|som tum|

121 24 11
                                    

Langit-langit kamar yang tidak seberapa cantik tampaknya lebih menarik dari dua kotak makan siang di atas meja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Langit-langit kamar yang tidak seberapa cantik tampaknya lebih menarik dari dua kotak makan siang di atas meja. Kris sama sekali tak beranjak dari kasur, meski hawa panas telah menembus dinding asramanya. Anak itu masih berkutat bersama bermacam-macam teori yang seliweran di kolom komentar siarang langsung kemarin.

Apakah Dao sudah menyukainya?

Satu kalimat tersebut cukup membuat Kris enggan bergerak, kecuali ke kamar mandi dan update instastory. Bahkan, hari ini ia tidak sekolah karena bangun terlambat. Salahkan Pan yang hanya menarik kakinya lalu melenggang pergi begitu saja.

Saat dibanjiri pertanyaan terkait hubungan mereka, Dao tiba-tiba left tanpa menyumbang sepatah kata pun. Gadis itu berdalih susah sinyal karena Wi-Fi kondominium tempat ia tinggal sedang bermasalah. Namun, bukan Kris namanya kalau tidak memiliki tafsiran sendiri.

Lelaki tersebut yakin, Dao enyah tanpa pamit sebab tidak tahu harus berbuat apa. Kecanggungannya terlihat ketika Kris ikut menanyakan hal yang sama. Mungkin, ia bingung.

Namanya juga cewek, batin Kris mencoba menerka-nerka. Kaum yang maunya dikejar itu pasti menginginkannya untuk menyatakan perasaan terlebih dulu. Katakanlah gengsi. Budaya itu sudah melekat entah sejak kapan.

Sayangnya, Kris belum pernah menyatakan cinta kepada siapa pun. Terlahir dengan kesempurnaan membuatnya dikelilingi gadis yang merelakan harga dirinya. Sungguh, berdiamnya ia di ranjang atas tak lain hanya karena memikirkan strategi apa yang cukup manis dan cocok untuk dijadikan konten.

"Cewek sukanya apa, ya?"

Kris bertanya pada lampu gantung. Ia terlalu sibuk dengan diri sendiri hingga standar seperti itu pun tak tahu. Apa boleh buat? Memikirkan hal ini saja sudah suatu kemajuan untuknya.

Kesal, rambut yang belum basah lantas diacak-acak. Kris menariknya kuat-kuat seolah memaksa otak agar berputar lebih cepat. Sial, mengapa dunia percintaan juga masuk ke lingkup kebodohannya?

"Aku harus a--"

Anak itu terperanjat saat kalimatnya diputus dering ponsel. Ia hampir mengumpat sebab getaran yang datang tiba-tiba itu mengusik fokus. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Pan? Sudah kesekian kali ia menelepon Kris.

"Ada apa?"

"Aku di perjalanan pulang dan mampir beli makanan. Kamu mau apa?"

"Som tum," jawabnya ketus.

"Ok."

Panggilan tersebut langsung terputus. Kali ini, Kris benar-benar mengumpat sebab Pan seenaknya mengakhiri percakapan. Untung saja sahabatnya itu menyuapnya dengan makanan. Kalau tidak, ia akan merajuk tiga hari dua malam sampai Pan membelikan belasan khanom.

Sebelum kembali telentang, Kris mengecek puluhan notifikasi Instagram yang masuk. Ia tersenyum tipis saat membaca ratusan komentar yang memuji penampilannya di postingan terakhir. Anak itu lekas berbaring dengan mata terkunci pada layar.

#KRISTAG ✔Where stories live. Discover now