10

8 3 0
                                    

Jeno langsung mengajak semua sahabatnya untuk masuk ke dalam ruangan dengan pintu merah itu.

"Sementara, kita di sini dulu", ucap Jeno.

"Yang, luka lo gua obatin dulu", Haechan langsung mengeluarkan beberapa obat untuk mengobati luka di kaki Yangyang.

Jaemin bersandar ke dinding dengan Jeno di sampingnya. Renjun masih setia menutup matanya, dibaringkan dengan berbantal paha Jeno.

"Liburan kita kenapa gini, ya?" ucap Jaemin lirih.

"Udah takdir kita harus ngalamin ini", balas Haechan.

"Anggep aja, ini ujian buat memperkuat persahabatan kita", sambungnya.

Jaemin mengangguk pelan. Sedangkan Yangyang hanya bisa menundukkan kepala. Merasa bersalah karena mengajak semua sahabatnya ke sini.

"Gua minta maaf. Ini kesalahan gua sama Renjun. Kami yang ngajak kalian ke sini, gua minta maaf", Yangyang terus mengucap kata maaf pada mereka, sampai membuat Jeno jengah mendengarnya.

"Plis deh! Udah berkali-kali dibilangin! Ini bukan salah lo atau Renjun! Kita sama-sama setuju buat ke sini!" bentak Jeno kesal.

Semuanya terdiam mendengar penuturan Jeno. Membenarkan ucapannya dalam hati.

"Ini hari ketiga Renjun gak sadar", lirih Haechan mengganti topik.

"Yakin aja kalo Renjun bakalan selamat", timpal Yangyang.

"Chan, waktu itu lo bilang, nemu pintu warna merah kan? Mau lo lanjut gak ceritanya?" tanya Jaemin.

Haechan mematung sejenak. Matanya menelisik ruangan yang mereka tempati sekarang.

"Di sini aman, Chan. Seenggaknya mereka gak akan ganggu kita sampe malem", Haechan mengangguk. Dia juga tahu hal itu, karena merasakan hal yang sama.

"Iya. Gua lanjut. Gua bilang, gua liat enam peti kan? Nah, pas mau gua buka-", lagi perkataan Haechan tidak bisa diteruskan.

"Chan? Gak bisa ya? Padahal di sini auranya gak kuat", kesal Yangyang.

"Mungkin emang susah kali, Yang", kata Jeno.

"Kalo emang gak bisa, gak usah dipaksain. Takutnya mereka ganggu lagi", sambung Jaemin.

"Bukan gitu. Ada yang bisikin gua barusan", semua mata langsung beralih ke Haechan.

"Katanya isi enam peti itu, gak boleh dibocorin kalo kita pengen keluar dari sini. Enam peti itu punya sangkutan yang besar sama villa ini", semuanya mendengarkan penjelasan Haechan dengan seksama.

"Kalian tau kenapa villa ini dapet julukan 'Red House'?" mereka menggeleng, tanda tak tahu.

"Banyak kasus berdarah yang terjadi di sini. Pembunuhan dan bunuh diri. Kasus paling terkenal itu sekitar 6 tahun lalu. Pembantaian beruntun. Konon katanya, ada 7 orang yang nginep di sini. Tapi, gak tau apa masalahnya, mereka semua saling bantai. Sampai gak kesisa satu pun-"

"Rumor yang beredar, itu karena ulah penghuni di sini yang rasukin mereka. Tapi, faktanya belum tentu gitu. Masyarakat sekitar jadi was-was. Karena takut terjadi hal tidak diinginkan, maka mereka mutusin buat ngehindarin villa ini-"

"Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana pembantaian itu terjadi? Siapa pelakunya? Semua itu masih jadi misteri. Dan hal itu juga yang buat kita kek gini. Kemungkinan 'mereka' emang mau ngulangin kejadian itu. Atau mereka takut kita ngelakuin hal yang sama di sini. Dan buat tempat ini jadi lebih kotor".

Penjelasan Haechan berhasil membuat mereka merasa tegang. Bahkan Yangyang pun tercengang mendengar hal ini.

"Tunggu, jadi, kemungkinan 6 peti itu-", ucapan Jaemin terhenti. Entah kenapa dia pun tak bisa mengucapkannya.

"Kemungkinan gitu. Tapi, hubungannya sama kita apa? Bahkan kita gak tau tentang villa ini 6 tahun lalu", protes Jeno.

"Kita emang gak tahu-menahu. Tapi, mereka cuman mau jaga tempat mereka supaya tetep bersih. Mungkin mereka mau kita bongkar rahasia ini", terka Yangyang.

Semuanya kembali terdiam. Suasana semakin memburuk. Ketegangan di antara mereka meningkat drastis. Kini mereka merasakan ketakutan yang sebenarnya. Melebihi ketakutan sebelumnya.

