13

8 3 0
                                    

Jeno dan yang lainnya terduduk lemas di lantai koridor tak berujung itu. Mereka semakin gelisah dan putus asa. Harapan untuk bisa selamat kini kian menipis. Pasrah adalah satu-satunya hal yang ada di pikiran mereka saat ini.

"Gua pengen keluar dari sini", lirihan itu terdengar sangat putus asa. 

Jeno melihat ke arah Jaemin yang sedang menunduk menyembunyikan wajahnya. Matanya berair, menahan tangisan yang ingin meluap. Haechan dan Yangyang pun sama. Wajah mereka terlihat sangat kelelahan. Bahkan mereka tak tahu apakah sekarang hari sudah malam atau siang. 

"Gua cape. Kalo emang ajal gua udah deket, gua mau mati sekarang aja. Gua beneran cape", ucapan Jaemin yang kian bergetar membuat hati mereka sakit. Walaupun mereka dalam kondisi yang sama, tapi Jaemin lebih menderita. Luka tusuk di perutnya selalu berdarah. 

"Gua ngerti, Jaem. Gua bisa ngerasain itu. Gua mohon. Bertahan sekali lagi. Kita udah jauh, tapi kita pasti bisa balik lagi. Gua yakin Shotaro pasti lagi ke sini. Dia harapan kita satu-satunya. Kita cuman harus bertahan dan berdoa", ucap Jeno menyemangati.

"Apa lo yakin, Shotaro bakal ke sini? Apa dia tau jalannya? Dia ngerti harus gimana?" tanya Haechan.

"Seenggaknya dia pasti bakal bawa bantuan. Inget pas dia vidcall lo, Chan? Dia bilang kita di hutan. Itu artinya dia udah sadar, ada yang gak beres. Lo tenang aja. Shotaro pasti tau, apa yang harus dia lakuin. Gua yakin itu", sahut Yangyang meyakinkan. 

"Mending kita jalan lagi. Siapa tau kita bakal nemu makanan. Gua laper", kata Jaemin mengalihkan pembicaraan. Dia kemudian berdiri dan bersiap untuk melangkah pergi. Jeno dan sisanya ikut beranjak. Mereka mengikuti langkah kaki Jaemin. Tanpa mereka sadari, ada beberapa sosok yang mengamati mereka dari kegelapan. 

***

Eunhyuk merenung sambil berjalan. Pikirannya berkecamuk. Hatinya mengatakan jika adiknya masih tertahan di villa ini. Ada sedikit kecemburuan yang timbul ketika Shotaro menceritakan tentang hantu baik itu padanya. 

"Taro", Shotaro menoleh pada asal suara. 

"Tentang hantu baik itu, apa kamu lihat dia di sini sekarang gak?" tanya Eunhyuk penuh harap.

Shotaro menggelengkan kepalanya. Dia kemudian sedikit memiringkan kepalanya dengan pandangan bertanya. Dia heran kenapa Eunhyuk malah menanyakan keberadaan hantu itu, daripada memikirkan petunjuknya. 

"Om, om kepikiran gak sama petunjuknya apa? Taro sama sekali gak ngerti soalnya. Lagian kan ini juga pertama kalinya Taro ke sini", Eunhyuk tak langsung menjawab. Dia dan Shotaro kini sudah berada di lantai atas. Dia menelisik dengan saksama berbagai pintu yang terdapat di lantai itu.

Atensi Eunhyuk jatuh pada sebuah pintu yang berwarna merah darah. Dia merasakan aura magis yang kuat menyeruak dari balik pintu tersebut. Petunjuk yang diberitahukan oleh Shotaro mendadak terngiang di kepalanya. 

"Salah satu petunjuknya 'Bloody Door' kan? Artinya pintu berdarah. Darah itu berupa cairan yang berwarna merah. Dan salah satu pintu itu berwarna merah darah. Kamu bisa nyimpulin sesuatu, Shotaro?" Shotaro melihat pintu yang dimaksud Eunhyuk. Badannya terasa lemas melihat pintu berwarna merah darah itu. Entah kenapa tapi, hatinya terasa sakit. 

Tanpa diperintah, Shotaro melangkahkan kakinya mendekati pintu tersebut. Di belakangnya, Eunhyuk mengikuti Shotaro. Eunhyuk mengawasi Shotaro dari belakang sambil terus menatap nanar pintu tersebut. Masih sangat segar diingatan Eunhyuk. Enam tahun lalu, dia menemukan teman adiknya terkulai mengenaskan di balik pintu itu. Dia merasa enggan untuk masuk lagi ke sana. Bahkan dia sebenarnya tak mau kembali ke tempat villa ini berdiri. 

