10: Paper Slip

74 16 2
                                    

Part 10: Paper Slip

Dari jarakku berdiri saat ini saja aku sudah bisa melihat sosoknya dengan rambut pirang yang selalu dikuncir tinggi-tinggi.

Matanya menyipit, kepalanya ia tengokkan ke kanan dan juga ke kiri. Seperti sedang mencari sesuatu. Atau seseorang yang di mana itu adalah aku.

Sesaat setelah tatapannya bertemu dengan kedua manikku, Yazmine segera mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Melambaikannya dengan heboh sembari melompa-lompat kecil. Sifatnya seperti anak kecil. Menyebalkan.

Aku memutar kedua bola mataku dan berjalan masuk ke area gedung sekolah dengan tatapan lurus ke depan. Bersikap seakan sosok Yazmine tak terlihat.

Tentu saja gadis penuh ambisi itu tidak membiarkanku melenggang masuk dan mengacuhkannya begitu saja. Ia langsung merangkul bahuku yang lebih tinggi tujuh senti darinya.

"Kau pura-pura tuli ya?" Yazmine meninju pelan perutku.

Gadis ini lupa atau bagaimana? Sekarang dia bertingkah seolah-olah ia tidak membuat kekacauan di rumahku kemarin.

Aku melepas rangkulan tangan Yazmine dari pundakku, membuat gadis itu sempat terpaku di tempatnya. Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mempercepat langkahku menuju loker, melarikan diri darinya sebelum aku sadar jika lokerku dan Yazmine hanya berjarak satu loker saja. Takdir sepertinya sangat membenciku.

"Hoi, Jean. Kau menghindariku? Kenapa kau mengacuhkanku?" Cecar Yazmine.

Lagi-lagi aku menghiraukannya dengan pura-pura sibuk merapikan lokerku yang hanya berisi satu barang.

Yazmine mendecak keras. Tiba-tiba, ia menutup pintu lokerku. Membuat suara berdebum yang cukup keras hingga menarik perhatian orang-orang di sekitar kami.

"Jangan bersikap konyol."

Aku melayangkan tatapan sinis kepada Yazmine yang sepertinya tidak mengindahkan ucapanku. Gadis itu kini menarik tanganku yang langsung kulepas paksa. Kami berdua menjadi tontonan menarik di pagi hari ini.

Yazmine berusaha keras menutupi emosinya, "Apa kau berperilaku seperti ini gara-gara ucapanku kemarin?"

"Kau pikir saja sendiri."

"Jean... Astaga. Bukan itu maksud ucapanku. Itu memang tujuan awalku. Tapi setelah mengenalmu lebih dalam selama beberapa hari ini, aku benar-benar yakin dan ingin menjadi temanmu. Aku tahu kau pasti kecewa, tetapi—" Penjelasan Yazmine terpotong dengan kedatangan tiba-tiba Sierra.

"Oh? Kalian sedang berbicara, ya? Maaf mengganggu." Sierra langsung memutar kembali tumitnya hingga entah apa yang merasukiku, yang membuatku berani meraih tangannya untuk tetap di sini.

"Ti-Tidak kok. Silakan pakai lokermu, Sierra."

Bisa kurasakan tatapan sengit yang diberikan Yazmine kepadaku. Gadis itu juga memberikan tatapan yang sama kepada Sierra yang tidak bersalah.

"Jadi, Jean—" Yazmine mencoba menjelaskan kembali alasannya dan aku juga kembali memotongnya.

"Ah, omong-omong. Kelas dansa kemarin sangat seru." Celetukku.

Mau tak mau aku harus melibatkan Sierra dalam percakapan satu arah antara aku dan Yazmine. Aku sungguh tidak mau menatap atau bahkan berbicara kepada gadis Sanchez itu.

Sierra menolehkan kepalanya ke arahku. "Memang sangat seru. Dan kau perlu tahu jika kelas dansa di Lincoln Hill itu salah satu yang terbaik di negara kita."

Aku menggangguk-angguk, pura-pura antusias dengan fakta yang baru disampaikan Sierra.

"Tetapi, aku merasa masih sangat payah dalam hal dansa. Kemarin adalah kelas dansa pertamaku seumur hidup."

debacle of emotionsWhere stories live. Discover now