17: The Brave New Kid

60 11 1
                                    

Part 17: The Brave New Kid

Pukul 6. Dan cacing-cacing di perutku sudah meronta-ronta hebat di dalam sana.

Aku bertanya kepada Eric apakah ada semacam minimarket atau mungkin dirinya menyimpan cemilan di kamar.

"Tidak ada dan tidak boleh. Jika pun kita sembunyi-sembunyi menyimpan cemilanㅡbahkan di tempat yang tak terduga sekalipunㅡpara petugas akan menemukannya."

Begitu katanya.

Bahuku melesu. Tanganku tak berhenti memegangi perut yang kosong. Tentu saja sebongkah apel yang sudah tak lagi manis dan segelas air putih tidak mengenyangkanku sama sekali.

Ketiga teman sekamarku sudah siap dengan tas tenteng dan juga buku yang mereka tenteng.

"Kalian mau ke mana?"

"Ke kelas kami." Jawab Asahi.

"Kelas?" Keningku berkerut mendengar jawabannya. Memangnya akan ada kelas apa di tempat seperti ini? "Lalu, kelasku di mana?"

Lino mengetuk-getuk pergelangan tangannya, "Tanya pada Dolores."

Eric, Lino dan Asahi bergegas keluar, tetapi aku lagi-lagi menahan pergerakan mereka dengan pertanyaan baru yang muncul mendadak di kepalaku.

"Kalian tidak menungguku?"

Pertanyaanku disambut oleh gelakan tawa ketiganya. Aku benar-benar makin dibuat kebingungan olehnya. Apa ada yang lucu dari pertanyaanku?

"Oh, astaga Jean..." Eric berusaha menghentikan tawanya. "Kau kan baru masuk ke sini, jadi tentu saja kelas, pelatihan, mentor yang kamu dapatkan dengan kami beda. Aku dan lainnya sudah hampir tiga tahun di sini, kami sudah melewati neraka awal yang akan kamu hadapi. Oleh karena itu..." Dia menghampiriku untuk menepuk pundakku. "Semangatlah dan bersabarlah."

Benar juga. Tidak mungkin aku berada di level yang sama dengan orang-orang yang sudah lebih dahulu merasakan pelatihan kejam yang ada di sini. Pada akhirnya, aku akan berakhir sendirian dan menunggu hingga aku menjadi manusia yang 'normal'.

Eric dan yang lain sudah melenggang pergi. Meninggalkan diriku yang kini sedang menekan pergelangan tangan. Kini bukan Evie yang akan menjawab. Hah, entah kapan aku bisa mendengar suaranya lagi.

"Untuk jadwal dan letak ruangan bisa Anda lihat dengan mengucapkan kata kunci 'E001478' yang merupakan kode nama yang akan Anda gunakan selama di sini. Apa ada yang ingin ditanyakan?"

"Apa kelas pertamaku, Dolores?"

Layar hologram yang mengambang di depanku memunculkan lingkaran yang berputar. Tanda jika Dolores sedang mencari jawaban dari pertanyaanku.

Tak butuh waktu lama hingga layar berubah tampilan menjadi kata-kata berisi informasi atas pertanyaan yang kuutarakan.

Kelas pertama, kelas penyuluhan? Dan pengajarnya adalah seseorang bernama Joshua Honne. Letak ruangan yang akan dipakai sebagai kelas pertamaku terletak di bagian barat gedung. Dolores ikut menyertakan semacam live maps yang dapat membantuku sampai ke sana.

Dan satu hal yang tidak kuperkirakan, ternyata kelas pertamaku merupakan kelas dengan murid heterogen. Awalnya, kukira tiap kelas dan pelatihan akan dipisahkan per jenis kelamin.

Aku celingukan mencari tempat duduk yang hampir seluruhnya terisi karena aku datang terlambat. Mataku menangkap satu kursi kosong yang benar-benar berada di tengah ruangan, di depan pula. Dengan langkah berat aku melangkahkan kakiku ke sana lantaran tidak ada lagi kursi yang tersisa.

Di saat yang bersamaan datang seseorang dengan penampilan yang bisa dibilang... Aneh?

Ia mengenakan pakaian kantoran. Tetapi yang membuatnya aneh adalah sarung tangan lateks, masker gas corong dan juga google yang ia pakai kemari. Ia terlihat seperti akan menghadapi pandemi virus mematikan.

debacle of emotionsWhere stories live. Discover now