Attention

10 0 0
                                    












Heyhoo! I'm back with a new chapter!
Ready to read guys?
Leeeeettttsss goooooo!!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.









Hari yang ditunggu telah tiba. Jimin beberapa kali terlihat gelisah di salah satu sofa yang berada dalam ruangan yang cukup besar, hal itu tentu saja menarik perhatian Julien yang sejak tadi sedang mengecek kembali daftar menu yang rencananya akan mereka hidangkan untuk para tamu undangan acara ini. Entah apa yang ada di pikiran Jimin, tapi apa yang sedang dilakukan olehnya cukup mengganggu konsentrasi Julien.

"Hey. What's wrong with you Jim?"

Jimin tidak menghiraukan ucapan Julien, ia masih menatap lurus ke satu arah di depannya, menggigit ibu jarinya, dan satu kakinya yang bergerak semakin cepat.

Julien hanya bisa menghela nafas. Jika sudah begitu, maka cara ampuh untuk membuat Jimin kembali dari alam bawah sadarnya hanya satu.

Plak!

Julien memukul bahu Jimin dengan cukup keras. Dan, voila! Roh Jimin sudah kembali menyatu dengan tubuhnya.

"Hyung! Apa yang kau lakukan!" Jimin berdiri dari kursinya sambil mengelus bahunya dengan wajah yang sedikit meringis.

"Menyadarkanmu." ucap Julien singkat.

Julien sedikit meregangkan tubuhnya diatas sofa yang berseberangan dengan Jimin. Tidak perduli dengan pria di depannya yang kini pasti sudah menatapnya dengan tatapan jengkel.

"Pembukaan restauran tinggal beberapa jam lagi, mengapa kau gelisah seperti itu?" Julien kembali bertanya dengan suara husky miliknya yang terdengar seksi.

Beruntung, hanya ada Jimin di dalam ruangan itu bersamanya. Jika ada seorang gadis saja, sudah bisa dipastikan kalau gadis itu akan mengarahkan pandangannya seribu persen pada Julien. Dan Jimin tidak mau hal itu sampai terjadi. Jimin sangat posesif jika sudah menyangkut tentang 'wanita'.

Jimin masih mengusap punggungnya yang masih terasa panas, namun perhatiannya sudah teralihkan oleh pertanyaan Julien.

Julien melihat wajah adik sepupunya itu dengan lekat, mata Jimin terlihat kembali tidak fokus, ia seperti menghindari wajah lawan bicaranya.

"Ayolah Jim, jangan bertingkah seperti itu. Kau membuatku semakin penasaran." Julien sedikit mencondongkan tubuhnya. "Katakan. Apa yang sedang mengganggu fikiranmu sekarang." Titah Julien dengan tegas.

Namun bukannya menjawab, Jimin justru malah mengusap gusar wajahnya yang membuat Julien semakin bingung.

"Baiklah. Jika kau tidak mau berkata jujur padaku, kita batalkan saja acara hari ini." Julien berdiri sari sofa, hendak meninggalkan ruangan.

Jimin tidak punya pilihan selain mengatakan apa alasan dibalik sikapnya sekarang pada Julien. Sebab, ia tahu betul bagaimana sifat Julien yang selalu menepati apapun yang keluar dari ucapannya. Maka dari itu, ia tidak mau jika sampai hari yang sangat penting ini gagal, bahkan oleh hal sekecil apapun. Jimin sangat perfectionis!

"Hyung. Kau tahu kan kalau bisnis restauran ini sudah kita rencanakan sangat lama? Dan kita bahkan mempertimbangkan banyak hal untuk bisa berada di titik ini."

Feel's of Love [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang