〖19〗ѕєlfíѕhnєѕѕ

1K 134 61
                                    

🌸

Tangannya hanya memegang sendok, mengaduk ramen yang tersaji di depannya. Tatapan matanya kosong, terselimuti oleh emosi yang tidak jelas.

Miya Osamu menyeruput ramennya lantas memandang wajah gadis di sampingnya. "Makan ramenmu, keburu dingin," interupsi Osamu pada [Name] yang terus diam sejak mereka sampai di kedai ini.

[Name] sedikit tersentak. "Ah... Iya..." Ia pun melanjutkan makan ramennya. Meratap dalam hati, membayangkan lelaki pujaannya yang kini memadu kasih dengan wanita lain.

"[Lastname], jangan memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan saat memakan makanan lezat seperti ini." Sang Pecinta Makanan pun menyatakan protesnya pada [Name]. "Hormatilah makanan sebagaimana kau ingin dihargai."

Ucapan itu terdengar menggelitik di telinga gadis itu. Ia tertawa kecil setelah ramen dalam mulut tertelan. "Astaga, baiklah baiklah. Gomenasai, Ramen-san."

Osamu tersenyum kecil melihatnya, kembali menyantap makanannya hingga habis. "Setelah ini tidak ada kelas, kan? Ikutlah denganku."

Sang gadis hanya menaikkan sebelah alisnya. "Aku merasa belum menyetujui ajakanmu." Ia pun melahap habis ramennya. "Tapi kau pasti tak menerima penolakanku." Helaan nafas panjangnya terdengar, bukan berarti dia keberatan, hanya saja ia tak habis pikir dengan kelakuan kakak tingkat beda jurusannya ini.

"Hee, kau sudah memahamiku sejauh itu, ya? Sudah tertarik untuk menjadi kekasihku?" goda Osamu sambil memangku wajah dengan satu tangannya. Meski wajahnya tergolong datar untuk ukuran seseorang yang sedang menggoda.

Semburat merah itu muncul perlahan, meskipun sang empu tidak menyadarinya. Ia pun sibuk memalingkan wajahnya. "Bagaimana aku tidak paham, kau selalu melakukan itu padaku."

Kekeh kecilnya terdengar. "Souka. Jaa ayo." Lelaki itu berdiri lebih dulu, menunggu gadis yang tengah bersamanya untuk bersiap juga. Setelahnya mereka berdua beranjak, menuju halte bus dan pergi satu taman yang rindang di tepi kota, tak jauh dari kampus keduanya.

"Sepi juga... Nyaman..." +[Name] meregangkan tubuhnya, menikmati hembusan angin yang menenangkan itu.

"[Lastname]," panggil sang tuan setelah tersenyum melihat gadisnya yang menikmati waktu mereka di sana. Sang gadis menoleh dengan senyum yang tanpa sadar ia torehkan.

Berbekal keberanian ia kembali maju. Bukan dalam arti mendekat dalam jarak. Namun maju untuk sebuah hubungan yang ia impikan dengan gadis di depannya. "Mungkin ini waktu yang kurang tepat. Tapi perlu kau tahu bahwa memikirkan orang yang bahkan tidak memikirkanmu itu hal yang tidak baik. Terlebih saat di dekatmu ada seseorang yang memikirkanmu lebih dari apapun." Suaranya rendah, namun penuh rasa.

Senyum di wajah manisnya perlahan memudar, ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. [Name] memutuskan diam, dan mendengarkan hingga tuntas.

"Jadilah kekasihku. Akan ku beri kau kebahagiaan yang tak pernah mantan kekasihmu berikan," lanjut Osamu dengan percaya diri, semburat merah nampak tipis di pipinya. Terpaan Mentari senja memperindah figurnya. Tampan. Andai ada kata yang lebih baik, maka 'tampan' saja tidak cukup.

Tubuh [Name] kaku sesaat. Dadanya terasa sesak untuk waktu singkat. "Aku... Tidak tahu, Miya-san... Aku hanya akan menyakitimu dengan perasaan yang kupunya sekarang..." ujarnya teramat pelan. Sungguh. Lelaki sebaik Osamu pantas menerima perasaan yang setimpal, begitu pikirnya, namun tidak hatinya.

"Kau tak perlu mengkhawatirkannya. Kebersamaan kita akan menghapus keraguanmu tentang perasaanmu. Kita bisa mencobanya, [Name]." Untuk pertama kalinya Osamu memanggil gadis itu dengan nama depannya. Caranya menyebutkan nama sang gadis terdengar amat manis. Penuh kasih. Benar-benar ingin memilikinya.

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon