PART 1. TUBA DI ATAS LUKA (1)

283 34 27
                                    

Perkecillah dirimu, maka kau akan tumbuh lebih besar dari dunia, tiadakanlah dirimu, maka jati dirimu akan terungkap tanpa kata-kata.

(Jalaludin Rumi)

🌸
🌸

*1.

Rembulan pasi
Sosok termangu di taman sepi
Pandangi lampu-lampu yang ikut pasi
Hari ini tak ada mimpi
Mimpi telah mati
Di koyak para penari bertangan besi

_Ali Nugraha_

🌸
🌸

Ali Nugraha berjalan keluar dari rumah sakit dengan tubuh seperti habis d pukuli orang banyak. Sakit semua. Ngilu-ngilu. Rasanya ia ingin cepat-cepat sampai di kamar kostnya dan bergumul dengan selimut untuk meraup dengkur.

"Tunggu, Nugraha!"

Sebuah teriakkan memaksanya menoleh. Ia tersenyum pada sosok yang sorot matanya selalu mampu menjadi candu baginya itu. Mata lelahnya yang tadi hanya mampu terbuka beberapa mili karena kantuk hebat, kini terbuka dengan sempurna.

Febby.
Geletar hati hatinya syahdu. Mendesahkan sepenggal nama yang mampu membangunkannya saat malam semakin renta. Dan sepasang matanya hendak jua mau terkatub.

Menatap sosok cantik, tinggi semampai dengan kulit putihnya. Hijab hitamnya yang kontras dengan jas putih semakin menambah pesonanya.

"Pulang ke jalan menur atau kost-kostan?" tanyanya sambil mensejajari langkah Ali Nugraha. Mereka membalas sapaan beberapa suster dan cleaning servis dengan anggukan dan senyum. Menyusuri koridor,berjalan ke arah parkiran rumah sakit.

"Jalan menur," jawabnya spontan. Meski hatinya memaki dan mengutuki. Tapi mulutnya tidak bisa mengontrol untuk menyebut nama jalan yang searah dengan rumah Febby. Pada perumahan yang sama pula.

Rasa ingin berlama-lama dengan Febby membuatnya sejenak lupa ada apa di rumah jalan menur. Logikanya mati oleh rasa yang tak pernah bisa berhenti.

Mengiyakan dengan riang saat Febby mengatakan nebeng sampai rumah. Mereka terus berjalan menuju parkiran. Ali Nugraha menikmati tiap penggal langkah yang tertitih dengan sepenuh hati.

"Kamu jadi asisten dokter Fara?" tanya Febby tiba-tiba. Nugraha mengangguk, mencoba mencari-cari apa yang terpatri di telaga matanya yang bening dan Jernih. Cemburukah? Karena dokter blesteran Jawa-Turky itu seorang janda nan jelita.

"Hehe... selamat bersusah payah, jadwal beliau full dan bisa visite jam enam pagi."

Febby berkata sambil tertawa manis, Nugraha ikut tertawa. Tega banget Febby menertawakan penderitaannya. Kirain jealous, ternyata...

"Ya ampun, Nu... kusut banget kayak gak ada yang ngurus," ucapnya, tiba-tiba saja berhenti dan membersihkan kotoran di sudut mata kiri Nugraha, dengan tysu yang ia lipat rapi.

Nugraha tersentak. Menahan napas. Oksigen seperti berhenti. Atmotfir bumi seperti terpatri. Ada rasa hangat yang menggerayangi hati. Menikmati tiap inci sensasi sentuhan lentiknya jemari.

"Hei ,, pagi-pagi udah pacaran," Andre menegur,  melihat kemesraan kecil mereka. Mereka tertawa bareng.

"Tukang ngiri sana pergi... hus ... hus..!" Febby bercanda  dengan tawa. Sebelum nangkring manis di belakang motor sport Nugraha. Memakai helm yang memang selalu Nugraha siapkan walau ia berkendara sendirian.

Mereka melambai pada Andre yang menuju parkir mobilnya. Meluncur meninggalkan rumah sakit.

Nugraha tersenyum saat tangan Febby melingkar di pinggang dan perutnya. Erat. Hangat. Menyusuri jalanan kota yang tidak terlalu padat. Karena ini bukan jam berangkat kerja. Menyisir rintik gerimis dengan hati yang yang berbisik riang. Seolah lelah hilang.

₳ ĐⱤɆ₳₥ ₮Ⱨ₳₮ ₩łⱠⱠ ₦ɆVɆⱤ ĐłɆDove le storie prendono vita. Scoprilo ora