Dengan keberanian yang dimilikinya, Shotaro perlahan membuka pintu itu perlahan. Setelah pintu itu dibuka lebar, dia bisa melihat ruangan itu berantakan. Banyak sekali pisau dan pecahan kaca berceceran di lantai. Dia menggulirkan matanya melihat sekitar. Ketika netranya menangkap sebuah tas berwarna hitam, alisnya mengkerut. 

Shotaro segera mengambil tas itu dan menelisiknya dengan cermat. Seketika raut wajahnya berubah tegang. Dia mengenali tas itu. Shotaro sangat yakin kalau pemilik tas ini adalah sahabatnya. Perasaannya berkecamuk. Dia senang bisa melihat jejak sahabatnya, di sisi lain dia khawatir dengan kondisi sahabatnya. 

"OM! OM! OM EUNHYUK! CEPET KE SINI! TARO NEMUIN TAS SAHABAT TARO!" 

***

Jeno dan yang lainnya terus berjalan lurus ke depan. Sampai Jaemin tiba-tiba berhenti mendadak. 

"Jaem, kenapa?" Yangyang bertanya dengan nada khawatir yang kentara. 

"Liat itu! Itu pintu kan?!" seru Jaemin sambil menunjuk sebuah pintu. Yang lain melihat arah yang ditunjuk Jaemin. Memang benar, di sana ada sebuah pintu. Ada sedikit binar di mata mereka ketika melihat pintu itu. Tapi, tidak dengan Haechan. Dia merasakan firasat tidak enak melihat warna pintu tersebut.

"Kenapa, Chan? Lo kayak khawatir gitu. Kita nemu pintu, loh! Siapa tau itu pintu keluar", kata Jeno sambil merangkul Haechan. 

"Warna pintunya Jen. Itu warna merah darah. Gua cuman was-was aja", jawab Haechan sambil terus melihat pintu itu. 

"Udah, coba aja dulu kita ke sana!" Jaemin kemudian berlari dengan semangat menuju pintu merah itu. Dengan tak sabar dia langsung membuka pintu tersebut diiringi senyumannya yang merekah. Tapi, senyuman itu langsung luntur ketika dia melihat isi dibalik pintu tersebut.

"Ada ap-HAH!" baru saja Jeno akan bertanya, dia langsung terkejut melihat isi ruangan itu. 

Haechan dan Yangyang juga sama kagetnya dengan mereka. Bagaimana tidak kaget? Isi ruangan itu membuat mereka benar-benar tercengang. Bukan, bukan karena ruangan itu mengerikan. Tapi, karena ruangan itu sangat bersih dan rapi. 

"Rapi banget. Bersih, harum lagi. Eh, itu peti apa, ya?" pertanyaan Yangyang membuat mereka kembali sadar dari kekaguman. 

Mereka melangkahkan kaki, masuk ke dalam ruangan tersebut. Perlahan, mereka pun mendekati peti-peti yang terdapat di tengah ruangan. Peti itu ada sebanyak enam buah, berjejer dengan rapi. Warna peti itu coklat tua. Terlihat mengkilap seperti baru dicat ulang.

"Buka, nih?" tanya Jeno. Haechan mengabaikan pertanyaan Jeno. Ia merasa seperti deja vu melihat enam peti tersebut. Hatinya bertanya, 'apa gue pernah liat peti ini ya? Apa jangan-jangan ini peti yang itu, lagi?!'. Tapi, dia tak berani membuka suara. Lebih baik dia mengikuti teman-temannya. 

Jeno kemudian membuka peti itu setelah mendapat anggukan dari sahabatnya. Ketika dibuka, mereka langsung memekik kaget. 

Bener dugaan, gue-Haechan

Isi dari peti itu adalah mayat yang diawetkan. Artinya ada enam mayat yang kini berhasil mereka temukan. Mayat-mayat itu tidak rusak, hanya saja terlihat mengerikan karena banyak luka di tubuhnya. 

Bersamaan dengan itu, mereka mendengar lenguhan suara Renjun. Yang menandakan bahwa Renjun terbangun dari tidur lelapnya.

"Eungh....."

"RENJUN!" ucap para pemuda itu bersamaan.

"Akhirnya, lo sadar juga, Jun", ucap Haechan sambil memeluk Renjun.

"Alhamdulillah, Jun. Lo sadar. Bisa dicincang gua sama mama baba lo, sampe lo gak balik", sahut Yangyang sambil tersenyum.

"Jun, selamat datang, kembali", Jaemin dengan senyum manisnya.

"Jun, udah 3 hari, lo gak sadar. Seneng banget gua, lo sadar", Jeno dengan eyesmile-nya.

"Bentar, deh. Ini kok ada peti mati di sini? Kita ada di mana?"

"Panjang ceritanya. Lo harus istirahat dulu, nanti kita cerita", jawab Haechan.

***

The Villa | Strange Holiday (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon