Chapter 28

929 178 66
                                    

Kei menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu kayu dengan papan nama 'Shimazaki' yang di tulis dengan huruf khas negeri sakura itu. "Hei, kita sudah sampai." ucap pemuda itu, karena sudah hampir 2 menit mereka terdiam di depan pintu kayu tersebut, namun tidak ada respon dari gadis yang sedari tadi ia gendong.

"Shimazaki?" tanyanya lagi, tak kunjung mendapat respon. Kei hendak memanggil lebih keras kalau saja ia tidak mendengar suara dengkuran halus dari Kaiyo. Akhirnya, pemuda itu hanya menghela nafas, kemudian tersenyum tipis. Hatinya kembali menghangat.

Namun beberapa detik kemudian raut wajahnya kembali bete.

"Gimana cara masuknya...?" pikir pemuda itu sambil memandang pintu kayu di hadapannya. Sepertinya pintu gerbang ini tidak di kunci, dia bisa saja mendorong sedikit dengan kakinya, tapi sepertinya tidak sopan. Belum lagi pintu utama rumah, Kei tidak tahu pintu itu dikunci atau tidak.

Tapi ia tetap tidak tega membangunkan Kaiyo. Pemuda itu tahu persis, sepanjang perjalanan gadis itu menangis. Menangis perlahan namun terdengar sangat menyakitkan. Wajar kalau Kaiyo tertidur.

Sudah terlalu banyak yang ia pendam seorang diri, begitulah pikir Kei.

Kei menghela nafas. "Permisi, apa disini ada orang?" intronya, sedikit berteriak ke arah rumah Kaiyo. Tak ada sahutan apapun. "Kalau tidak ada, aku izin masuk ya." lanjut Kei kemudian kakinya mendorong pelan pintu kayu rumah tersebut dan melangkah masuk.

"Ah..." dan langkahnya terhenti.

"Loh, kamu siapa?" tanya seorang bocah laki-laki berumur sekitar 9 tahun-atau 10 tahun?-dengan bola mata strawberry yang tajam, serta bersurai hitam. Kei tidak bodoh, meskipun surainnya berwarna hitam, ia bisa menyimpulkan bahwa bocah di hadapannya adalah adik dari Kaiyo. Karena mereka berdua mirip sekali, terlebih kedua bola mata itu, sudut mereka sama tajamnya.

"Ah, kau adiknya-"

"Itu kakakku? Kau sedang apa dengan kakakku?!"

"Aku? Menggendongnya...?"

"ISH TURUNKAN DIA! Dasar kau titan penculik berkacamata!"

Perempatan muncul di dahi Kei. Titan penculik berkacamata? Julukan macam apalagi itu? batinnya kesal. Tapi bukan Tsukishima Kei jika ia tidak salty, bahkan ke anak kecil sekalipun.

"Dengar ya, bocah. Kakakmu ini sedang lemah, tahu? Mangkanya aku menggendongnya."

"Kakak tidak pernah selemah itu sampai membutuhkan pertolongan orang lain, apalagi laki-laki!"

Boleh juga, pikir Kei.

"Hah, baiklah akan aku lepaskan kakakmu ini." ancam Kei sambil pura-pura menarik lengannya perlahan, membuat wajah bocah itu memucat. "Kau bodoh? Jangan dilepaskan!" omelnya.

"Loh, kau yang meminta aku menurunkannya, bukan?" tanya Kei dengan nada menyebalkan. Bocah dihadapannya langsung memerah padam. "BUKAN ITU MAKSUDKU ASTAGA!" pekiknya kesal. Kei tertawa kecil, ternyata dua-duanya sama-sama manis.

"Kau serius membiarkanku berdiri terus? Kalau iya, lebih baik aku pulang."

"Lalu kakakku?"

"Ya aku bawa pulang, lah."

"MESUM!"

Dan Kei kembali tertawa. Rasanya puas sekali. Sampai tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki dari arah pintu utama rumah. "Siapa yang kau teriaki mesum, Kaito?" tanya seorang berusia paruh baya, namun wajahnya tetap berkharisma.

"Akiko baa-chan!" panggil Kaito sambil menghampiri wanita paruh baya itu. Kei terpaku sejenak. Sepertinya keluarga Kaiyo memang diberkahi manik mata sewarna ruby yang indah. Dan Kei menyukainya.

Salty Caramel ; (Tsukishima Kei x OC/Reader)Where stories live. Discover now