Regrets : 11 - Scarfhug

968 131 40
                                    

All My Regrets : 11

.

.

.

"Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu."

Eren yang tadinya hanya menendang-nendang kerikil pun berhenti, "A-apa? Memangnya apa yang ingin kau tahu dariku?"

"Kau teman sekelas Mikasa, 'kan?" Armin menoleh pada pemuda brunette yang lebih tinggi darinya ini.

"Lebih tepatnya sebangku," ralat Eren.

Armin mengangguk, "Nah iya, kau pasti dekat dengannya juga?"

"Tidak, hanya akhir-akhir ini saja," yang diucapkan Eren adalah benar. Mereka belum begitu dekat untuk dibilang dekat.

"Begitu, tapi apa kau pernah merasa tertarik dengannya?"

Kedua iris Eren melebar, sungguh itu adalah pertanyaan yang paling ia hindari. Karena pada dasarnya, Eren sendiri tidak tahu bagaimana perasaannya pada Mikasa. Selama ini Eren hanya berusaha menebus kesalahannya saja.

"Entahlah," pada akhirnya Eren hanya bisa menjawab seperti itu.

"Lalu kenapa kau begitu perhatian dengannya?" tanya Armin lebih dalam. Seharusnya ini menyangkut privasi masing-masing, tapi Armin sepertinya tidak peduli. Ia membutuhkan suatu kepastian dari yang bersangkutan.

Eren mendengus kasar, tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Karena alasan utamanya adalah ia merasa bersalah pada Mikasa yang telah beberapa kali menyakitinya. Itu saja. Jika ada hal lain, maka bukanlah sesuatu yang disengaja.

Tapi, benarkah begitu, Eren?

Kedua mata Eren terpejam, menghembuskan nafas pelan sebelum akhirnya bersuara, "Aku hanya merasa bersalah padanya, dan sebagai permintaan maafku, hanya ini yang bisa kulakukan untuknya." Jelas pemuda brunette itu.

"Baiklah, aku paham." Armin mengangguk pelan setelah mendengar ucapan Eren.

"Aku juga paham, kau pasti salah satu orang yang paling khawatir dengan Mikasa, 'kan?" dengus Eren.

Eren tersenyum, setidaknya Mikasa memiliki orang-orang yang selalu mengkhawatirkannya disaat seperti ini.

Apa aku termasuk salah satunya?

Jika saja Armin tahu apa yang sudah Eren lakukan beberapa waktu lalu pada Mikasa. Mungkin reaksinya tak jauh beda dengan Levi.

Armin tersenyum, "Ya, aku akan menghajar orang yang berani menyakiti sahabatku."

Eren sedikit tersentak, faktanya orang itu adalah dirinya. Tapi Eren berusaha tenang, sudah cukup Levi saja yang menghajarnya. "Jika hanya itu yang ingin kau tanyakan, bisakah kita kembali ke rumah sakit? Aku sungguh tidak nyaman keluar dengan seragamku."

"Ya, ayo kembali."

.

.

.

"Kalian kemana saja?" tanya Mikasa dengan raut kesal. Kedua tangannya berkacak pinggang, seperti ibu-ibu yang sedang memarahi kedua anaknya yang pulang terlambat.

Menyambut Eren dan Armin yang baru saja kembali dari entah mana Mikasa tidak tahu. Yang jelas tadi mereka pergi tanpa pamit.

Eren memasang raut tak bersalah, dan langsung menggeleng, "Hanya keluar sebentar. Tidak jauh."

Armin tiba-tiba menepuk pundak Eren, seolah sudah akrab dengannya, dan merangkul pemuda brunette itu sembari melempar senyum ke Mikasa, "Ah, kami hanya jalan-jalan sebentar, Mikasa. Kau tahu? Rumah sakit ini membosankan sekali." Ucapnya sumringah. "Lain kali, kau juga harus jalan-jalan keluar, Mikasa. Kalau bisa jangan lama-lama berada di sini, pulang ke rumah."

All My Regrets (Eren X Mikasa) | EreMikaWhere stories live. Discover now