37 || cold heart

Magsimula sa umpisa
                                    

Tapi Bara diam-diam tersenyum simpul, dia bersyukur kejadian di minggu kemarin tidak berpengaruh buruk pada mental Lingga. Dihadapkan luka sedemikian rupa dan bisa saja hampir mati, Lingga masih bisa tersenyum dan tertawa. Bahkan ketika Bara pertama kali melihat keadaan Lingga anak itu tersenyum hangat menyambutnya.

Dan Bara sangat bersyukur atas semua itu. Lingga sudah sembuh dan semuanya juga sudah berakhir.

Maka dengan perasaan senang yang meletup-meletup. Bara langsung ikut berbaring mengikuti Lingga. Memeluknya dari belakang.

Lingga yang mendapatkan pergerakan tiba-tiba langsung tersentak tapi tidak lama begitu tangan hangat Bara memenuhi pinggangnya. Lingga ikut tersenyum.

Sore itu, Lingga membiarkan perasaan bahagianya menguar tidak tertahankan meski harus diiringi dengan isakan tangis kecil Bara di punggungnya.

Entah mengapa Lingga malah merasa makin senang rasanya.

Lingga merasa pulang.

*****

Tara menatap datar kedua orang tuanya yang kini sedang menatapnya dengan bermacam perasaan.

Tapi Tara tidak peduli, bahkan ketika ibu tirinya yang merupakan ibu kandung dari adiknya itu sudah memohon kepadanya.

Tara tetap tidak peduli dan tetap kokoh pada keputusannya.

"Tara! Pikirin lagi kamu mau bawa kemana Lingga? Vania itu tetap ibunya kamu tega bawa jauh Lingga dari ibunya! Kamu ini gak punya hak!"

Ucap Ferdi yang kini sudah tidak lagi menyembunyikan rasa kesalnya pada putra keduanya. Walaupun Tara menyelamatkan nyawa Lingga tetap dia tidak bisa memberikan Lingga padanya apalagi begitu Tara bilang ingin membawa Lingga bersamanya tinggal untuk tinggal di Sulawesi kampung halaman mantan istrinya yang kini sudah tinggal di jauh di luar negeri.

"Gak punya hak darimana? Aku ini kakaknya. Dan aku gak perlu minta izin toh kalian sendiri yang sudah buang Lingga cuman demi warisan"

Setelah Tara mengatakan itu, detik itu juga Ferdi langsung menampar pipinya kencang.

"Yang sopan Tara! Kamu ini cuman anak! tau apa kamu?!"

Tara terkekeh, lantas menatap kedua orangtuanya dengan sorot sakit yang kini dia berusaha ungkap.

"Iya aku ini emang, anak kecil!. Anak kecil yang udah ngeliat bagaimana ngeliat bejatnya cara papa ngehianatin mamah dan tahun-tahun sebelum mamah benar-benar pergi ninggalin aku sama Bara, dan bahkan dengan fakta Lingga adik kandungku mungkin kalian bahkan sudah selingkuh lebih dari itu"

Baik Ferdi dan Vania langsung membola, tidak lagi mampu berkata bahkan Vania sudah lemas di tempatnya.

"Kamu-"

"Sudahlah Pah, papah udah bener-bener cukup nyakitin aku. Aku juga gak bakal bilang nenek kalo papah udah nyakitin aku. Aku bakal diam seperti biasa dan nerima uang bulanan dari nenek lewat papah. Seperti biasa. Itu pun kalo papa benar-benar masih mau nyalurin lagi karena kalo papah udah capek gak papa uang dari nenek buat papah ajah aku masih punya tabungan"

Ferdi yang mendengar penuturan itu langsung tercekat karena putranya yang selama ini dia tidak sangka-sangka ternyata sangat begitu memperhatikannya, tiba-tiba Ferdi langsung tersadar begitu melihat Tara berdiri dari sofa dia langsung panik dan mencekal lengannya menahan.

"Kamu mau kemana, omongan kita belum selesai!"

Vania yang disampingnya juga ikut merespon kemudian dia terduduk di bawah mengatupkan kedua tangannya, memohon dengan iba.

"Tara, mamah-

Melihat Tara langsung berdesis mendengar kata mamah dari mulutnya, Vania buru-buru menggeleng.

"Tante. Iya itu lebih cocok untuk saya. Tapi Tara saya mohon izinkan saya lihat Lingga ini sudah seminggu. Saya gak tau keadaannya sekarang gimana jadi Tara saya sangat mohon tolong-tolong biarin saya Liat Lingga"

Ferdi yang melihat Vania seputus asa seperti itu kepada anaknya, mengadahkan wajahnya ke langit-langit lalu mengambil tangan yang dipakai untuk mencekal Tara kembali. Dan menaruhnya di matanya.

Semua ini salahnya.

Tara yang menyaksikan itu semua, bagaimanapun di sudut hatinya dia tetap bergetar.

Dengan helaan nafas. Tara pun mengambil tasnya yang berisi perlengkapan sekolah Bara.

Kini papanya sudah tidak menahan. Tara pun langsung bergerak dan melewati keduanya.

Tapi sebelum benar-benar pergi dari ruang keluarga Tara berhenti sebentar.

"Lingga nanti dianter kesini besok. Tapi bagaimanapun. Tara tetap bawa Lingga ikut buat pindah ke Sulawesi, nametin SMA nya disana. Setelah itu terserah Lingga. Tara cuman minta tiga tahun sebagai ganti rasa sakit sembilan tahun. Tara juga gak ngelarang buat Lingga dikunjungi selama tiga tahun itu. Terserah yang penting jangan bawa Lingga dari Tara"

Setelah mengatakan itu, Tara langsung pergi meninggalkan rumahnya dengan bunyi motor yang menggelegar.

Vania langsung menangis, tapi bagaimanapun hatinya kini menjadi lebih ringan.

Karena rasa bersalahnya yang selama ini dia disembunyikan dan dipupuknya bertahun-tahun kini dapat ia hamburkan keluar.

Sementara Ferdi langsung terduduk di sofa dan menangis diam disana penuh dengan penyesalan.

Atas berbagai keretakan yang ia buat

Rumah Untuk Lingga (Completed)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon