasa kalau kau tidak ada gunanya." Dendam kesumat akan selalu ada.

Jungkook masih memeluk ibunya demi memberi kekuatan baginya. Jatuh besar harapan untuk semua ini berakhir. Taehyung melihat kalau semua ini tidak akan berhasil kalau dia tidak menyerahkan dirinya seperti tumbal. Tangannya masih menggapai siku ibunya dan menahan dalam satu ketetapan harus.

"Turunkan tangan ibu, aku akan ikut denganmu." Tak ada kata bahagia dia wajahnya. Dia juga tidak mau membuat semua menjadi lebih jauh. Taehyung mendapati semua orang diam bungkam, melongo melihat dirinya dalam dasar tidak percaya sekarang. Semua orang tentu saja terkejut saat mendapati satu kejujuran dari pemuda yang siap melepaskan masa depan lebih baiknya. "Taehyung, apa yang kau lakukan. Apakah aku tidak salah mendengar? Tidak... Aku sama sekali tidak akan pernah setuju akan semua ini!" Seokjin adalah orang pertama yang protes.

Dia merasa protes akan semua ini. Bukan hanya itu saja, dia juga tidak punya stamina lebih untuk bisa meyakinkan ini. Taehyung seorang pemuda keras kepala yang masih kecil, dia menganggap bahwa pemuda itu masih membutuhkan pengawasan penuh.

"Diam kau Seokjin! Jangan coba untuk mempengaruhi putraku!"

"Kau yang justru nya diam! Kemana kau selama ini? Taehyung masih kecil dan membutuhkan ibunya. Kau pura-pura mati dan datang merebut warisan milik anakmu!"

Seokjin juga tak kalah beringas. Dia juga mengacungkan senjata sama halnya dilakukan oleh Hera. Jika dia mati maka wanita itu juga akan mati, itulah prinsipnya. Terkadang dia akan pasrah dan kadang juga dia tidak akan bisa menerima ini semua. Lalu saat semua jalan sudah ditunjuk maka yang dia dapatkan adalah rasa pahit dari sebuah obat.

"Kau tidak tahu bahwa kau sudah menjadi pemberontak kecil. Apakah kau mau mati sama seperti ayahmu, Kim Seokjin?" Hera berkata tanpa beban. Seolah dia manusia biasa tanpa melakukan kesalahan ataupun dosa besar. Seokjin mendadak lemas dengan tangan turun tanpa tahu bahwa beban di pundaknya jauh lebih berat. Kabar kematian sang ayah merupakan sebuah kebenaran yang pasti.

Descendant (Sad Story Vkook) [END]✓Where stories live. Discover now