Dan tak ada satu pun yang sadar bahwa kini mereka sedang berada di dalam ruangan dengan pintu yang berwarna merah.

***

Di sisi lain, Shotaro, Eunhyuk dan timnya menyusuri jalanan setapak yang membawa mereka ke villa itu.

Shotaro berjalan bersisian dengan Eunhyuk, memimpin jalan.

"Om, kok suasananya semakin lama, semakin gak enak ya?" tanya Shotaro memecah keheningan.

"Gak usah mikirin yang macem-macem. Jaga pikiran kamu", ucap Eunhyuk.

Setelah itu kembali hening. Mereka tetap berjalan lurus. Fokus ke depan. Dan fokus pada apa yang mereka pijak.

Samar-samar dari kejauhan, Shotaro bisa melihat ada beberapa gadis yang sedang menari dengan formasi melingkar.

Tabuhan gamelan pun samar-samar terdengar di telinganya. Shotaro terus memerhatikan para penari itu. Gerakannya yang gemulai, paras mereka yang cantik, berhasil menyihir Shotaro untuk beberapa saat. Dia pun berjalan dengan cepat untuk melihat lebih dekat.

Eunhyuk yang menyadari langkah Shotaro semakin cepat pun heran. Dia kemudian memfokuskan mata, mencoba melihat apa yang dilihat Shotaro.

Matanya membulat, ketika menyadari kalau Shotaro berhasil tersihir oleh para penari itu.

"SHOTARO! HEY! DEK! BERHENTI! JANGAN JALAN KE SANA! SHOTARO! JANGAN KE SANA!" dengan sekuat tenaga, Eunhyuk menggapai Shotaro dan menampar pipinya keras.

"AW! Om! Sakit!" Shotaro meringis sambil mengusap pipinya yang ditampar.

Melihat raut wajah jelek milik Eunhyuk membuatnya ciut. Shotaro mengkeret takut melihat tatapan tajam nan menusuk milik Eunhyuk.

"Mereka gak nyata, Shotaro. Mereka sengaja buat kamu terpesona, agar kamu terjebak bersama mereka", Eunhyuk berucap dengan nada rendah dan penuh penekanan.

"Kamu lihat! Di depan itu jurang! Kamu ke sana, kamu bakal terjun bebas, jatuh ke jurang! Mau?!" Eunhyuk membentak Shotaro agar dia sadar.

Shotaro membulat. Manik matanya bergetar. Dia berpikir, jika Eunhyuk tidak menariknya, mungkin kini dia sudah tinggal nama saja.

Merasa bersalah, dia pun menundukkan kepalanya, "Shotaro minta maaf ya, om. Dan makasih, om udah sadarin Taro", ucapnya.

Eunhyuk yang melihat tingkah Shotaro, hanya menganggukkan kepala. Jujur, dia sangat tidak bisa melihat Shotaro seperti itu. Rasanya seperti dia kembali melihat adik sepupunya yang telah lama meninggal.

"O-o-om, om, i-itu, d-di-di belakang, om", baru saja Shotaro merasa aman, kini dia harus kaget lagi.

Eunhyuk yang menyadari perubahan ketakutan Shotaro melirik belakangnya. Dia pun sama kagetnya dengan Shotaro ketika melihat sesuatu yang tinggi dan besar. Matanya menyala merah, menatap mereka nyalang.

"Om, kita harus gimana?" belum sempat Eunhyuk menjawab, suara lolongan anjing terdengar bersahutan. Suaranya sangat nyaring. Padahal tidak ada hewan satu pun di sana.

"Shotaro, kamu jangan panik. Kita pergi dari sini. Ke arah kiri. Sekarang!" Eunhyuk langsung mengajak Shotaro lari.

Mereka lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Tapi, tidak semudah itu.

"Om! Taro gak bisa liat! Kabutnya tebel!" kabut tebal tiba-tiba menyelimuti mereka. Membuat pandangan mereka terhalang.

Selain itu, secara mengejutkan pula, pepohonan di sana tiba-tiba tumbang, bebatuan terasa dilempar ke arah mereka dengan sengaja.

"Pegang tangan, om! Kita bakal selamat! Kamu doa aja!" Eunhyuk semakin mengeratkan pegangan tangannya. Begitu pun Shotaro.

Tak lama, Eunhyuk melihat sebuah bangunan. Dia kemudian mengajak Shotaro masuk ke sana.

"Kita di sini dulu", ucap Eunhyuk setelah masuk ke villa itu.

Tanpa mereka sadari, mereka sudah tiba di tujuan mereka dan mereka terpisah dari rombongannya yang lain.

***

The Villa | Strange Holiday (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang