soal perasaan, bisa berubah;

1.1K 208 5
                                    

"Mau Lo apa sih, Jaem? Harus berapa kali gue bilang jangan deketin Renjun gue?"

Jaemin terkekeh sinis, mengusap kasar bercak darah disudut bibir akibat pukulan mentah yang Jeno beri.

"Lo sendiri maunya gimana? Kemarin ke gue bilang mau bales dendam, kok sekarang tujuannya malah beda, sih?"

".... Lo nggak lagi ngerencananin sesuatu yang baru kan, Jen?"

Jeno maju selangkah, dan kepalannya berhasil memberi bercak darah kembali pada pangkal hidung Jaemin. Sementara si lawan berkelahi, terus saja memandang remeh. Mematik amarah Jeno sampai tingkat tertinggi.

"Anjing Lo!!!"

Seperti tidak puas pada bagian wajah, pukulan mentah Jeno kini beralih pada bagian kiri dada Jaemin. Menyebabkan rasa sesak tiba-tiba menyapa indera pemompa darahnya.

"Lo yang anjing!!! Manusia paling brengsek tau gak Lo!!!"

Jaemin berusaha bangkit. Meneriaki wajah Jeno dengan tidak kalah emosinya.

"Mau dibikin hancur kayak gimana lagi Renjun-nya, Jen? Lo gak kasian sama dia? Dia sebatang kara di dunia ini. Apalagi yang Lo cari di dia? Bales dendam Lo belum cukup? Gue bilang stop, Jen. Stop sebelum makin jauh. Sekarang apa? Semuanya udah makin runyam. Renjun udah terlanjur bergantung sama Lo. Abis ini Lo mau apa? Ninggalin dia kayak rencana awal kita? Iya?!!! Sinting Lo, Jen!!"

"Lo kalo gak tau apa-apa gak usah bacot ya, Jaem."

"Justru karna gue tau! Karna dari awal rencana ini kita berdua yang buat. Lo gak usah playing victim disini, deh. Berlagak seakan gue yang jadi antagonis. Padahal aslinya, Lo!!!"

"Lo gak ngerti, Jaem. Lo gak ngerti posisi gue!!!"

"Gak ngerti gimana, Jen? Gue relain Renjun sama Lo. Bagian hal mana yang gak gue ngerti?"

Jeno menjambak rambutnya frustasi. Wajahnya memerah, matanya terpejam paksa. Deru napasnya tidak beraturan. Bayangan raut wajah kecewa Renjun menjadi ketakutan.

"Rencana kita, batal. Gue gak mau ngelepas Renjun buat Lo."

"Bener-bener anjing ya Lo, Jen!!!"

Satu pukulan balasan berhasil mendarat pada tulang rahang Jeno. Membuat tubuh Jeno sedikit terhuyung kebelakang.

"Terserah. Terserah Lo mau bilang apa. Yang penting sekarang, jauhin Renjun. Jangan pernah Lo ganggu dia. Dia punya gue."

"Sorry not sorry, Jen. Tapi perjanjian tetep perjanjian. Tinggalin Renjun, supaya gue bisa dateng sebagai obat luka yang udah Lo torehkan ke dia. Sesuai rencana awal kita, iyakan?"

"Lo diem atau gue abisin sekarang juga?"

"Berani Lo maju selangkah aja, Renjun yang jadi taruhan."

"Jaem...."

"Deal?"

"Jaem, please. Gue gak bisa hidup tanpa dia."

"Lo pikir gue gimana, Jen? Gue yang duluan suka sama dia. Tiba-tiba Lo dateng, ngancurin kesempatan gue buat milikin dia."

"..... Juga karna gue tau gimana brengseknya Lo, kali ini gue berubah pikiran. Gak akan gue biarin Renjun sama manusia sampah kayak Lo!!!"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Jaemin melenggang pergi, meninggalkan Jeno dengan seribu bahasa keterdiamannya.

Memproses baik-baik atas dasar apa kata-kata kasar itu terucap dari bibir sahabat yang sudah bersamanya hampir seumur hidup.

"..... Yang gak Lo paham, kadang perasaan orang juga bisa berubah, Jaem."

Jaemin telah mengibarkan bendera perang. Karena rencana bodoh yang sempat mereka renungkan. Sekarang, hanya tinggal menunggu waktu kehancuran. Tentang perasaan siapa yang lebih pantas untuk bertahan, atau tentang kemana rasa sakit itu akan berpulang.

Jeno, jangan mau kalah dengan keadaan. Meskipun belakang usiamu baru menyentuh angka delapan, tapi sosok Huang Renjun, sangat pantas untuk diperjuangkan.

🌈🌈

Pelangi; NoRen ✓✓Where stories live. Discover now