Rival lalu memberikan paper bag hitam yang tadi ia bawa kepada Bumi sambil bibirnya tersenyum lebar. "Hadiah, Om."

Kening Bumi mengernyit heran. "Dalam rangka apa, nih? Sogokan?"

Rival cengengesan, ternyata tebakan Bumi tidak meleset.

"Bukan kok, Om. Pengen ngasih aja."

Bumi langsung menerimanya. Ia penasaran apa isi paper bag ini. "Thank you. Sering-seringlah kaya gini kalo bisa."

Ternyata ada sedikit sifat Cahya yang melekat juga pada Bumi. Rival hanya mengangguk pelan daripada urusannya tambah panjang jika ia menjawab.

Rival bangkit lalu mencium tangan Bumi sopan.
"Pamit dulu, ya, Om."

Bumi mengangguk lalu Rival pergi keluar. Setelah memastikan Rival benar-benar pergi, Bumi langsung mengecek apa isi paper bag hitam itu.

"Apa nih?" gumam Bumi penuh tanda tanya.

Setelah ia buka semuanya ternyata ada jaket kulit berwarna hitam dengan merk ternama dan juga celana jeans dengan hiasan rantai.

Mulut Bumi melongo. Calon menantunya memang anti-mainstream. Mana mungkin memberi hadiah calon mertua seperti ini? Hanya Rival yang bertingkah di luar dugaan. Bumi sungguh speechless. Kepalanya menggeleng pelan tak habis pikir.

"Anak gue mungkin harus di cek ke psikolog nih. Bisa-bisanya dapet pacar macem gini," gumam Bumi sambil mencoba jaket kulit itu. Terlihat sangat pas di tubuhnya. Bumi suka dengan pemberian Rival ini.

Ternyata ada secarik kertas yang tertinggal di paper bag. Bumi langsung mengambilnya dan berniat membacanya. Di kertas itu ada tulisan macam ceker ayam, pasti Rival sendiri yang nulis.

"Wah, calon dokter nih pasti." Bumi langsung membuka lipatan itu.

OM BUMI GANTENG! BISMILLAH HUKUMANNYA HANGUS.

Tertanda : Rival ganteng yang tidak pernah jelek, baik, pintar, tidak pecicilan, dan bercita-cita tinggi ingin menjadi menantumu.


Bumi dibuat melongo lagi. Rival benar-benar beda dengan yang lain. Ada cara yang tak biasa untuk menaklukkan kegarangannya. Cara-cara yang mungkin aneh, tapi bagi beberapa orang malah berkesan.

"Hm. Kayanya udah cocok jadi menantu," gumam Bumi lalu tersenyum tipis.

Jika Rival mendengar itu pasti akan berteriak kesenangan, atau bahkan syukuran tujuh hari tujuh malam.

****

Istirahat kali ini Cahya akan mendatangi kelas Rival sambil membawa camilan. Ia yang akan mendekati Rival. Lagian dia juga kan tidak dihukum, jadi baik-baik saja.

"Heyyo! Ratunya Rival mao lewat!" seru Cahya begitu melewati Lego dan Gilang yang ada di depan pintu.

"Lewat aja, Queen. Kita nggak bakal ganggu kebucinan kalian kok." Lego menjawab lalu keduanya beranjak pergi.

Mereka sudah lelah menjadi saksi bisu keuwuan Rival dan Cahya. Hidupnya terlalu mengenaskan.

Cahya berjalan menuju bangku Rival lalu duduk di sampingnya. Camilan ia taruh di meja lalu tangannya merapikan rambut Rival yang berantakan.

"Yang rapi dong," omel Cahya tapi tangannya tetap merapikan rambut Rival.

"Cay, Papa lo nanti tau. Hukuman gue ditambah," ucap Rival pelan.

"Kan yang dihukum lo, bukan gue." Cahya lalu membuka bungkus camilan lalu memakannya. Isinya ternyata keripik singkong rasa keju.

"Tetep aja." Rival tak semangat. Ia sungguh takut Bumi mengetahuinya.

Cahya langsung menyuapkan keripik itu ke dalam mulut Rival. "Makan."

Rival langsung memakannya, matanya menatap datar Cahya. "Lo batu banget sih."

"Lo nggak seneng ya gue samperin?" Cahya kecewa.

"Bukan gitu Silau. Gue takut hukuman gue ditambah, hukuman Om Bumi menyiksa gue banget soalnya." Rival lalu menyuapi Cahya gantian. "Gue akuin, ini hukuman paling berat yang gue alamin. Gue nggak bisa tahan buat nggak ngeliat wajah lo satu hari aja."

Akhir-akhir ini Rival sudah mulai mengikis rasa gengsinya terhadap Cahya. Entahlah, mungkin cowok itu sudah sadar.

"EMANGNYA CUMAN LO DOANG? GUE JUGA, VAL! GUE KANGEN LO! KANGEN BACOTAN LO! KANGEN WAJAH LO! KANGEN SEGALANYA TENTANG LO!" seru Cahya menggebu-gebu. "Sama kangen duit lo juga," lirih Cahya lalu menyengir.

Rival berdecak kesal. Ia sudah baper tapi di akhirnya tidak enak. Jadi begini rasanya diterbangkan lalu dijatuhkan secara tiba-tiba? Nyesek parah.

Rival memalingkan mukanya tak ingin menatap Cahya.

Cahya paham akan hal itu. Tangannya bergerak menggenggam tangan Rival erat. Kehangatan langsung tercipta di kedua tangan yang bertaut itu.

Rival menatap Cahya lagi karena kaget oleh perilaku tiba-tiba Cahya. Sial! Cahya menatapnya begitu tulus. Rival bisa merasakan kasih sayang Cahya yang begitu besar lewat tatapan itu.

"Rival ganteng," puji Cahya tiba-tiba.

"Gue tau."

"Hm."

"Tangannya lepas," suruh Rival lalu dengan paksa melepaskan genggaman tangan Cahya dari tangannya.

Cahya langsung sebal akan hal itu. Ia kesal bukan main. Rautnya seketika berubah masam.

Sementara Rival terkekeh geli. "Jangan pegangan lah. Kangen berat soalnya," ungkap Rival sembari satu tangannya merangkul Cahya dan menyenderkan kepala Cahya ke bahunya untuk bersandar. "Gini aja lima menit."

Cahya tak menolak. Mereka sama-sama diam menikmati lima menit berharga itu.

"Lo rumah ternyaman gue, Cahya," gumam Rival tulus.

****

Thank you ❤️ jangan lupa tekan bintang ❤️ sebenernya mau datengin masalah, tapi nunggu hukuman Rival selesai aja lah wkwkw.
Bye. Terimakasih yaaa sekali lagi buat yang masih setia dan selalu vote+komen. Big love💓❤️

RIVAL (End) Revisi Where stories live. Discover now