3

454 95 9
                                    

Pipi Mika masih memerah, efek pertanyaan Dewa tadi. Meski satu jam telah berlalu, ia bahkan tak bisa konsentrasi pada pelajaran yang tengah dijelaskan guru saat ini, pikirannya sibuk meredakan perasaan aneh yang ditimbulkan pertanyaan itu.

Sebenarnya jika dipikir lagi tak ada yang aneh dengan pertanyaan Dewa, hanya saja entah mengapa efeknya begitu besar. Malu yang bercampur geer tak bisa di tahannya. Mau tak mau Mika berpikir apakah laki-laki itu menyukainya? Jika tidak, untuk apa bertanya apakah ia sudah memiliki pacar atau tidak, pikirnya.

Dan pikiran itu sirna seketika, saat pulang sekolah tak sengaja ia memergoki laki-laki itu tengah berciuman di toilet sekolah. Bagaimana ia bisa memergoki hal itu, tentu saja kerena ia kebelet dan langsung bergegas ke toilet begitu kelas berakhir, siapa yang menduga apa yang akan ditemuinya.

Saat menyadari kehadiran orang lain selain keduanya, laki-laki itu sontak mendorong perempuan yang diciumnya. Namun, ia rasa percuma karena ia sudah melihatnya. Aura dingin penuh permusuhan menguar dari bahasa tubuh laki-laki itu, berdiri tegap dengan kedua tangan terkepal di sisi tubuh, matanya dengan tajam mengikuti langkahnya yang melenggang melewati keduanya untuk masuk ke dalam salah satu bilik. Mungkin dia marah karena merasa terganggu? Ia tak terlalu memikirkannya, karen panggilan alam lebih mendesak dari apapun. Lagi pula siapa yang menyuruh mereka berciuman di tempat seperti itu, bukankah sudah hal yang wajar jika tiba-tiba ada seseorang yang datang dan memergoki aksi mereka.

Setelah mencuci tangan ia bergegas keluar. Keduanya tak lagi ia temukan di sana. Mungkin mereka udah pergi. Mengangkat bahu, ia berjalan menuju parkiran dan menemukan Rama yang telah duduk menunggunya di atas motornya.

"Hari ini kak Rama bawa motor?"

Laki-laki itu mengangguk, tersenyum masih dengan tatapan rasa bersalahnya. "Iya, tadi pagi buru-buru takut kejebak macet, soalnya rumah Fara lumayan jauh. Maaf, ya. Kakak tadi lupa mengabarimu." Ia tampak menyesal, dan sebagai seseorang yang menyukainya melihatnya seperti itu menghadirkan perasaan bersalah. Mungkin sikapnya sudah terlalu berlebihan, apalagi mereka hanya teman. Lagi pula tak ada keharusan Rama memberitahu apa yang ia lakukan.

"Tidak apa-apa. Kak Rama tidak perlu minta maaf, lagi pula kita hanya teman."

Rama terdiam untuk beberapa lama dan hanya menatapnya, sampai ia menyodorkan salah satu helm padanya. "Dipakai, kakak antar kamu pulang!"

Tepat saat menerima helm, dari arah belakang Fara datang dengan raut wajah cemberut. "Kamu mau kemana, Rama. Kita kan mau jalan?"

Rama turun dari motornya dan menghampiri kekasihnya, ia mengelus kepala gadis paling cantik di sekolah mereka itu dengan sayang. Sesuatu terasa perih di dalam dada membuat Mika merasakan sesak. Tanpa sadar ia menggigit bibirnya kuat menatap bagaimana rasa sayang Rama begitu nyata pada gadis itu, ia harus benar-benar mengibarkan bendera putih. Ia bahkan kalah sebelum berperang.

"Aku antar Mika dulu, ya. Kamu tunggu di sini, nanti kita jalan seperti rencana kemarin."

Fara menatap Mika dengan tatapan tak sukanya. Ia merengut membuat Rama terlihat serba salah. "Tapi kan kita bisa telat nanti nontonnya. Temen-temen aku udah berangkat dari tadi dan aku terus nunggu kamu. Kamu kalo gak niat bilang aja. Tau gitu aku tadi berangkat sama mereka aja." Fara terlihat marah, gadis itu berjalan pergi tanpa mau mendengarkan tanggapan Rama. Rama sendiri segera mengejar kekasihnya, berusaha meyakinkan bahwa ia hanya sebentar mengantarnya.

Mika merasa ia menjadi posisi yang salah. Melihat bagiamana Rama rela berdebat dengan Fara demi dirinya membuatnya semakin yakin untuk mengubur perasaannya. Ia menyunggingkan senyum meski denyutan sakit terasa di hatinya, ia tak berhak untuk merasakan itu karena ia hanyalah orang lain.

My CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang