"Bisakah kita istirahat sebentar untuk minum? Panas ini membunuhku" ucap David kesal.

"Aku setuju. Panas ini membuatku sakit kepala" timpal Ex.

"Baiklah" jawabku singkat sambil memilih tempat untuk duduk.

Kami beristirahat di bawah pepohonan yang tak jauh dari tempat kami berdiri. Sebenarnya, panas ini bukan panas seperti musim kemarau di tengah gurun. Masih ada beberapa pepohonan yang melindungi, apalagi setelah ini kami akan masuk ke area hutan. Aku tak yakin penyebabnya, namun udaranya membuat panas yang pengap.

Kami duduk, mengambil minum masing-masing dari dalam tas, kecuali aku. Aku terlalu malas membongkar tasku untuk sekedar mengeluarkan minum. Tentu saja, setiap masalah ada solusinya.

"David, kalau kau sudah selesai minum, aku pinjam botolnya" kataku sambil menunggu ia selesai minum.

"Maksudmu- minta?" tanyanya sesaat setelah selesai minum, sambil mengusap mulutnya.

"Sama saja" ucapku tak mau tahu, menunggunya memberikan botol minum itu padaku.

"Kau benar-benar mengira aku akan memberikan minum ini padamu, El?" tanya David sambil menutup botol itu dan memasukkannya kembali ke dalam tas.

"David!" kataku kesal namun terlalu lelah untuk menghampirinya.

"Tak apa Mam, kau bisa minum punyaku" katanya sambil menyodorkan botol minumnya padaku.

"Terima kasih, Ex" jawabku sambil mulai minum.

Kami hanya minum dan beristirahat sesaat, sekedar menunggu untuk kembali mengumpulkan niat. Sesekali aku memijit kakiku sendiri. David masih berbaring sambil menutupi wajahnya dengan satu lengan. Mark sibuk membenarkan tasnya agar pas dengan punggungnya. Perasaan tak enak mulai menyelimutiku lagi. Lebih tepatnya, pikiranku.

"Menurutmu, apakah kita berjalan ke arah yang benar?" tanyaku pada mereka. Aku tahu ini akan merusak suasana, tapi setidaknya harus ada satu orang yang mengingatkan soal ini.

"Menurutmu?" Mark bertanya balik. Ia sudah lelah.

"Tapi Mam benar. Tak ada bukti nyata bahwa kita berjalan ke arah yang benar" Ex menambahkan.

"Tapi kalau tak salah,... Prof. Regis menambahkan pelacak-" belum selesai Ri berbicara, David sudah memotong.

"PELACAK?" tanyanya kencang sambil duduk dari baringnya.

"Iya, tapi aku tak yakin ia memasangnya dimana. Ia juga bilang bahwa pelacaknya belum bekerja sempurna" jawab Ri.

"Tempat paling umum untuk menambahkan pelacak adalah mobil. Tapi kau tau, kita bahkan tak bisa kembali mengambilnya" kata Mark sambil berpikir.

"Bila Prof. Regis benar-benar memasangnya di mobil, ia harusnya menyadari ada hal aneh saat mobil kita tak bergerak satu inch pun selama berhari-hari" kata Ex tak yakin.

"Aku terganggu pada bagian 'pelacaknya belum bekerja sempurna'. Untuk profesor sepintar dia, rasanya tak mungkin untuk tak membereskan barang semudah pelacak. Kecuali bila ia membuat pelacak special" kataku. Semuanya kembali berpikir. Ada hal yang tak kami ketahui yang membuatnya semakin rumit.

Setelah selesai beristirahat, kami melanjutkan perjalan. Kepalaku penuh tanda tanya. Aku menundukkan kepalaku, sesekali menoleh pada Ex yang terlihat seperti menyipitkan matanya pada satu titik, mencoba untuk fokus. Aku mencoba melihat ke arah yang sama. Tak ada apa-apa yang menarik perhatianku. Aku bahkan tak tahu apa yang sedang Ex lihat. Matanya memang tajam.

Kami hanya berjalan, sesekali berhenti sebentar untuk minum dan makan. Sepanjang perjalanan, aku tak mendengar ada raungan zombie. Aku berasumsi bahwa daerah ini aman, hanya saja lebih jauh dari yang kemarin. Saat malam tiba, kami berhenti dan memasang api unggun. Kami bahkan tak membawa tenda, jadi kami hanya akan tidur beralaskan kain dan beratapkan langit.

Life in Death 2 : IllusionWhere stories live. Discover now