Roses are Red;

2.9K 429 26
                                    

Perjalanan awan hitam hari ini hanya sampai sebatas petang, sebab bulan tidak memberinya kesempatan untuk terus berlama-lama bersama langit.

Ia ingin bermesraan dengan bintang, dan langit pun seakan merestuinya.

Setelah awan hitam pergi, sosok Lee Jeno masih tetap berada di samping Huang Renjun. Berjalan beriringan menyusuri jalan setapak di bawah kemerlap cahaya romantis bulan dan bintang.

Seharian berada di gedung sekolah ternyata tidak cukup membuat tenaga Jeno habis, sebab sosok manis yang berada di sampingnya ini terus saja menyunggingkan senyum. Seakan sedang menunjukan kepada semesta bahwa hatinya tengah berbunga. Entah apa alasannya, tapi satu harap yang Jeno sematkan di dalam hatinya, bahwa senyum itu ada karena waktu yang telah mereka lewati berdua.

"Lo bahagia hari ini?"

Sunyi itu akhirnya pecah, suara indah Jeno yang mengisinya.

"Hm.. Nggak tau kenapa mood aku hari ini kayaknya lagi bagus banget..."

Jawab yang lebih tua satu bulan, melirik kesamping sekilas, hati Jeno kembali di selimuti rasa hangat. Tuhan ternyata sedang berbaik hati pada dirinya hari ini. Di beri anugerah untuk bisa menikmati senyum Renjun secara percuma.

"Bahagia terus, Ya Ren,..."

Ada jeda di kalimat Jeno, sebab si mungil yang beralih menatapnya.

"Eh? Tiba-tiba banget?"

Maka, satu kekehan terurai di udara. Mengalun indah bersama sejuknya udara malam. Renjun terhenyak, bisa kembali lagi melihat pantulan nyata bulan sabit di mata Jeno.

"Senyum Lo candu. Gue suka liatnya..."

Jika tadi adalah tawa Jeno yang melambai, maka sekarang gantian tawa khas Renjun yang mengambil peran. Sambil tangannya memukul ringan lengan Jeno.

"So cheesy..."

Godanya dengan nada mengejek, membuat Jeno gemas dan tidak bisa menghentikan tangannya untuk sekedar memberi usapan lembut di puncak kepala Renjun.

Nyaman. Adalah yang Renjun rasakan.

Berada di dekat Jeno membuat hatinya menghangat, ada debar yang tidak bisa ia jelaskan namun rasanya sangat menyenangkan. Renjun suka, sensasi asing yang perlahan-lahan tertanam dan tumbuh di dalam hatinya.

Ia tidak menolak, juga tidak melarang. Hanya membiarkan. Membiarkan semuanya menjadi jelas. Mempercayakan takdirnya pada garis yang sudah Tuhan tetapkan.

Dan ketika ia merasa ada sesuatu yang merangkak masuk melalui celah jemarinya, ia memanjatkan satu permohonan.

Entah untuk alasan apapun Jeno mendekatinya, semoga jawabannya bukan rasa sakit yang ia tinggalkan.

"Boleh, kan?"

Langkah Jeno berada tepat di depannya, menatap lekat ke manik bergetar milik Renjun.

Anggukkan ringan ia lontarkan, sebagai jawaban ia memperbolehkan tangannya di genggam oleh Jeno.

Senyum Jeno semakin indah. Seakan enggan mengalah dari rasa bahagia yang Renjun rasakan. Ia pun ingin memberitahu kepada seisi semesta bahwa ia juga bahagia. Seseorang yang hadir dalam bait doanya tidak menolak apa yang sedang ia usahakan.

"Jen..."

"Hm?"

"Jangan senyum kayak gitu."

"Kenapa?"

"Jantung aku deg-degan banget..."

Jeno melongo. Jantungnya seakan jatuh dari tempat persinggahan. Di tarik oleh beribu-ribu bunga yang mulai bermekar. Menerbangkan banyak sekali kupu-kupu di sana.

"Ren, Lo pasti udah familiar banget sama poem Red are Roses, kan?"

Langkah mereka kembali terjalin, masih saling beriringan, dengan tangan yang saling bertaut yang menjadi perbedaan.

Halte bus masih separuh jalan, laju jam pada pergelangan tangan pun tidak bisa di hentikan. Karena langit malam selalu punya rencana di luar dugaan. Bekerja sama dengan bulan dan bintang, membantu cupid melesatkan anak panahnya tepat pada sasaran.

"Iya, kenapa gitu?"

"Roses are red, Violets are blue. Renjun, I like you so bad, then what should I do?"

🌈🌈

Pelangi; NoRen ✓✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang